Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
JEJAK AGUNG<br />
Bicara tentang Shaolin, setiap orang pasti tahu<br />
tentang ketenaran ilmu bela dirinya, dengan jurusjurus<br />
kungfu mempesona yang diperagakan oleh para<br />
bhiksu Buddhis. Konon, kungfu Shaolin ini berasal<br />
dari YA. Bhiksu Bodhidharma, yang juga dikenal<br />
sebagai pendiri Buddhisme Chan (Zen) Tiongkok.<br />
Siapakah sebenarnya Bodhidharma? Bagaimana figur<br />
ini menaburkan benih metode ajaran Chan hingga<br />
tumbuh subur dan berpengaruh besar terhadap<br />
perkembangan Buddhisme Tiongkok?<br />
Berikut di bawah ini mari kita simak kisah<br />
perjalanan figur Bodhidharma sebagaimana tercatat<br />
dalam Jingde Chuandeng Lu (Catatan Transmisi<br />
Lentera era Jingde). Kisah-kisah beliau juga<br />
dikompilasi dari Wudeng Huiyuan (Kompilasi Lima<br />
Lentera), Lidai Fabao Ji (Catatan Permata Dharma<br />
dari Generasi ke Generasi), dan Zutang Ji (Antologi<br />
Aula Sesepuh).<br />
Pangeran Bijak dari Kanchipura<br />
Cuplikan kisah kita awali dari perjalanan Bhiksu<br />
YA. Prajnatara mencari murid penerus.<br />
YA. Prajnatara, sekitar abad ke 5 M, yang sedang<br />
melakukan perjalanan mencari murid penerusnya,<br />
tiba di Kanchipura, ibukota kerajaan Pallava di India<br />
Selatan. Kedatangannya disambut dengan penuh<br />
hormat oleh raja, seorang umat Buddha yang tulus.<br />
Tidak saja haus akan wejangan Dharma dari YA.<br />
Prajnatara, raja bahkan telah mempersiapkan salah<br />
satu pusaka kerajaan yang sangat berharga sebagai<br />
dana persembahan. Akan tetapi, Bhiksu Prajnatara<br />
berkunjung ke Kanchipura bukan demi pusaka<br />
duniawi. Prajnatara yang telah banyak memberi<br />
bimbingan kepada para siswa, sedang mencari<br />
permata yang sejati, yakni seorang siswa penerus<br />
silsilah ajaran pencerahan langsung yang diturunkan<br />
dari Buddha Sakyamuni.<br />
Pusaka kerajaan yang disiapkan oleh raja adalah<br />
sebutir mutiara yang tak ternilai harganya. Saat<br />
raja memberi dana persembahan mutiara ini, tiga<br />
pangeran turut menyaksikannya. Ketiga pangeran itu<br />
adalah Chandravimalatara, Punyatara dan Bodhitara.<br />
Setelah menerimanya, Prajnatara bertanya<br />
kepada tiga pangeran itu, “Lihatlah, mutiara yang<br />
memancarkan cahaya gemilang dan berwujud bulat<br />
sempurna ini, apakah ada mustika lain di dunia ini<br />
yang dapat mengalahkannya?<br />
Pangeran Chandravimalatara segera menjawab,<br />
“Mutiara ini pastilah yang tertinggi nilainya di<br />
antara 7 permata. Tak diragukan lagi, seandainya<br />
SINAR DHARMA<br />
bukan karena reputasi pencapaian Dharma Yang<br />
Ariya miliki, siapa lagi yang berhak menerimanya?”<br />
Pangeran Punyatara juga memberi jawaban<br />
yang sama. Raja merasa sangat puas mendengar<br />
penjelasan kedua pangeran, ini mengindikasikan<br />
bahwa dana persembahannya sudah tepat sekali.<br />
Bagi Prajnatara sendiri, ini adalah jawaban yang<br />
tidak pada tempatnya, namun beliau menyadari ini<br />
adalah hal yang wajar karena tidak ada yang sanggup<br />
menangkap maksud sebenarnya dari pertanyaannya.<br />
Saat raja dan dua pangeran masih terbuai dalam<br />
kepuasan dari apa yang mereka pikir sebagai<br />
jawaban yang tepat, tiba-tiba Pangeran Bodhitara<br />
angkat bicara.<br />
“Ini adalah mustika duniawi, belum pantas<br />
disebut sebagai yang terunggul.<br />
Di antara semua mustika, mustika Dharma adalah<br />
yang terunggul.<br />
Ini adalah cahaya duniawi, belum pantas disebut<br />
sebagai yang terunggul.<br />
99<br />
SINAR DHARMA / 99