Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
164<br />
Bar di Automall, Kawasan Tenda Semanggi, Jakarta<br />
Selatan. Mentog-mentognya, paling nongkrong di<br />
Plaza Senayan atau ke Plaza Semanggi.<br />
Ah, dugaan saya, ternyata salah 180 derajat.<br />
Tahu-tahu, arah mobil yang dikendarai Dicky<br />
melaju di sepanjang jalan Kuningan Raya.<br />
"Kita mo ngupi-ngupi di mana sih?"<br />
"Udah. Lo ikut aja. Dilarang banyak tanya.<br />
Kayak pengacara saja," sergah Dicky.<br />
Sampai di perempatan Monas, saya masih<br />
belum juga mafhum mau dibawa ke mana. Kalau<br />
ambil arah ke kiri, itu berarti menuju ke Kawasan<br />
Kota atau Mangga Besar alias Mabes. Kalau belok<br />
ke kanan, berarti masuk Kawasan Pasar Baru. Lalu<br />
lintas mulai padat merayap. Tapi Dicky tampak<br />
santai-santai saja memegang kemudi.<br />
"Kita mau ke mana sih? Nggak mungkin<br />
dong lo mau bawa gue ke Mabes?"<br />
"Nggak! Kita ke Gunung Sahari. Kita nyobain<br />
tempat baru yang menurut temen-temen gue,<br />
punya pelayanan yang oke banget."<br />
Begitu Dicky menyebut Kawasan Gunung<br />
Sahari, saya langsung teringat sejumlah informasi<br />
yang selama ini sering saya dengar dari beberapa<br />
anak gaul Jakarta.<br />
Selama beberapa tahun terakhir di kawasan<br />
itu, ada beberapa tempat pelesir cinta, mulai<br />
dari sauna, salon, KTV, gym sampai hotel yang<br />
menawarkan menu seks dengan inovasi baru.<br />
Seperti seks instan di private-whirlpool dengan<br />
dua atau tiga cewek, sexy-sex-sbow di KTV, pijat<br />
seks dengan menu gadis-gadis impor dan Iain-<br />
lain. Sejauh ini, saya baru dengar dari mulut ke<br />
mulut saja tanpa pernah membuktikannya secara<br />
langsung. Makanya, begitu Dicky melajukan<br />
mobilnya di sepanjang Jalan Gunung Sahari, saya<br />
mulai menebak-nebak. Hotel, sauna, tempat pijat,<br />
salon, atau malah di sebuah apartemen.<br />
Tiba di sebuah perempatan besar, traffic light<br />
menyembulkan warna merah. Antrean panjang<br />
segera terjadi. Kami berada di deretan tengah, kira-<br />
kira lima mobil dari depan. "Duh, Jakarta memang<br />
tiada hari tanpa macet," gerutu saya dalam hati.<br />
"Masih jauh, Dick?" tanya saya tak sabar.<br />
"Nggak. Udah nyampe. Tempatnya udah<br />
keliatan tuh," jawab Dicky sambil menunjuk<br />
sebuah hotel berinisial G berwarna keemasan<br />
165