11.06.2013 Views

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

indonesia1210inWeb

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

menganggap ini sebagai bagian dari fungsi “pembinaan”; ia mengatakan, “Jika mengakui<br />

sudah berhubungan badan, WH menganjurkan, terutama kepada pihak keluarga untuk<br />

menikahkan saja, demi masa depan mereka. Pernikahan bukanlah sanksi hukum atau sanksi<br />

adat, namun itu bisa dijadikan tawaran untuk solusi pembinaan kepada tersangka.” 91 Tidak<br />

jelas bagaimana dan apakah WH dapat memastikan bahwa pasangan-pasangan yang sepakat<br />

untuk menikah benar-benar melakukannya. Akan tetapi, Siti memberitahu Human Rights<br />

Watch bahwa setelah dia dan Ahmad awalnya bersedia menikah di bawah tekanan WH, dia<br />

yakin bahwa pernikahan tersebut akan diadakan seketika itu juga.<br />

Budiyono, Kepala Pengembangan Hukum Polisi Daerah (Polda) Aceh, mengatakan kepada<br />

Human Rights Watch bahwa polisi tetap tidak yakin tentang tindakan-tindakan yang boleh<br />

mereka lakukan ketika mereka menyelidiki tersangka pelanggar hukum Syariah, tapi dia<br />

menganggap bahwa pernikahan paksa adalah sebuah kejahatan. Hal ini sesuai dengan<br />

hukum hak asasi manusia, yang jelas mewajibkan negara melindungi hak seseorang untuk<br />

menikah hanya atas persetujuan mereka sepenuhnya dan tanpa tekanan, hak yang<br />

dilanggar ketika para petugas penegak hukum mengkondisikan pembebasan tersangka<br />

pelanggar hukum dari tahanan bila mereka sepakat untuk menikah. 92<br />

Pelanggaran-pelanggaran Lain: Tes Keperawanan dan Penerapan Hukum<br />

tentang Khalwat terhadap Anak-anak<br />

Kepala WH Aceh, Marzuki, juga mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa sebagai<br />

bagian dari penyelidikan mereka atas kasus-kasus “perbuatan bersunyi-sunyian,” para<br />

petugas WH dapat dan dalam banyak kasus meminta tersangka perempuan melakukan tes<br />

keperawanan. 93 Mohammad Nazar, Wakil Gubernur Aceh, mengatakan kepada Human Rights<br />

Watch bahwa menurutnya, wajar jika WH meminta para tersangka “perbuatan bersunyisunyian”<br />

melakukan tes keperawanan, walaupun menurutnya hal tersebut “jarang” terjadi. 94<br />

Hukum hak asasi manusia melarang pihak berwenang negara meminta perempuan<br />

melakukan tes keperawanan semacam itu karena hal tersebut melanggar hak integritas fisik<br />

91<br />

“Berduaan dalam Toko, Sepasang Kekasih Ditangkap,” Serambi Indonesia, 24 Juni 2010.<br />

92<br />

Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), dalam Pasal 16(1)(b) secara<br />

spesifik mensyaratkan bahwa negara-negara harus melindungi hak perempuan untuk memasuki pernikahan hanya atas<br />

persetujuan bebas dan sepenuhnya dari mereka. CEDAW, diadopsi pada tanggal 18 Desember1979, G.A. Res. 34/180, U.N.<br />

GAOR Supp. (No. 46) di 193, U.N. Doc A/34/36, mulai berlaku pada tanggal 3 September 1981. Indonesia meratifikasi CEDAW<br />

pada tahun 1984. Komite untuk Hak-hak Anak, Komentar Umum No. 3, CRC/GC/2003/3, 17 Maret 2003, paragraf 11.<br />

93<br />

Wawancara Human Rights Watch dengan Marzuki Abdullah, Kepala WH Aceh, Banda Aceh, 19 Mei 2010.<br />

94 Wawancara Human Rights Watch dengan Mohammad Nazar, Wakil Gubernur Aceh, Banda Aceh, 18 Mei 2010.<br />

Menegakkan Moralitas 42

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!