11.06.2013 Views

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sunyian” didefinisikan secara luas dan ambigu dalam Qanun No. 14/2003. Ambiguitas ini<br />

membuka pintu terhadap penerapan hukum secara sewenang-wenang.<br />

Tujuan Qanun tersebut tampaknya adalah untuk mencegah perzinahan dan hubungan<br />

seksual di luar perkawinan: pada Pasal 2, peraturan daerah (Perda) menyatakan bahwa<br />

larangan “perbuatan bersunyi-sunyian” berlaku untuk “segala kegiatan, perbuatan dan<br />

keadaan yang mengarah kepada perbuatan zinah.” 75 Definisi “perbuatan bersunyi-sunyian”<br />

memang diberikan dalam Perda tersebut, tetapi tidak jelas dan luas, dan WH maupun warga<br />

sipil memberlakukan Perda tersebut untuk berbagai tindakan, termasuk duduk bersama di<br />

warung dan tempat-tempat rekreasi, mengobrol di dalam rumah, dan bepergian bersama<br />

dengan menggunakan motor.<br />

Sebagian masalahnya terletak pada pendefinisian awal tentang apa yang dimaksudkan<br />

dengan pelanggaran. Qanun No. 14/2003, pada Pasal 1(20) mendefinisikan khalwat (mesum)<br />

sebagai sebuah pelanggaran tunggal—walaupun kata “khalwat” diterjemahkan menjadi<br />

“perbuatan bersunyi-sunyian” dan kata “mesum” diterjemahkan menjadi<br />

“ketidaksenonohan.” Qanun No. 14/2003 hanya mendefinisikan khalwat (“perbuatan<br />

bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan<br />

muhrim atau tanpa ikatan perkawinan”) dan tidak mendefinisikan mesum. 76<br />

Petugas-petugas WH mengartikan Perda tersebut menjadi: pasangan yang terlibat dalam<br />

tingkah laku yang diyakini oleh seorang petugas WH secara subyektif “dapat mengarah”<br />

pada hubungan seksual telah melanggar hukum.<br />

Fatimah, seorang pegawai negeri sipil berusia 37 tahun, menceritakan kepada Human Rights<br />

Watch pengalamannya di Banda Aceh pada bulan November 2009 yang menunjukkan<br />

bagaimana penegakan hukum yang sewenang-wenang dapat terjadi. Pada suatu malam<br />

sekitar pukul 20.00, Fatimah, yang berasal dari daerah lain dan berada Banda Aceh untuk<br />

bekerja, beserta rekan kerjanya, Sofyan, seorang jurnalis yang baru saja ia temui, pergi ke<br />

sebuah daerah pelabuhan terkenal untuk duduk dan makan jagung bakar. Mereka sedang<br />

menunggu seorang rekan lain yang akan menghubungi mereka. Ketika mereka makan, para<br />

petugas WH mendatangi mereka dan menanyakan apakah mereka sudah menikah dan<br />

memiliki surat nikah. Ketika Fatimah dan Sofyan mengatakan bahwa mereka tidak menikah,<br />

75<br />

Qanun No. 14/2003 tentang Khalwat, Pasal 2.<br />

76<br />

Perzinahan adalah tindak pidana berdasarkan hukum nasional Indonesia, sesuai dengan Pasal 284 Kitab Undang-undang<br />

Hukum Pidana, walaupun polisi hanya diizinkan menerapkan hukum jika pasangan yang terkena dampaknya mengajukan<br />

pengaduan kepada polisi dalam jangka waktu tiga (3) bulan diikuti dengan pengajuan perceraian atau perpisahan akibat<br />

perzinahan tersebut.<br />

37 Human Rights Watch | Desember 2010

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!