11.06.2013 Views

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

khalwat (mesum) Aceh (atau secara harfiah, hukum “perbuatan bersunyi-sunyian<br />

(ketidaksenonohan)”; selanjutnya disebut “Hukum Khalwat”). Pelanggarnya dapat dihukum<br />

cambuk dan/atau didenda hingga Rp 10 juta.<br />

Banyak orang di Aceh memahami bahwa Hukum khalwat hanya melarang perzinahan,<br />

pemahaman ini didukung oleh Gubernur Aceh yang mengatakan bahwa hanya perzinahan<br />

yang boleh dituntut. Akan tetapi, hukum ini kerap diartikan secara luas dan telah berulang<br />

kali diterapkan untuk jenis perilaku yang beragam. Petugas Wilayatul Hisbah<br />

menginterpretasikan hukum ini secara luas hingga mencakup larangan bagi dua orang<br />

berjenis kelamin berbeda yang tidak menikah atau memiliki hubungan darah untuk hanya<br />

duduk dan berbicara di ruang “sepi,” terlepas dari apakah ada bukti keintiman atau tidak.<br />

Banyak pelanggaran serius atas nama Hukum khalwat yang didokumentasikan oleh Human<br />

Rights Watch terjadi pada individu-individu yang awalnya ditahan. Dalam sebuah kasus<br />

yang sangat ekstrim, petugas-petugas WH menahan Nita, 20, semalaman di Langsa dengan<br />

tuduhan “perbuatan bersunyi-sunyian” setelah mereka menemukan dia dan pacarnya<br />

mengendarai motor di sebuah jalan yang sepi; selama penahanannya, sejumlah petugas<br />

WH menginterogasinya secara agresif dan tiga (3) orang di antara mereka memperkosanya.<br />

Kepala WH setempat kemudian diganti, dan dua (2) dari petugas WH yang dituduh<br />

memperkosa diadili, divonis, dan dihukum penjara. Meskipun patut dihargai bahwa<br />

perkosaan tersebut diselidiki dan diproses seara hukum, pihak berwenang tidak mengambil<br />

langkah-langkah preventif untukmengekang praktek-praktek yang mengarah pada<br />

penahanan orang-orang seperti Nita.<br />

Dalam pembelaannya, petugas WH mengatakan bahwa mereka kadang-kadang memaksa<br />

perempuan dan anak perempuan memberikan hasil pemeriksaan keperawanan, dan dalam<br />

beberapa kasus, memaksa tersangka agar setuju untuk menikah. Kedua praktik tersebut<br />

melanggar hukum hak asasi internasional.<br />

Menurut petugas WH, mayoritas dari mereka yang ditangkap dan ditahan atas kecurigaan<br />

“perbuatan bersunyi-sunyian” tidak pernah secara formal didakwa, apalagi dituntut dalam<br />

sistem pengadilan Syariah. Sebaliknya, WH menyerahkan tersangka kepada pengawasan<br />

anggota keluarga; kerap kali surat permintaan maaf yang ditandatangani oleh individu yang<br />

ditahan dapat digantikan dengan jaminan yang ditandatangani oleh seorang anggota<br />

keluarga yang menyatakan bahwa ia akan memastikan tersangka tidak akan melakukan<br />

kesalahan serupa lagi, dan kadang-kadang disertai dengan pembayaran denda. Kepala WH<br />

Aceh, Marzuki Abdullah, mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa banyak orang<br />

yang ditahan atas dasar “perbuatan bersunyi-sunyian” adalah anak-anak di bawah umur.<br />

3 Human Rights Watch | Desember 2010

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!