langkah stabilisasi dan pemulihan tersebut harus dapat dengan segera menunjukkan danmelahirkan keuntungan perdamaian (peace dividend) tidak hanya bagi pihak-pihak yang bertikaitetapi juga bagi masyarakat umumnya. Keuntungan perdamaian yang bersifat segera itu antaralain terwujudnya lingkungan kehidupan sehari-hari yang aman dan damai (safe and secure),yang ditandai dengan (1) berkurangnya potensi kekerasan, (2) kembalinya ketertiban umum(kamtibmas), (3) pemilihan trauma bagi bagi korban konflik dalam masyarakat pada umumnya;(4) dimulainya kehidupan/aktivitas sosial-ekonomi yang normal, (5) berfungsinya kembalipranata-pranata kenegaraan (state institutions); dan (6) terbukanya ruang bagi keterlibatan danpartisipasi masyarakat warga (civil society) dalam proses peacebuilding. Terwujudnya tujuanstabilisasi dan pemulihan pasca konflik ini akan memberi dasar yang kuat bagi terciptanyalingkungan yang kondusif bagi upaya menghilangkan akar konflik melalui pembangunan dalamartian yang luas.Apa prasyarat operasi stabilisasi dan pemulihan? Pertama, operasi stabilisasi dan pemulihanmemerlukan dukungan dan keterlibatan militer dan kelompok-kelompok sipil. Kedua, fokus padaupaya mengembalikan legitimasi dan kemampuan negara, membuahkan hasil-hasil yang konkritbagi masyarakat, dan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada negara danproses politik. 46 Ketiga, operasi stabilisasi dan pemulihan membutuhkan dukungan sumberdayayang memadai. Keempat, pentingnya koordinasi antar-departemen, yang terintegrasi dalamkerangka kerja dan program peacebuilding yang luas, tidak sektoral. Kelima, terkait dengantujuan komponen peacebuilding lainnya, yakni penegakan hukum (rule of law), penataan sistempolitik yang stabil/demokratis, terbangunnya ekonomi yang berkelanjutan (sustainableeconomy), dan terselenggaranya kesejahteraan sosial (social well-being). Melihat lingkup tujuanyang ingin dicapai, dan posisinya dalam kerangka peacebuilding secara keseluruhan, makadapat dikatakan bahwa operasi stabilisasi dan pemulihan merupakan pertautan (interface) darikerjasama militer dan sipil dalam proses peacebuilding.Namun, secara spesifik, operasi stabilisasi dan pemulihan pasca konflik melingkupi elemenelemensebagai berikut:Pertama, mengontrol, kalaupun bukan menghilangkan, potensi kekerasan. Dalam hal ini,program disarmament, demobilisasi, dan reintegrasi (DDR) merupakan elemen penting. Dalamhal ini, dukungan dan peran pihak ketiga menjadi salah satu kunci terpenting bagi keberhasilanprogram DDR. Barbara Walters, dalam studinya menemukan bahwa adanya jaminan dari pihakketiga dalam proses pengimplementasian perjanjian perdamaian, yang dipercaya oleh pihakpihakbertikai untuk melaksanakan program DDR, merupakan kuncil utama kesuksesanpengimplementasian perjanjian perdamaian. 47 Dalam konteks Indonesia, hal ini juga terlihatdalam proses pelaksanaan DRR yang lancar sesuai dengan perjanjian Helsinki, dimana AcehMonitoring Mission (AMM) dari Uni Eropa dan beberapa negara anggota ASEAN dipercayamenjadi pihak pelaksana program DDR.Kedua, penanggulangan aksi kejahatan serius. Tergantung pada kondisi wilayah konflik,kejahatan serius dapat mencakup tindak korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya (sepertipencucian uang, aksi penyuapan, dan penggelapan uang), penyelundungan (senjata, bahanbakar, narkoba), dan kejahatan terhadap orang (pembunuhan, penculikan, pemerasan,pencurian kenderaan, dan pembakaran). Aksi-aksi kejahatan serius seperti yang disebut diatasdapat merusak proses perdamaian, karena mempersulit kembalinya kehidupan sosial46 http://www.stabilisationunit.gov.uk47 Lihat Barbara F. Walter, “The Critical Barrier to Civil War Settlement,” International Organization, vol. 51, no. 3(Summer 1997).59
masyarakat secara normal serta menghambat proses mengembalikan kepercayaan masyarakatterhadap pranata-pranata negara, yang menjadi prasyaraat bagi kelanggengan perdamaian.Disamping itu, apabila jenis-jenis kejahatan serius demikian masih terus berlangsung pascakesepakatan damai, maka masyarakat akan meragukan peace dividend yang harus segeradirasakan masyarakat pasca terhentinya konflik kekerasan.Ketiga, berkaitan dengan elemen kedua, pengembalian fungsi tradisional kepolisian, sebagaialat untuk menjamin ketertiban masyarakat dan penegak hukum, menjadi elemen penting darioperasi stabilisasi dan pemulihan pasca konflik. Dalam konflik horizontal, seperti dalam halpenanggulangan pemberontakan bersenjata atau gerakan separatisme, polisi juga menjalankanfungsi kontra-insurgensi. Pasca konflik, fungsi polisi secara bertahap harus segera disesuaikanuntuk kemudian lebih berperan sebagai kekuatan kamtibmas. Penyesuaian fungsi kepolisian inijuga penting bagi upaya penanggulangan kejahatan serius yang kerap mewarnai masyarakatpasca konflik. Maraknya kembali aksi-aksi perampokan bersenjata di Aceh pasca perjanjiandamai Helsinki, misalnya, merupakan kondisi yang tidak jarang ditemui di wilayah-wilayah yangbaru saja mengalami konflik berkepanjangan. Tugas kepolisian pasca konflik ini, disampingmengembalikan ketertiban umum, perlu juga mencakup adanya kebebasan bepergian danpemberian jaminan keamanan bagi para pekerja kemanusiaan dan pengawas perdamaian(peace monitoring).Keempat, kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghadapi apa yang disebut sebagaimasalah “spoilers of peace” (perusak perdamaian). Dalam studinya, Stedman menemukanbahwa salah satu persoalan rumit dalam meingiplementasikan perjanjian damai adalah apayang disebutnya sebagai “penipuan strategis” (strategic deception) oleh pihak-pihak yangbertikai, yang mencoba memanfaatkan perjanjian damai untuk mendapat keuntungan dalammencapai tujuan atau memenangkan peperangan. Pihak-pihak yang menggunakan “penipuanstrategis” itu disebutnya sebagai “spoilers of peace” atau perusak perdamaian. 48 Kelompokperusak perdamaian ini juga dapat datang dari pihak-pihak yang justru dirugikan karenaterhentinya konflik, seperti kelompok yang kerap disebut sebagai “pengusaha konflik” (conflictentrepreneurs). Operasi stabilisasi seyogyanya mampu mengatasi ancaman terhadapperdamaian yang datang dari kelompok spoilers ini.Kelima, dalam rangka memulihkan aktivitas keseharian masyarakat dan juga untukmempersiapkan proses pembangunan jangka panjang, operasi stabilisasi dan pemulihan jugamencakup berbagai kegiatan untuk memperbaiki infrastruktur ekonomi yang rusak maupunhancur akibat konflik. Perbaikan jalan, sekolah, jembatan, pasar tradisional, dan infrastrukturekonomi lainnya merupakan program yang penting dalam operasi stabilisasi dan pemulihan.Masyarakat Kewargaan dan PeacebuildingLantas, bagaimana peran organisasi masyarakat kewargaan (civil society) dalam tahapanstabilisasi dan pemulihan? Menurut laporan World Bank, yang dapat dikategorikan sebagaiorganisasi civil society dalam peacebuilding antara lain adalah: 4948 Lihat Stephen John Stedman, “Spoiler Problems in Peace Process,” International Security, vol. 22, no. 2 (Fall1997).49 Reiner Foster dan Mark Mattner, Civil Society and Peacebuilding: Potential, Limitations and Critical Factors (WorldBank, Report No. 36445-GLB), 20 Desember 2006, hal. 9.60
- Page 1:
POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5:
PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8:
Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10:
Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12: sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14: hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma