Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
FIGUR BUDDHIS<br />
bahwa kaisar memang tidak akan mengerti. Tetapi dengan<br />
jawaban itu Bodhidharma ingin menunjukkan bahwa semua<br />
kemelekatan itu harus didorong ke jalan tengah. Apa yang<br />
merupakan kemelekatan pada konseptual harus dihadapi<br />
dengan yang tanpa konseptual. Begitulah Bodhidharma<br />
meniadakan apa yang dipandang kaisar sebagai eksis.<br />
Karena kondisi jodoh karma itu belum matang, Bodhidharma<br />
lalu meninggalkan kota Jianye menuju ke wilayah utara,<br />
yakni Dinasti Wei Utara. Konon dikisahkan bahwa dalam<br />
perjalanannya, Bodhidharma menggunakan sebatang rumput<br />
alang-alang sebagai rakit untuk menyeberangi sungai, dikenal<br />
dengan istilah “menyeberangi sungai dengan sebatang alangalang”.<br />
Ketenaran kisah ini bahkan banyak muncul di tangantangan<br />
pelukis dari masa klasik hingga kini.<br />
Dinasti Liang sendiri terdapat seorang bhiksu yang<br />
sangat bijak bernama Baozhi. Kaisar Liang Wudi sering<br />
meminta nasihat dari beliau. Saat pertemuan kaisar dengan<br />
Bodhidharma, bhiksu Baozhi sedang melakukan retret,<br />
sehingga tidak sempat ikut serta dalam pertemuan tersebut.<br />
Sekembalinya dari retret, beliau bertanya pada Kaisar,<br />
“Kabarnya ada bhiksu yang datang dari India, di manakah<br />
orangnya?”<br />
Kaisar menjawab, “Sudah pergi ke wilayah Wei sejak<br />
kemarin”. Baozhi sangat menyayangkan sambil bergumam,<br />
“Kaisar melihat tapi bagaikan tidak melihat, bertemu tapi<br />
bagaikan tidak bertemu.” Kaisar merasa heran, lalu bertanya,<br />
“Memangnya siapa orang ini?”<br />
Baozhi menjawab, “Dia adalah seorang Avalokitesvara,<br />
pewaris corak batin sejati dari Buddha!” Mendengar jawaban<br />
ini, kaisar merasa sangat menyesal. Kaisar lalu mengutus<br />
Zhao Guangwen untuk membawa kembali Bodhidharma.<br />
Namun Bhiksu Baozhi menghalanginya, “Tidak hanya Zhao<br />
Guangwen saja yang tidak sanggup membawanya kembali,<br />
mengerahkan semua orang di negeri ini pun tidak akan<br />
dapat membawanya kembali.” Demikianlah meskipun Liang<br />
Wudi adalah seorang umat Buddha yang taat, tetapi gagal<br />
menjalin jodoh karma dengan Bodhidharma, hanya karena<br />
kemelekatannya pada pandangan pribadi.<br />
Menetap di Vihara Shaolin<br />
Ketika tiba di Luoyang, ibukota kerajaan Wei Utara, tidak<br />
banyak yang tertarik dengan kedatangan Bodhidharma,<br />
karena saat itu reputasi guru meditasi tidak setinggi guru<br />
ceramah. Lebih-lebih, bagi kaum cendikiawan Buddhis,<br />
mereka lebih senang dengan topik Dharma yang bersifat<br />
samskrta-dharma (berkondisi), dengan demikian ceramah<br />
Dharma adalah satu agenda yang selalu ramai dikunjungi.<br />
Ditambah lagi, masa-masa ini sedang gencarnya kegiatan<br />
penerjemahan Sutra, hingga antusiasme dari pembelajaran<br />
Dharma sangat terkonsentrasi pada pemahaman teoritis.<br />
Maka tidak heran, metode pencerahan yang ingin disampaikan<br />
Bodhidharma dari aspek pemahaman intuitif yang menuntut<br />
pelepasan kemelekatan terhadap ekstrem dualisme tidak<br />
hanya diabaikan, bahkan tidak luput dari cemoohan.<br />
Dalam situasi ini, Bodhidharma menyadari kondisi waktu<br />
yang belum tepat, sehingga beliau melanjutkan perjalanan<br />
ke Gunung Song dan akhirnya tiba di Vihara Shaolin. Saat<br />
kedatangan Bodhidharma, Shaolin yang dibangun sekitar<br />
SINAR DHARMA<br />
tahun 495 M atas sumbangan dana dari Kaisar<br />
Xiao Wendi kepada Bhiksu Buddhabhadra<br />
ini telah berusia kurang lebih 20-an tahun.<br />
Tidak jauh dari Vihara, menuju puncak<br />
Wuru, ada sebuah gua yang teduh dan jauh<br />
dari keramaian. Di sinilah Bodhidharma<br />
duduk bermeditasi menghadap dinding batu<br />
selama 9 tahun. Orang-orang menjulukinya<br />
“Brahmana yang bermeditasi menghadap<br />
dinding batu”. Bodhidharma berasal<br />
dari kasta Ksatria, sedang penyebutan<br />
Brahmana di sini sebenarnya merupakan<br />
kebiasaan orang Tiongkok memanggil setiap<br />
orang keturunan India sebagai Po Luo Men<br />
(Brahmana).<br />
Pewaris Dharma Pertama di Tiongkok<br />
Pada saat itu, ada seorang pemuda<br />
terpelajar dari kota Luoyang bernama<br />
Shen’guang. Ia menguasai Taoisme dan<br />
Konfusianisme, pun sering mendiskusikan<br />
ilmu-ilmu filsafat. Namun setelah<br />
mempelajari Buddhisme, merasa ajaran<br />
Buddha lebih memberinya kepuasan secara<br />
spiritual, maka ia meninggalkan kehidupan<br />
103<br />
SINAR DHARMA / 103