indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
indonesia1210inWeb
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
judi. 13 Peraturan-peraturan ini tidak dijalankan oleh Pemerintah Provinsi, 14 tetapi sejak bulan<br />
April 1999, muncul berbagai laporan yang mengatakan bahwa beberapa kelompok laki-laki di<br />
Aceh menegakkan peraturan ini secara main hakim sendiri melalui “razia jilbab,” yang<br />
menyasar pada perempuan-perempuan yang tidak mengenakan jilbab, melakukan pelecehan<br />
verbal, menggunting rambut atau pakaian mereka, dan melakukan aksi kekerasan lain<br />
terhadap mereka. 15 Frekuensi terjadinya kejadian-kejadian semacam ini maupun<br />
penyerangan-penyerangan lainnya terhadap individu-individu yang dianggap melanggar<br />
prinsip-prinsip Syariah tampaknya meningkat paska dikeluarkannya UU No. 44/1999 dan<br />
peraturan-peraturah Gubernur terkait Syariah. 16<br />
Paska pengesahan UU Otonomi Khusus pada tahun 2001, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh<br />
(DPRA) mengesahkan serangkaian qanun (“peraturan daerah,” terminologi Arab yang<br />
digunakan untuk memberi ciri khas bagi semua peraturan daerah yang disahkan di Aceh,<br />
tidak hanya terbatas pada peraturan yang terkait dengan Syariah) yang mengatur tentang<br />
pelaksanaan Syariah. Lima (5) qanun disahkan antara tahun 2002-2004 yang berisi hukuman<br />
pidana atas pelanggaran Syariah: Qanun No. 11/2002 tentang penerapan Syariah dalam<br />
aspek “kepercayaan (aqidah), ritual (ibadah), dan penyebaran (syiar) Islam,” yang meliputi<br />
persyaratan busana Islami; Qanun No. 12/2003 melarang konsumsi dan penjualan alkohol;<br />
Qanun No. 13/2003 melarang perjudian; Qanun No. 14/2003 melarang “perbuatan bersunyisunyian”;<br />
dan Qanun No. 7/2004 tentang pembayaran zakat. Aturan-aturan tersebut<br />
mencakup sejumlah ketentuan yang membedakannya dari hukum pidana yang diterapkan di<br />
tempat lain di Indonesia. Kecuali perjudian, tidak ada tindak pidana semacam ini yang<br />
dilarang di luar Aceh. Tanggung jawab penegakan qanun terletak pada Kepolisian Nasional<br />
dan pasukan polisi khusus Syariah yang hanya terdapat di Aceh, atau yang dikenal sebagai<br />
Wilayatul Hisbah (WH, “Pihak Berwenang Syariah”). Semua qanun mengatur penalti, meliputi<br />
denda, hukuman penjara, dan cambuk, sebuah bentuk penghukuman yang tidak dikenal di<br />
sebagian besar daerah di Indonesia. 17<br />
13<br />
Keputusan Gubernur No.451.1/21249 (disahkan pada tanggal 6 September 1999, mulai berlaku sejak 23 September 1999)<br />
(memerintahkan semua perempuanpegawai pemerintahan mengenakan busana Islami). Miller, hlm. 54.<br />
14<br />
International Crisis Group, Aceh: Can Autonomy Stem the Conflict? [Aceh: Dapatkan Otonomi Membendung Konflik?], ICG Asia<br />
Report No. 18, 27 Juni 2001, hlm. 10. Lihat juga Perda No. 5/2000 tentang Pelaksanaan Syariah Islam. Tampaknya Perda ini tidak<br />
diberlakukan karena kurangnya dana. Ibid.<br />
15<br />
Miller, hlm. 55. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Peta Kekerasan: Pengalaman<br />
Perempuan Indonesia (Jakarta: 2002), hlm. 239 (mengutip laporan pada tahun 2000 tentang perempuan yang menjadi korban<br />
kekerasan “razia jilbab” yang dilakukan oleh sekelompok pemuda yang menggunting rambut mereka, menyirami mereka dengan<br />
cat, dan melakukan pelecehan seksual kepada mereka).<br />
16<br />
Miller, hlm. 55.<br />
17 Qanun No. 14/2003 tentang “perbuatan bersunyi-sunyian” mengizinkan pemberlakuan hukuman cambuk antara 3-9 kali,<br />
dan/atau denda antara Rp 2,5-10 juta. Pasal 22(1). Cambuk juga diizinkan sebagai hukuman bagi kejahatan-kejahatan seperti<br />
perzinahan dan perjudian di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, walaupun sepertinya hukuman ini belum sering<br />
Menegakkan Moralitas 16