indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
internasional. Komite Hak Asasi Manusia, badan yang bertugas mengartikan Kovenan<br />
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh<br />
Indonesia, menetapkan bahwa hubungan atas dasar kesepakatan bersama (konsensus)—<br />
baik yang bersifat seksual atau lainnya—antara dua orang dewasa secara pribadi<br />
merupakan aspek hak atas privasi yang dilindungi.<br />
Hukum hak asasi manusia juga menjamin hak seseorang untuk menjalankan<br />
agama/keyakinannya dan hak kebebasan berekspresi. Pembatasan apapun atas hak-hak ini<br />
harus memiliki tujuan yang sah, diterapkan secara tidak sewenang-wenang maupun<br />
diskriminatif, dan luas dan dampak pembatasan apapun harus sebanding dengan tujuan<br />
tersebut. Walaupun perlindungan keamanan dan moral publik adalah tujuan pemerintah yang<br />
dapat dibenarkan, larangan “perbuatan bersunyi-sunyian” di Aceh tidak diperlukan untuk<br />
mencapai tujuan tersebut dan merupakan respon berlebihan terhadap masalah yang ingin<br />
diatasi. Melarang hubungan pribadi apapun antara laki-laki dan perempuan yang tidak<br />
menikah atau tidak memiliki hubungan darah benar-benar membatasi hak-hak laki-laki dan<br />
perempuan atas otonomi dan ekspresi pribadi dan menimbulkan efek negatif berkepanjangan<br />
bagi mereka yang dituduh melanggarnya, dan khususnya bagi perempuan, yang mengalami<br />
stigmatisasi dari masyarakat sekitarnya sebagai akibat adanya peraturan tersebut.<br />
Persyaratan di Aceh yang mewajibkan semua umat Muslim mengenakan busana Islami juga<br />
melanggar hak-hak individu atas otonomi pribadi, ekspresi, dan kebebasan beragama,<br />
berpikir dan hati nurani. Persyaratan tersebut seolah-olah dirancang oleh mereka yang<br />
mendukung penerapan Syariah untuk melindungi perempuan dari kekerasan yang main<br />
hakim sendiri; akan tetapi, hal tersebut tidak diperlukan dan merupakan respon berlebihan<br />
terhadap tindakan kekerasan seperti itu. Para petinggi di Aceh tidak dapat menunjukkan<br />
bukti bahwa dengan memaksa perempuan mengenakan jilbab dan pakaian yang<br />
menyembunyikan bentuk badan, tujuan pengurangan atau penghapusan kekerasan<br />
terhadap perempuan dapat tercapai. Terlebih, dalam memenuhi tugasnya untuk melindungi<br />
orang-orang dari kekerasan dan khususnya untuk mencegah kekerasan terhadap<br />
perempuan, Negara seharusnya menyasar pada perilaku para pelaku kekerasan, bukan<br />
menafikan hak-hak mendasar korban kekerasan.<br />
Para petinggi pemerintahan dan para ahli hukum Islam di Aceh yang diwawancarai oleh<br />
Human Rights Watch memliki pendapat berbeda tentang isu hak asasi manusia yang<br />
diasosiasikan dengan penerapan hukum Syariah sebagaimana diidentifikasikan dalam<br />
laporan ini. Mereka yang membela hukum tentang khalwat dan busana Islami berargumen<br />
bahwa hukum-hukum tersebut merupakan pembatasan yang dapat ditoleransi dalam<br />
lingkup hak asasi masyarakat di Aceh karena hukum-hukum tersebut bertujuan untuk<br />
9 Human Rights Watch | Desember 2010