dari komponen besar kelompojk sipil, serta kemungkinan menggunakan cara-cara mediasiataupun negosiasi di dalam pencapaian perdamaian.Dalam konteks demikian, PSO bersifat lebih komleks. Oleh karena itu di dalam PSO melibatkankerjasama dengan pihak sipil atau sering disebut sebagai Civil-Military Cooperation (CIMIC),yaitu mengintegrasikan ataupun mensinergikan antara kapabilitas militer dan sipil ke dalamkebutuhan kolektif kemanusiaan seperti menciptakan perdamaian ataupun bantaunkemanusiaan. Di dalam suatu CIMIC, militer dan komponen sipil secara bersama memiliki tujuanjangka panjanag bersama dalam menciptakan keamanan manusia (human security) danmengembangkan kondisi-kondisi di dalam masyarakat yang mengalami konflik untuk dapatkembali kepada perdamaian secara stabil dan dapat melakukan pembangunan progresskemanusian seara damai. 61Jika di dalam perang diselimuti dengan manouvre serangan yang bersifat rahasia danmematikan tanpa adanya fleksibilitas di dalam kancah operasi kecuali untuk memenangkanperang, maka suatu tugas PSO memerlukan kelenturan/flexibilitas multi pihak yang terlibat didalam upaya membangun perdamaian. Unsur “human” (kemanusiaan) yang secara alamiahberada dalam budaya masing-masing memerlukan pemahanan yang memadai untuk suksesnyasuatu PSO. Transisi dari konflik ke damai memerlukan cara-cara dialogis seperti “winning theheart and minds of the people”. Militer yang disiapkan untuk PSO memerlukan kemampuansecara psikologis untuk dapat menahan untuk menggunakan kekerasan –political considerationsand the need to work with a wide range of civilian agencies will require that all military actions,and in particular the use of force, are restrained and balanced against the longterm requirementsof peacebuilding. 62Penggunaan kekuatan atau kekerasan di dalam PSO hanya dilakukan dalam keadaan tertentuuntuk pembelaan diri jika terjadi suatu ancaman kekerasan yang mengancam keselamatanindividu masyarakat atau pihak yang terlibat di dalam upaya perdamaian. Perdebatan mengenaipersoalan ini berkait erat dengan doktrin operasi perdamaian PBB. 63Professionalisme Militer dan “Idle-Capacity”Persoalan mengenai profesionalisme militer dan “idle capacity” merupakan aspek yang krusial didalam penggunaan tentara untuk PSO masih merupakan perdebatan. Sebab, jika penggunaanpersonil militer mengurangi kemampuan dan kebutuhan pertahanan pada saat dibutuhkan,maka keamanan nasional dapat terancam jika tiba-tiba suatu negara mengalami krisis. Sepertitelah disinggu di di depan, bahwa perbedaan misi antara perang dan non-perang memilikikonsekuensi yang begitu dalam bagi masing-masing individu tentara di dalam melakukan suatutugas untuk melakukan peacebuilding. Persoalan professionalisme militer untuk murnidipersiapkan untuk berperang serta penggunaan kapasitas tak terpakai untuk operasiperdamaian merupakan persoalan yang serius di dalam perbebatan profesionalisme militer. 6461 Volker Franke, “The peacebuilding dilemma: civil-military cooperation in stability operations”, dalam InternationalJournal of Peace Studies, 22-SEP-2006.62Peace Support Operations, A Working Draft Manual for African Military Practitioners.http://www.iss.co.za/Pubs/Other/PeaceSupportManualMM/Contents.html63 Point to elaborate……..64 Perdebatan mengenai peran baru tentara sering juga dikaitkan dengan istilah “postmodern military”. Untuk itu lihatantara lain: Charles Moskos dan James Burk, “The Postmodern Military”, in James Burk (ed.), The Military in NewTimes: Adapting Armed Forces to Turbulent World. Boulder CO.: Westview Press, 1994, Chapter 6, 141-62; FabrizioBattistelli, “Peacekeeping and the Postmodern Soldiers”, in Armed Forces & Society, Vol. 23, No. 3, Spring 1997, hal.467-484.73
Berkaitan dengan hal ini, kelompok pertama melihat bahwa tentara tidak dibekali untuk tugastugasselain perang dan oleh karena itu keterlibata tentara di dalam tugas-tugas non-perangseperti PSO akan mengurangi konsentrasi profesi dasar tentara di dalam memaksimalkankemampuan perang secara konvensional. Namun demikian, tanpak jelas bahwa berbagaitentara di dunia dari yang maju sampai di negara-negara berkembang, telah terdapatkencenderungan penggunaan militer untuk tugas-tugas PSO dan MOOTW seara umum.Amerika Serikat telah mengeluarkan sejumlah Doktrin dan Field Manual untuk mengantisipasitentara Amerika dan kesatuan-kesatuan terkait untuk MOOTW. Dalam MOOTW militer AStermasuk yang terdepan di dalam melakukan berbagai persiapan perangkaat lunak. Begitu jugapusat pengembangan doktrin militer Inggris telah mempersiapkan piranti lunak untuk PSO. 65Selain itu NATO secara khusus juga mempersiapkan doktrin dan manual untuk PSO sertapersiapan training bagi militer nanggota NATO.Penggunaan tentara untuk PSO telah juga menimbulkan perdebatan tentang hakekat tugastersebut serta perkaitanya dengan standing forces untuk menjaga pertahanan negara yangbersangkutan. Tentara memiliki kapasitas dan keahlian teknis yang dalam konteks tertentudapat diperbantukan kepada otoritas sipil untuk tugas-tugas seperti PSO dan kemanusiaa.Dalam konteks ini, penugasan militer tersebut dalam konteks “idle capacity”, yaitu merupakankapasitas yang tidak dipakai atau tidak dibutuhkan dalam artian keberadaa jumlah pasukanmaupun dalam makana keahlian teknis yang pada saat tersebut tidak sedang dalammenjalankan tugas pertahanan negara. Dalam berbagai kasus pada operasi kemanusian,lembaga-lembaga bentuan kemanusian juga memiliki kecenderungan untuk menggunakankeberadaan militer untuk membantu distribusi logistik bantuan sehingga bisa efisien denganmenggunakan idle capacity militer. 66Dalam konteks Indonesia, sebuah kajian tentang aspek “idle capacity” ini pernah dilakukan olehProPatria sebagai berikut, bahwa:Di tengah ketiadaan ancaman militer dari luar dan terdapatnya Idl capacity yang dimiiki oleh TNI,adalah wajar bila TNI dapat ditugaskan oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas perbantuan.Meskipun demikian, hal tersebut hanya dapat dilakukan sejauh:(a) tidak mengurangi kekuatan TNI untuk melaksanakan tugas utamanya;(b) tidak mengurangi atau mematikan kapasitas institusi sipil dan/atau kepolisian negaradalam melaksanakan tugasnya;(c) tidak bersifat permanen; dan(d) hanya dapat dilakukan setelah ada keputusan politik pemerintah. 67The TNI CapabilityIndonesia merupakan negara kepulauan yangat sangat luas dengan ribuan pulau yang tersebardari Sabang sampai Merauke yang meliputi wilayah seluas Eropa. Dengan luas wilayah yangmembentang dari London sampai Moskow ini, tugas dan persiapan TNI untuk melakukanpertahanan mendapatkan tantangan yang begitu besar. Fakta sebagai sebuah negara kepulaianmenuntut kapabilitas TNI untuk dapat menjaga perbatasan yanb begitu terbuka (porous border)65 Misal: JWP-3-50, The Military Contribution to Peace Support Operations, Shrivenham: JDCC, 200466 Larry MInear, Marc Sommers dan Ted van Baarda, NATO and Humanitarian Action in the Kosovo Cricis,Occasional Paper Vo. 36, Thomas J. Watson <strong>Institute</strong> of International Studies, Brown University, 2000.67 Tim Pokja Pro Patria, Tugas Perbantuan Tentara Nasional Indonesia. Naskah Akademik, November 24 – January2005, hal. 1-6.74
- Page 1:
POST-CONFLICT PEACEBUILDINGNaskah A
- Page 4 and 5:
PengantarOleh : Kusnanto AnggoroTah
- Page 7 and 8:
Gambar 2 : Kurva Konflik LundSetiap
- Page 9 and 10:
Berulangnya kembali konflik merupak
- Page 11 and 12:
sebagai masa yang cukup memadai unt
- Page 13 and 14:
hubungan puisat-daerah yang lebih b
- Page 15 and 16:
penyelesaian, maupun kerentanan sos
- Page 17 and 18:
sesuatu dari proses itu. Inilah “
- Page 19 and 20:
1955 memecah negara ke dalam konfli
- Page 21 and 22:
Tahapan Demokrasi di Indonesia seja
- Page 23 and 24:
Demokrasi, Konflik dan KeamananMasa
- Page 25 and 26: Indonesia (TNI) dan Kepolisian Nega
- Page 27 and 28: Disintegrasi, Reintegrasi,dan Modal
- Page 29 and 30: Secara teoritis dan berdasarkan pen
- Page 31 and 32: Gambar Siklus Resolusi KonflikConfl
- Page 33 and 34: Pendekatan dari Bawah : Gerakan Bak
- Page 35 and 36: pengangguran, tidak sebandingnya da
- Page 37 and 38: akan dapat mencegah konflik kekeras
- Page 39 and 40: dan respon dini pencegahan konflik
- Page 41 and 42: pemerintahan yang ada belum mampu s
- Page 43 and 44: sehingga sulit melakukan koordinasi
- Page 45 and 46: espon dini 25 . Bagaimana menjadika
- Page 47 and 48: tujuan perdamaian dirumuskan (subst
- Page 49 and 50: Transisi Demokrasi,Konflik Sosial d
- Page 51 and 52: Dengan demikian penyalahgunaan keku
- Page 53 and 54: penekanan pada fungsi preventif, me
- Page 55 and 56: Pertama, Pengertian dan batasan buk
- Page 57 and 58: ersama untukmengakhiri konflik,atau
- Page 59 and 60: Stabilisasi dan Pemullihan Pasca Ko
- Page 61 and 62: melalui negosiasi, kompromi atau me
- Page 63 and 64: masyarakat secara normal serta meng
- Page 65 and 66: Keenam, fungsi intermediasi/fasilit
- Page 67 and 68: fungsi penciptaan keamanan ini. Den
- Page 69 and 70: dibalik ketimpangan antar kawasan d
- Page 71 and 72: Daftar BacaanBartrand, Jacques, (20
- Page 73 and 74: dikontrol dengan prinsip-prinsip da
- Page 75: perang, sebab di dalam tugas ini mi
- Page 79 and 80: pelecehan ataupun penguasaan tentar
- Page 81 and 82: MOOTW/PSO. Di sinilah perlunya hubu
- Page 83 and 84: eformasi Polri yang dimaksud. Di ba
- Page 85 and 86: hukum (Rechstaat) bukan Negara keku
- Page 87 and 88: ersangkutan dinyatakan bahwa “Pen
- Page 89 and 90: tersebut ditentukan bahwa struktur
- Page 91 and 92: dalam bidang structural dan instrum
- Page 93 and 94: Ada banyak faktor penyebab yang iku
- Page 95 and 96: Profil Singkat PenulisCornelis LayP
- Page 97 and 98: Lambang Trijono memperoleh gelar Ma