indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
esar-besaran hingga Mei 2004. 24 Bencana alam tsunami menimpa Aceh pada tanggal 26<br />
Desember 2004, membunuh lebih dari 130.000 orang di Aceh dan menyisakan kehancuran<br />
fisik yang sangat besar setelahnya. 25 Dalam jangka waktu satu bulan, para perwakilan GAM<br />
dan Pemerintah Indonesia, yang saat ini dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,<br />
memulai serangkaian negosiasi damai yang kemudian mengarah pada penandatanganan<br />
Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU) di Helsinki, Finlandia, pada bulan<br />
Agustus 2005, yang mengakhiri konflik berpuluh-puluh tahun. Persyaratan dalam MOU<br />
Helsinki diintegrasikan dalam hukum nasional pada tahun 2006 dalam Undang-undang No.<br />
11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA). 26<br />
Baik penyelesaian konflik berkepanjangan antara Pemerintah Pusat dan GAM maupun upaya<br />
pemindahan dan bantuan kemanusiaan besar-besaran paska tsunami membawa perubahan<br />
signifikan bagi masyarakat Aceh. Berakhirnya konflik memungkinkan kebebasan bergerak<br />
yang lebih luas bagi masyarakat dari segala tingkatan umur dan mengakhiri pembatasan<br />
informasi yang masuk maupun keluar dari provinsi tersebut. Beberapa pengamat mengatakan<br />
bahwa hilangnya pembatasan informasi dan berita dari Jakarta dan dunia dalam waktu<br />
singkat ini didukung oleh pelonjakan jumlah pekerja bantuan asing, yang secara signifikan<br />
meliberalkan wajah Aceh, khususnya kaum mudanya. 27 Desakan yang makin meningkat<br />
terhadap penerapan Syariah yang mengikuti fenomena tersebut dianggap sebagai reaksi dari<br />
masuknya pengaruh luar—khususnya dari Barat—paska konflik dan paska tsunami di Aceh. 28<br />
Memang, bahkan ketika perundingan damai Helsinki sedang berjalan, para petugas WH<br />
berubah dari hanya “menyarankan” para terduga pelanggar tentang persyaratan dalam qanun<br />
24<br />
Selama periode tersebut, Human Rights Watch mencatat peningkatan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan<br />
Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran tersebut termasuk eksekusi ekstra-yudisial, penghilangan paksa, pemukulan, penangkapan<br />
dan penahanan sewenang-wenang, dan pembatasan drastis kebebasan bergerak. Human Rights Watch, Aceh at War: Torture, Ill-<br />
Treatment, and Unfair Trials [Aceh di Masa Perang: Penyiksaan, Perlakuan Buruk dan Pengadilan yang Tidak Adil], 26 September<br />
2004, http://www.hrw.org/en/node/11979/section/5 (diakses pada tanggal 31 Agustus 2010). Sejak saat itu, situasi diturunkan<br />
menjadi “darurat sipil.”<br />
25<br />
Kingsbury, Peace in Aceh [Damai di Aceh], hlm. 20.<br />
26<br />
Tidak seperti MOU Helsinki, yang mengizinkan Aceh merancang kitab hukum pidana berdasarkan perjanjian-perjanjian hak<br />
asasi internasional, UU PA mengizinkan penerapan Syariah tanpa adanya rujukan kepada standar hak asasi manusia<br />
internasional. UU No. 11/2006, Pasal 127, 244. MOU Helsinki (15 Agustus 2005), Pasal 1.4.2, dimuat kembali dalam Kingsbury,<br />
Peace in Aceh [Damai di Aceh], hlm. 199-208.<br />
27<br />
Orlando Guzman, “Indonesia: After the Wave [Indonesia: Paska Gelombang],” Frontline World, 26 Juni 2007,<br />
http://www.pbs.org/frontlineworld/stories/indonesia605/reporters_diary.html (diakses pada tanggal 31 Agustus 2010) (“Selama<br />
bertahun-tahun Aceh tertutup dari bagian dunia lain, dan remaja sebaiknya tetap berada di dalam rumah pada malam hari akibat<br />
pertempuran yang terjadi. Seiring damai, hadir pula suasana yang lebih liberal dan riang, dan kaum muda Aceh sekarang<br />
mengadaptasinya. Orang muda Aceh sekarang memiliki pacar, dan mereka meninggalkan jilbab mereka sesuai dengan mode<br />
populer global.”).<br />
28<br />
Eliza Griswold, The Tenth Parallel [Pararel Kesepuluh] (2010), hlm. 193-94.<br />
Menegakkan Moralitas 18