12.07.2015 Views

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

POST-CONFLICT PEACEBUILDING 2009 - Propatria Institute

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

pemerintahan pusat sangat distortif. Karena “mind set” nya hanya “darat”. Memang 80 % infrastruktur untuk pengembangan ekonomi telah hancur dan perlu dibangun kembali. Namun untukkeluar dari kehancuran akibat konflik kekerasan dibutuhkan suatu terobosan baru. Hingga saatini mayoritas masyarakat Maluku, yang mata pencahariannya nelayan hanya bertahan untuktidak kelaparan, dan menjadi penonton dari pencurian-pencurian ikan (illegal fishing)yangdilakukan oleh orang-orang dari luar Indonesia. Pengangguran kaum muda meningkat pascakonflik, sedangkan mata pencaharian sangat terbatas.Masalah pelik yang belum terpecahkan adalah bagaimana mengontrol dan meminimalkanpengaruh perembesan Nafsu kekuasaan politik, nafsu serakah kekayaan, dan nafsu kekerasanmasuk kedalam kedalam kehidupan keberagamaan di Maluku. Sehingga dapat menjadi pemicudan akselerator untuk terjadinya kembali konflik kekerasan di Maluku. Hampir seluruh institusiagama telah telah terkontaminasi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Hal ini sangat potensialuntuk menyeret kembali masyarakat Maluku kedalam konflik kekerasan.Pemberdayaan Masyarakat Sipil dan LSM Sebagai Salah Satu SolusiLSM yang memiliki kreadibilitas dan kapasitas, serta masyarakat sipil yang memiliki sensitifitasdan inisiatif merupakan modal yang paling esensial untuk pencegahan konflik dan penanganankonflik di Indonesia. Meskipun sumberdayanya terbatas, dan dukungan politik sangat minimal.Namun LSM dan masyarakat sipil, sangat fleksibel, dan memiliki kemampuan untuk meresponssecara cepat situasi yang bersifat emergensi, tanpa ada hambatan birokrasi, atau prosedurseperti yang selalu terjadi pada pemerintahan atau petugas keamanan.Pada hakikatnya konflik-konflik kekerasan dapat dicegah sejak awal. Dengan cara pertama,melakukan deteksi terhadap eskalasi konflik kemudian merubahnya menjadi de-eskalasi.Eskalasi dapat di deteksi karena konflik sosial tidak pernah terjadi secara tiba-tiba. Perubahandari pertikaian, kemudian timbulnya ketegangan-ketegangan di masyarakat, kemudian diikutioleh terjadinya krisis pada aparat, sistim hukum dan sosial, kemudian berlanjut kepada adanyakekerasan terbatas, dan pada akhirnya eskalasi konflik akan berpuncak kepada terjadinyakekerasan massal. Semua indikator tersebut dapat dilihat dan harusnya dapat dicegah sejakawal. Pembiaran terhadap eskalasi konflik akan menyebabkan terjadinya kembali konflik-konflikdengan kekerasan.Langkah Kedua, adalah melakukan analisis terhadap faktor yang dapat menjadi trigger (api)bagi konflik kekerasan, kemudian dianalisis apa yang dapat menjadi akselerator (angin), danpada akhirnya melakukan analisis terhadap apa-apa faktor struktural yang menjadi sumberkonflik (rumput kering).Langkah ketiga, melakukan analisis terhadap aktor-aktor yang merespon konflik. Perhatianutama harus diletakan kepada secuiritizing actor yaitu aktor-aktor utama yang anehnya dalammerespon situasi selalu merasa terancam, karena itu mereka responnya selalu abnormal.Respon dan logika abnormal ini dengan mudah di telan bulat-bulat secara emosional olehkelompok-kelompok rentan. Sehingga terjadi ketegangan dan mobilisasi massa dimana-manadan terjadi penyerbuan dimana-mana. Kelompok-kelompok rentan ini jumlahnya semakinmeningkat terutama diwilayah kantong-kantong kemiskinan dan wilayah yang pendidikannyatidak berkembang.Relasi antara eskalasi, faktor dan aktor yang saling memberi kontribusi untuk kehancuran inilahyang menyebabkan konflik kekerasan di Indonesia. Pemotongan rantai relasi ini pulalah yang33

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!