11.06.2013 Views

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

para petugas WH mengambil kartu identitas mereka dan mengatakan bahwa mereka harus<br />

lapor ke kantor untuk mengambil identitas mereka dan menerima “bimbingan” dua hari<br />

kemudian. Sofyan menjadi marah, mengatakan kepada WH bahwa mereka boleh menahan<br />

identitasnya, dan sebagai reaksinya, WH menahan mereka. Fatimah memberitahu Human<br />

Rights Watch, “Saya dituduh melakukan ‘perbuatan bersunyi-sunyian’, tetapi saya berada di<br />

tempat publik. [Kemudian,] saya kembali dan saya menghitung jarak antara tempat saya<br />

duduk dan penjual—saya berada 15 langkah dari mereka. Itu bukan tempat sepi, dan ada<br />

lampu, dan ada banyak orang. Saya hanya korban dari situasi.” 77<br />

Zuhriyah, 26, menceritakan bagaimana pada tanggal 1 Mei 2010 pada sore hari WH<br />

mendekati dia dan pacarnya ketika mereka sedang duduk di sebuah warung di pantai di<br />

Banda Aceh, makan mi, dengan sebuah tas memisahkan mereka. Kedua petugas WH<br />

menanyakan apakah mereka menikah dan meminta bukti surat nikah. Ketika mereka tidak<br />

dapat menunjukkan dokumen tersebut, WH mengatakan kepada mereka bahwa mereka<br />

tidak boleh duduk bersama dan bahwa mereka harus pergi. Mereka pindah ke sisi lain meja<br />

tersebut dan berusaha meneruskan makan mereka, tetapi petugas-petugas WH melihatnya<br />

dan berjalan kembali ke arah mereka, sehingga mereka akhirnya meninggalkan pantai. 78<br />

Tindakan-tindakan penegakan yang semacam ini, meskipun tidak berakhir dengan<br />

penahanan, menyebabkan kebingungan dan kemarahan pihak-pihak yang terkena. Zuhriyah<br />

mengatakan kepada Human Rights Watch, “[Pacar saya dan saya] tidak melakukan apapun.<br />

Kami hanya mengobrol. Bukankah kami boleh duduk dan berbicara satu sama lain?” 79<br />

Interpretasi luas atas terminologi “perbuatan bersunyi-sunyian” oleh WH membuat orang<br />

takut ditangkap karena tindakan-tindakan sepele. Fatimah mengatakan kepada Human<br />

Rights Watch, “Perda tersebut membuat saya tidak nyaman dan hati-hati … kalau kita harus<br />

menghabiskan seluruh waktu kita dengan orang yang memiliki hubungan darah atau<br />

perkawinan, hidup akan menjadi sulit. Dan tidak ada definisi apa yang dimaksud ‘tempat<br />

sepi,’ atau apa yang dimaksud ‘jam sepi’. Itu artinya sewenang-sewenang—tergantung pada<br />

apa yang diinterpretasikan oleh WH.” 80 Dewi, seorang jurnalis dari Banda Aceh, mencatat<br />

bahwa ketidakjelasan definisi “perbuatan bersunyi-sunyian” mempermudah orang<br />

menggunakan hukum sebagai alat untuk melakukan pelecehan; ia berkata, “Kalau tidak<br />

77 Wawancara Human Rights Watch dengan “Fatimah,” Banda Aceh, 15 Mei 2010.<br />

78 Wawancara Human Rights Watch dengan “Zuhriyah,” Banda Aceh, 10 Mei 2010.<br />

79<br />

Ibid.<br />

80<br />

Wawancara Human Rights Watch dengan “Fatimah,” Banda Aceh, 15 Mei 2010.<br />

Menegakkan Moralitas 38

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!