indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
dan privasi perempuan dan anak perempuan. 95 Tindakan semacam itu juga tidak diperlukan,<br />
karena tidak ada alasan medis atau forensik yang sah dan dapat diterima atas<br />
penyelenggaraan tes semacam itu dan hal tersebut diskriminatif terhadap perempuan. 96<br />
Para petugas WH juga menerapkan Hukum Perbuatan Bersunyi-sunyian kepada anak-anak.<br />
Menurut Marzuki, Kepala WH Aceh, “banyak” dari mereka yang ditahan dan diselidiki oleh<br />
WH atas tuduhan melakukan “perbuatan bersunyi-sunyian” berusia, seperti Sri, ”sekitar 17<br />
tahun.” 97 Media-media di Aceh memberitakan beberapa contoh dalam setahun terakhir ini<br />
dimana petugas WH menahan anak-anak berusia antara 15 dan 18 tahun atas tuduhan<br />
“perbuatan bersunyi-sunyian.” 98 Penahanan anak-anak atas tuduhan bahwa mereka telah<br />
melanggar Hukum Perbuatan Bersunyi-sunyian sangat bermasalah menurut hukum hak<br />
asasi manusia, yang sebagaimana hukum nasional Indonesia, menyatakan bahwa anakanak<br />
boleh ditahan “hanya sebagai upaya terakhir.” 99<br />
Stigmatisasi dan Dampak Lain Akibat Pelarangan “Perbuatan Bersunyisunyian”<br />
Baik perempuan dan laki-laki yang ditahan oleh WH atau polisi atas tuduhan “perbuatan<br />
bersunyi-sunyian” mengalami berbagai konsekuensi sosial, personal dan profesional yang<br />
negatif paska pembebasannya. Konsekuensi-konsekuensi tersebut termasuk stigmatisasi,<br />
95<br />
Lihat Laporan Interim Pelapor Khusus kepada Komisi Hak Asasi Manusia terkait pertanyaan tentang penyiksaan dan<br />
perlakuan atau hukum lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, A/55/290, 11 Agustus 2000,<br />
http://www.un.org/documents/ga/docs/55/a55290.pdf (diakses pada tanggal 13 Mei 2010), hlm. 7 (temuan bahwa tes<br />
keperawanan adalah bentuk penyiksaan yang spesifik jender).<br />
96<br />
Tes keperawanan adalah pemeriksaan ginekologis yang dilakukan untuk menetapkan status selaput dara (hymen) dimana<br />
robeknya selaput dara, terlepas dari apakah hal tersebut akibat hubungan seksual atau tidak, dianggap sebagai tanda hilangnya<br />
keperawanan. Pemeriksaan selaput dara ini tidak memiliki landasan hukum atau medis, dan sebaliknya menunjukkan asumsi<br />
yang salah terhadap status keperawanan korban dan kesalahpahaman yang sering didapati terkait pembuktian keperawanan<br />
secara medis. Para ahli membenarkan bahwa kondisi selaput dara perempuan tidak dapat menjadi indikato yang dapat dipercaya<br />
terkait hubungan seksual yang baru-baru saja dilakukan dan sifat hubungan seksual tersebut, secara sukarela atau tidak. Tingkat<br />
elastisitas, ketahanan dan ketebalan selaput dara, letaknya yang di lubang vagina, dan akibatnya kerentanan untuk robek dan<br />
memar, berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Human Rights Watch, Libya: A Threat to Society? [Libya: Ancaman bagi<br />
Masyarakat?], 27 Februari 2006, http://www.hrw.org/en/node/11468/section/6#_ftn82 (mengutip wawancara dengan Dr. Greg<br />
Larkin, Professor of Emergency Medicine di University of Texas Southwestern Medical Center, 14 Februari 2006) (diakses pada<br />
tanggal 31 Agustus 2010).<br />
97<br />
Wawancara Human Rights Watch dengan Marzuki Abdullah, Kepala WH Aceh, Banda Aceh, 19 Mei 2010.<br />
98<br />
Media melaorkan penangkapan ”perbuatan bersunyi-sunyian” oleh WH selama 2009 dan awal 2010 dan mencatat bahwa<br />
kadang-kadang setidaknya salah seorang dari pasangan yang ditangkap berusia di bawah 18 tahun. “WH Pergoki Pasangan<br />
Mesum dalam Bus Sekolah,” Serambi Indonesia, 29 April 2009 (perempuan berusia 16 tahun ditangkap di Sabang); “4 Pria 1<br />
Wanita Diarak Warga,” Serambi Indonesia, 1 Desember 2009 (perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki berusia 15, 17 dan 18<br />
ditangkap di Aceh Tengah); “Pekerja Salon Garap Brondong,” Serambi Indonesia, 22 Februari 2010, (laki-laki berusia 17 tahun<br />
ditangkap).<br />
99<br />
Konvensi tentang Hak-hak Anak (CRC), diadopsi pada tanggal 20 November 1989, G.A. Res. 44/25, annex, 44 U.N. GAOR<br />
Supp. (No. 49) di 167, U.N. Doc. A/44/49 (1989), mulai berlaku pada tanggal 2 September 1990, Pasal 37(b); UU No. 39/1999<br />
tentang Hak Asasi Manusia, pasal 66.<br />
43 Human Rights Watch | Desember 2010