Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
PENGALAMAN DHARMA<br />
penyebab penderitaan semua makhluk. Dana dapat<br />
menuntun kita terlepas dari kemelekatan dan dapat<br />
mengajarkan kita untuk mengembangkan belas kasih<br />
luhur.<br />
Oleh karena itu, apakah pemberian angpao<br />
itu dapat bermakna positif atau tidak, kuncinya<br />
terletak pada bagaimana kita menyikapinya dan<br />
menerapkannya melalui prinsip Dana. Bila prinsip ini<br />
dapat tertanam dalam batin kita, maka perbuatan<br />
memberikan angpao akan berbuah pada kemajuan<br />
batin secara spiritual, bukan kemunduran.<br />
2. Sikap Bakti dan Sembahyang Leluhur<br />
Ritual tradisi ini turut mewarnai suasana Imlek.<br />
Sebenarnya sembahyang<br />
leluhur telah dilakukan<br />
oleh bangsa Tiongkok<br />
sejak ribuan tahun lalu<br />
sebelum masuknya<br />
agama Buddha. Karena<br />
fleksibilitas dari agama<br />
Buddha dalam menyerap<br />
budaya setempat dan<br />
terjadi sinkretisasi<br />
antara agama Buddha<br />
dengan Taoisme, maka<br />
sedikit banyak akan<br />
terlihat umat Buddha<br />
tertentu melakukan<br />
aktivitas ini dengan<br />
anggapan bahwa ini<br />
bernafaskan Buddhisme. Oleh karena itu, ada upaya<br />
dari umat Buddha lain yang tidak sepaham untuk<br />
menentang adat ini dengan alasan mencemari<br />
kemurnian ajaran Buddha. Namun bila ditinjau<br />
lebih dalam, sebenarnya Buddhisme Tiongkok yang<br />
berpegang teguh pada semangat Buddhisme asli masih<br />
terjaga di dalam komunitas Sangha-nya. Sedangkan<br />
fenomena yang terlihat di masyarakat umum adalah<br />
cermin dari masih dipegangnya sinkretisasi antara<br />
kepercayaan adat, Taoisme, Konfusianisme dan<br />
Buddhisme. Fenomena ini adalah satu kelumrahan<br />
yang terjadi pada masyarakat mana pun di dunia ini.<br />
Di Thailand yang berbasiskan Buddhisme Theravada,<br />
para umat di tingkat masyarakat umum juga tidak<br />
dapat melepaskan diri dari aktivitas ritual adat. Di<br />
Jepang, para umatnya masih melakukan pemujaan<br />
pada dewa-dewa setempat. Di Indonesia pun<br />
memperlihatkan gejala yang sama. Lantas apakah<br />
ini adalah sesuatu yang harus ditentang dalam<br />
Buddhisme?<br />
Sebelumnya kita perlu memahami terlebih<br />
dahulu bahwa tradisi persembahyangan leluhur<br />
dalam masyarakat Tiongkok haruslah ditinjau<br />
dari dua sisi. Pertama, ada sistem kepercayaan<br />
bahwa arwah dari orang yang meninggal masih<br />
tetap bertahan di dunia ini dalam dimensi alam<br />
yang berbeda. Kedua, telah tertanam pemikiran<br />
pada masyarakat Tionghoa tentang pentingnya<br />
menjaga garis silsilah keluarga. Akar pemikiran<br />
ini telah ada jauh sebelum masa Konfusius.<br />
Dari dua sisi ini, dapat ditarik benang merah<br />
atas pertanyaan mengapa bangsa Tionghoa<br />
begitu menghormati leluhur dan menekankan<br />
pentingnya nilai bakti. Pertama, ada pertalian<br />
yang berkesinambungan dalam interaksi<br />
kekeluargaan yang berlangsung dari kehidupan ini<br />
dan kehidupan lain<br />
setelah kematian.<br />
Kedua, karakter<br />
diri yang terbentuk<br />
tersirat dari<br />
pepatah kunonya<br />
yang mengatakan,<br />
“ m e m i n u m<br />
air [harus]<br />
m e r e n u n g k a n<br />
sumber [mata air<br />
itu].” Pengertiannya<br />
adalah bahwa<br />
seseorang dapat<br />
hidup sejauh ini<br />
haruslah merefleksi<br />
diri dari mana ia berasal. Dalam hal ini, kita<br />
diajarkan untuk mengembangkan rasa terima<br />
kasih karena telah dirawat oleh orang tua sejak<br />
kita dikandung dan dilahirkan.<br />
Dari penjelasan ini, maka dapat disimpulkan<br />
bahwa nilai esensi dari persembahyangan kepada<br />
leluhur terletak pada rasa hormat dan sikap<br />
bakti terhadap orang tua, atau lebih jauh lagi,<br />
adalah kepada leluhur. Hal ini menjadi satu nilai<br />
penting yang diteruskan oleh Konfusius, itu juga<br />
yang kemudian menaikkan pamor Konfusianisme.<br />
Sedangkan dari sisi agama Buddha, bukan saja<br />
tidak menentangnya, malahan juga memberi<br />
apresiasi pada sikap yang tergolong sebagai<br />
nilai kebajikan ini. Lebih-lebih, nilai kebajikan<br />
ini justru memang merupakan bagian penting<br />
dari ajaran Buddha. Sebuah terjemahan dari<br />
Bhiksu AnShiGao mengenai Sutra Bakti pada<br />
era dinasti Han Belakangan menjadi satu<br />
bukti akurat bahwa ajaran Buddha juga sangat<br />
menekankan pentingnya nilai sikap bakti<br />
kepada orang tua. Akan tetapi teks terjemahan<br />
88<br />
88 / SINAR DHARMA<br />
SINAR DHARMA