22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

DHARMA TEACHING<br />

bentuk’ maka akan mencapai kondisi ‘tiada keinginan’<br />

terhadap segala sesuatu yang bersifat duniawi,<br />

dengan demikian ‘tiada perbuatan’ menanam benih<br />

kelahiran dan kematian yang dilakukan. Inilah yang<br />

disebut sebagai ‘tiada bentuk’, ‘tiada keinginan’<br />

dan ‘tiada perbuatan’.<br />

Tetapi juga bukan berarti ada suatu kondisi nyata<br />

tentang ‘tiada bentuk’, ‘tiada keinginan’ dan ‘tiada<br />

perbuatan’ yang bisa kita dapatkan, atau sesuatu<br />

yang ‘kosong’ yang dapat kita capai. Karena dengan<br />

mengejar ‘kekosongan’ sebagai kondisi ‘kosong<br />

hampa tak ada apapun’, maka kita sama seperti<br />

orang bodoh yang meminta ‘tidak ada’.<br />

Dengan kata lain, ‘tiada bentuk’, ‘tiada keinginan’<br />

dan ‘tiada perbuatan’ ataupun ‘kekosongan’ itu<br />

adalah kondisi tingkatan batiniah yang tidak lagi<br />

terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal duniawi<br />

yang dapat menyeret kita tenggelam dalam samudera<br />

penderitaan.<br />

57. PERUMPAMAAN MENENDANG MULUT<br />

SESEPUH<br />

Dahulu kala ada seorang sesepuh yang kaya raya<br />

dan terhormat. Orang-orang di sekitarnya berharap<br />

dapat mengambil hati orang kaya itu, mereka semua<br />

sangat menghormatinya.<br />

Ketika sesepuh kaya itu meludah ke tanah,<br />

orang-orang yang melayaninya segera menginjak<br />

dan mengeringkan ludahnya. Ada seorang bodoh<br />

yang selalu kalah cepat menginjak ludah sesepuh<br />

itu. Oleh sebab itu dia berpikir, “Kalau menunggu<br />

sesepuh membuang ludah ke tanah, pasti kalah<br />

cepat dengan orang lain. Jadi saya harus lebih dulu<br />

menginjaknya sebelum dia meludahkannya.”<br />

Sebab itu, ketika sesepuh akan meludah,<br />

orang bodoh itu segera mengangkat kakinya dan<br />

menendangkannya tepat ke mulut sesepuh itu,<br />

alhasil bibir sesepuh sobek dan giginya patah.<br />

Sesepuh kemudian bertanya pada orang bodoh<br />

itu, “Mengapa kamu menendang mulut saya?”<br />

Orang bodoh menjawab, “Kalau menunggu Anda<br />

meludah ke tanah, orang-orang di sekitar yang<br />

ingin mengambil hati Anda pasti dengan segera<br />

menginjaknya. Saya juga ingin menginjaknya<br />

tetapi setiap kali selalu kalah cepat. Sebab itu,<br />

ketika ludah masih belum terbuang keluar dari<br />

mulut, saya mengangkat kaki dan menginjaknya,<br />

semoga ini dapat menyenangkan hati Anda.”<br />

Segala sesuatunya harus menunggu waktu yang<br />

tepat. Jika waktunya belum tiba tetapi tetap<br />

bersikeras melakukannya, justru hanya akan<br />

menyusahkan diri sendiri. Karena itulah, kita harus<br />

tahu apakah waktu dan kondisi itu telah matang<br />

atau belum.<br />

SINAR DHARMA<br />

95<br />

SINAR DHARMA / 95

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!