alam, pengelolaanlingkungan.@ M. Fajrul Falaakh, <strong>2009</strong>. Sumber: Linda Singer, 1994. Settling disputes: Conflict resolution in business, families,and the legal system, hlm. 16. Catherine Morris, 2002. What is Alternative Dispute Resolution (ADR)?Berbagai kemungkinan di muka tidaklah bersifat monolitik. Kombinasi antara cara konsensualdan pembuatan aturan baru merupakan hal yang biasa ditempuh, misalnya diikuti legislasi olehparlemen karena dibutuhkan legitimasi dari negara dan ruang lingkup permasalahannyamembutuhkan aturan yang berjangkauan luas. Mungkin pula legislasi yang sama, atau terpisah,mengatur mekanisme peradilan untuk menyelesaikan konflik yang sudah terjadi maupun yangmungkin timbul di kemudian hari.Peluang masyarakat untuk menyelesaikan konflik membuka kemungkinan untukmengakomodasi dan menerapkan “hukum lokal” (digunakan dalam pengertian generik). Hukumhukumlokal dapat diakomodasi dalam peraturan-peraturan daerah. Pada dasarnya hukum adatjuga dapat digunakan langsung untuk menyelesaikan konflik. Mediasi, konsiliasi dan arbitraseadalah mekanisme yang biasa ditempuh oleh masyarakat lokal dalam menyelesaikanperselisihan atau sengketa hukum.Perlu disadari bahwa, mengharapkan hukum berperan dalam penyelesaian konflik tidaklahcukup hanya mengandalkan institusi-institusi konvensional penegakan hukum seperti kepolisian,kejaksaan dan pengadilan, atau membangun yang baru sekalipun. Penting juga untukmerancang cara institusi-institusi tersebut menjalankan perannya dalam penyelesaian konflik.Hal ini menuntut kejelasan mengenai hukum acara. Singkatnya, konflik tidak dapat diselesaikansecara memuaskan ketika cara-caranya tidak memenuhi standar umum due process of lawseperti accessible, clarity, certainty, simplicity, fairness, impartiality, indiscriminate, transparent,accountable dan lain-lain.***55
Stabilisasi dan Pemullihan Pasca KonflikOleh: Rizal SukmaPendahuluanStabilisasi (stabilisation) dan pemulihan (recovery) pasca-konflik merupakan bagian integral dariupaya membangun perdamaian (peacebuilding). Oleh karena itu, pemahaman mengenaistabilisasi dan pemulihan pasca konflik perlu diletakkan dalam konteks atau kerangkapeacebulding secara komprehensif. Namun, upaya ini bukanlah sesuatu yang mudah untukdilakukan mengingat beragamnya pemaknaan, baik konseptual maupun operasional, terhadapkonsep peacebuilding itu sendiri. Sebagai sebuah konsep, peacebuilding mulai banyakdigunakan setelah Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali mengeluarkan laporannya,An Agenda for Peace, pada tahun 1992. Dalam laporan tersebut, peacebuilding dipahamisebagai serangkaian aktivitas yang dimaksudkan untuk “mengidentifikasikan dan mendukungberbagai struktur yang bertujuan untuk memperkuat dan mempersolid perdamaian sehinggadapat mencegah terulangnya kembali konflik.” 33 Pada awalnya, strategi peacebuilding hanyaterbatas pada demobilisasi militer dan upaya mendorong transisi politik kearah terbangunnyademokrasi elektoral partisipatoris (participatory electoral democracy), yang sampai sekarangmasih menjadi inti dari operasi-operasi peacebuilding yang dijalankan oleh PBB. 34Namun, dalam perkembangannya, definisi peacebuilding yang dikembangkan Boutros-Ghalikemudian mencakup juga berbagai upaya untuk menanggulangi akibat konflik terhadapmasyarakat dan akar konflik. Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa peacebuilding memilikidua tujuan utama, yakni (a) mencegah terjadinya kembali (relapse) konflik terbuka berdimensikekerasan (overt violent conflict) dan (b) membantu proses pemulihan dan mempercepatpenyelesaian akar konflik atau membangun perdamaian yang self-sustaining. 35 Seperti yangdigambarkan oleh Sekjen PBB Koffi Annan, post-conflict peacebuilding merupakan “berbagaikegiatan integral yang dijalankan secara bersamaan diakhir konflik untuk mengkonsolidasikanperdamaian dan mencegah terulangnya konfrontasi bersenjata.” 36 Oleh karena itu, salah satutantangan yang dihadapi dalam proses peacebuilding adalah bagaimana mengaitkan tujuanjangka pendek berupa military containment of conflict di satu sisi, dengan tujuan jangka panjangberupa rehabilitasi dan pembangunan kembali masyarakat yang mengalami konflik secaraekonomi, politik dan sosial disisi lainnya. 37 Jawaban terhadap tantangan tersebut terletak padaefektivitas penyelenggaraan fungsi dan operasi stabilisasi dan pemulihan pasca konflik. Dalamkerangka ini, stabilisasi dan pemulihan pasca konflik merupakan penerapan pada level mikrotentang pentingnya kaitan antara keamanan (security) dan pembangunan (development) dalamupaya membangun perdamaian.Tulisan ini akan membahas arti penting strategi stabilisasi dan pemulihan dalam kontekspencegahan terulangnya kembali konflik yang telah berhasil mencapai tahap penyelesaianpolitik. Untuk itu, pembahasan dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama akan membahasmengapa dan bagaimana konflik yang telah berhasil diselesaikan secara politik dapat kembaliterulang. Bagian kedua membahas aspek-aspek stabilisasi dan pemulihan, serta strategi yang33 Boutros Boutros-Ghali, An Agenda for Peace (New York: United Nations, 1992), hal. 11.34 Hugh Miall, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution (Cambridge: Polity Press,1999), hal. 187.35 Ibid., hal. 187-188.36 Koffi Annan, 1997, dalam Laporan Sekjen PBB mengenai reformasi, 16 Juli 1997.37 Miall, Ramsbotham dan Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, hal. 188.56
- Page 1:
POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5:
PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8: Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10: Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12: sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14: hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16: penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18: sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20: 1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22: Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24: Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75 and 76: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 77 and 78: Berkaitan dengan hal ini, kelompok
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma