Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
FIGUR BUDDHIS<br />
aku mewariskannya kepadamu. Dengarkanlah sajak<br />
ini:<br />
Landasan batin melahirkan berbagai benih,<br />
Karena fenomena maka muncullah makna<br />
prinsipil.<br />
Buah telah matang bodhi pun telah sempurna,<br />
Bunga-bunga bermekaran di atas dunia.”<br />
Menerima jubah dan mangkok patra sebagai<br />
simbol pewaris Dharma, kini, Bodhidharma adalah<br />
pewaris Dharma sejati generasi ke-28. Bodhidharma<br />
lalu bertanya pada sang guru, “Setelah mewarisi<br />
Dharma, di manakah aku harus melaksanakan tugas<br />
penyebaran Dharma ini?”<br />
“Meskipun telah mewarisi Dharma, engkau belum<br />
saatnya untuk bepergian jauh, tetaplah tinggal di<br />
sini. Baru setelah kemangkatanku selama 67 tahun,<br />
berangkatlah ke negeri Zhendan (Tiongkok). Sebarkan<br />
obat Dharma agung, ajarkan langsung kepada orang<br />
yang berakar kebijaksanaan tinggi, jadi janganlah<br />
pergi terlalu cepat karena malah dapat membuat<br />
ajaran Buddha merosot seketika.”<br />
Menaklukkan Pandangan Sesat<br />
Untuk sementara waktu Bodhidharma mengajar<br />
Dharma di tanah kelahirannya. Pada masa itu,<br />
selain Bodhidharma, terdapat dua orang guru yang<br />
cukup menonjol, yakni Buddhasena dari Kashmir dan<br />
Buddhasanta. Konon Buddhasena dan Bodhidharma<br />
sama-sama belajar meditasi dari aliran Sarvastivada,<br />
namun setelah bertemu dengan Prajnatara, mereka<br />
menjadi praktisi Mahayana. Sedangkan Buddhasanta<br />
dikisahkan telah membuat ajaran terpecah-pecah<br />
menjadi 6 aliran pandangan. Bodhidharma yang<br />
merasa prihatin atas kondisi ini, memutuskan<br />
untuk meluruskan pandangan-pandangan ekstrem<br />
tersebut.<br />
Dengan menggunakan kekuatan batin,<br />
Bodhidharma mengunjungi pusat vihara setiap aliran<br />
itu dan menaklukkan satu demi satu guru-guru 6<br />
aliran itu hingga mereka kembali ke jalur Dharma<br />
sejati. Seketika itu popularitasnya menyebar ke<br />
seluruh India. Selama 60 tahun membabarkan<br />
Dharma di India selatan, sungguh banyak orang yang<br />
dibimbingnya memasuki kehidupan monastik.<br />
Selanjutnya satu kabar yang mencemaskan<br />
kembali muncul menghantui eksistensi ajaran<br />
Buddha, terutama yang dapat mengancam<br />
keberlangsungan Sangha. Kabar baru yang<br />
berhembus itu adalah tentang naiknya raja baru.<br />
Raja tidak tertarik dengan ajaran Buddha bahkan<br />
cenderung mengkritiknya. “Leluhurku mempercayai<br />
agama Buddha yang membuat mereka terperosot ke<br />
jalan sesat. Akibatnya usia mereka tidak panjang,<br />
nasib mereka juga tidak begitu baik. Doktrinnya<br />
mengatakan bahwa Buddha bersemayam dalam diri<br />
kita, untuk apa mencarinya di luar, lalu berbicara<br />
tentang hukum karma atas perbuatan baik dan buruk,<br />
semua ini hanyalah karangan-karangan dari orang yang<br />
sok pintar!” Raja lalu memberi titah bahwa pejabatpejabat<br />
dan kerabat raja terdahulu yang menganut<br />
agama Buddha akan dipecat semua.<br />
Begitulah, karena nilai-nilai ajaran Buddha yang<br />
suci dan halus memang tidak mudah dipahami<br />
oleh segelintir orang. Ini tentu kembali membuat<br />
Bodhidharma prihatin. Beliau tahu bahwa ada dua<br />
orang muridnya memiliki jodoh karma dengan<br />
raja, maka sengaja bertanya, “Sehelai daun telah<br />
menghalangi ruang angkasa, siapa yang sanggup<br />
menyingkirkan daun itu?” Salah satu muridnya,<br />
Zongsheng, mengajukan diri untuk mengemban tugas<br />
ini, tetapi ditolak Bodhidharma. Namun karena merasa<br />
sanggup, secara diam-diam Zongsheng mengunjungi<br />
raja. Ternyata raja tidak serta merta dapat menerima<br />
kata-kata Zongsheng. Maka dalam situasi yang genting<br />
ini, Bodhidharma yang sudah tahu akan kegagalannya,<br />
segera mengutus muridnya yang lain, Parati, untuk<br />
membalikkan situasi.<br />
Dengan ditopang kekuatan batin sang guru,<br />
Parati lalu terbang ke atas angkasa dan mendarat<br />
di hadapan raja. Raja yang masih sedang berdialog<br />
dengan Zongsheng, terperanjat melihat kedatangan<br />
Parati yang mengendarai awan. Raja bertanya, “Yang<br />
datang ini sesat atau lurus?” Parati menjawab, “Aku<br />
tidak bermasalah dengan lurus atau sesat, tetapi aku<br />
datang untuk meluruskan apa yang telah disesatkan.<br />
Bila pikiran raja lurus, maka [tidak akan melihat] aku<br />
sebagai lurus atau sesat.” Parati kemudian dengan<br />
piawai menjelaskan makna Dharma kepada raja, hingga<br />
raja merasa kagum. Merasa penasaran, raja bertanya,<br />
“Kemampuan berbicara anda sungguh hebat, siapakah<br />
guru anda?“ Parati menjawab, “Guruku adalah paman<br />
dari Yang Mulia sendiri, Bodhidharma.” Raja kembali<br />
terperanjat. Sungguh tidak menyangka sama sekali, ia<br />
disadarkan oleh seorang bhiksu yang tidak lain adalah<br />
murid dari pamannya sendiri. Dengan penuh penyesalan<br />
raja berkata, “Sungguh menyesal setelah naik tahta,<br />
tindak-tandukku jauh dari moralitas dan terperosot ke<br />
pandangan sesat, bahkan telah melupakan pamanku<br />
sendiri.” Lalu raja memberi titah untuk mengundang<br />
pamannya, Bodhidharma, ke istana. Setelah bertemu<br />
dengan Bodhidharma, raja menangis dan meminta<br />
maaf atas kesalahannya selama ini. Seketika itu juga<br />
tata tertib Buddha sasana dikembalikan ke situasi<br />
sebagaimana mestinya dan disokong penuh oleh raja.<br />
Tidak lama setelah itu, Bodhidharma merasa<br />
kondisi karmanya telah matang untuk berkunjung ke<br />
SINAR DHARMA<br />
101<br />
SINAR DHARMA / 101