12.07.2015 Views

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

dikontrol dengan prinsip-prinsip dan tatanan hubungan sipil-militer yang demokratis. 51 Dengandemikian membangun kemampuan militer untuk tujuan utama, yaitu pertahanan dapat tercapaisecara efektif, dan segala bentuk biaya yang diperlukan dalam pengelolaan tersebut dapatdipertangungjawabkan.Secara spesifik tentara di manapun di dunia memiliki tugas utama, yaitu mempertahankankedaulatan, melindungi integritas teritorial serta perlindungan terhadap warga negara. Olehkarena itu pertanyaan klasiknya adalah apakah tentara hanya bertugas untuk / danmemenangkan perang? Tentunya, jawaban bahwa tentara hanyalah bertugas untukmemenangkan peperangan menjadikan keberadaa tentara tersebut absurd, terutama jika suatunegara tidak tidak memiliki ancaman militer eksternal secara langsung, maka, apakahpengembangan kekuatan militer tersebut layak untuk dipertahankan? 52Melihat kepada kecenderungan yang terjadi di tingkat global dalam dua dasawarsa terakhirmenunjujkan bahwa MOOTW, atau yang sering disebut oleh negara-negara Eropa dalam hal iniNATO, sebagai operasi perbantuan untuk perdamaian (peace support operations). 53 Munculnyaberbagai keadaan darurat yang kompleks (complex emergency situation) ataupun krisis politikdan konflik internal di berbagai wilayah, seperti pernah terjadi di Balkan, telah memberikankonsekuensi bahwa militer NATO tidak bisa begitu saja membiarkan kemampuan teknis yangdimiliki untuk tidak digunakan secara maksimal untuk perbantuan untuk perdamaian atupunbentuan keamanusiaan.Setiap negara memiliki kebijakan mengenai politik luar negeri dalam negeri, serta kebijakanmengenai pertahanan dan keamanan yang kesemuanya bertujuan untuk melakukanmempertahankan kedaulatan, menjaga integritas teritorial dan perlindungan warga negara darisuatu ancaman. Dalam derajat tertentu, militer dapat digunakan sebagai instrumen di dalamupaya mencapai tujuan kebijakan-kebijakan tersebut sejauh memenuhi kriteria, norma danaturan pengelolaan secara demokratis. Dalam konteks demikian, tentara dapat menerima tugasdari otoritas politik untuk melakukan tugas non-tempur (non-combat) guna melaksanakan tugastugasnon-perang untuk mendukung pembangunan perdamaian pada suatu wilayah pascakonflik.Sebagai alat negara, maka untuk memberikan pelayanan publik dan kepentingan nasional,dalam perkembangannya tentara ditugaskan untuk berbagai tugas baik untuk tujuan militer(memenangkan peperangan) maupun untuk tugas-tugas lain sesuai dengan kepentinganegara, 54 dalam hal ini MOOTW atau PSO. Dalam banyak kasus, bagi negara yang mengalamiproblema-problema di dalam penegagakan hukum serta lemahnya kekuatan polisi, terdapatkecenderungan dari para politisi untuk melibatkan tentara untuk penanganan masalah tersebut.Tentara secara khusus dipersiapkan untuk menggunakan kekerasan yang mematikan untukmenghadapi musuh, dan mereka tidak secara khusus dipersiapkan untuk tugas-tugas nonmiliter.Oleh karena itu penggunaan militer seperti untuk tugas kepolisian / keamanan dalam51 Lihat antara lain: Giuseppe Caforio (ed.), The Sociology of the Military, Cheltenham: An Elgar Reference Collection,1998, hal. Xiii-xxvi; Michael Desch, Civilian Control of the Military: The Changing Security Environment, Baltimore:John Hopkins University Press, 1999; Hans Born, “Democratic Control of the Armed Forces: Relevance, Issues andResearch Agenda”, in Giuseppe Caforio (ed.), Handbook of the Sociology of the Military, New York, SpringerPublishers, 2006, hal. 151-165.52 Lihat David Chuter, Defence Transformation: A Short Guide to the Issue, Pretoria: <strong>Institute</strong> for Security Studies,2000. 11-12.53 NATO Handbook, hal: 143-165; JWP-3-50, The Military Contribution to Peace Support Operations, Shrivenham:JDCC, 2004.54 Laura R. Cleary, “Political Direction: The Essence of Democratic, Civil and Civilian Control”, dalam Laura R Cleary& Teri McConville (eds.), Managing Defence in a Democracy. Abingdon: Roudledge, 2006, hal. 42-43.70

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!