Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
SISI LAIN<br />
mengambilmu sebagai istri sebagai balasan<br />
atas buket teratai yang indah ini. Aku akan<br />
menghormati Buddha…” (Mahavastu Avadana)<br />
Mengamati apa yang sedang terjadi antara<br />
Megha dan Sumitta, Buddha Dipamkara<br />
membuat peneguhan di tengah-tengah<br />
keramaian: “Dengarkanlah, O Megha, upasika<br />
[perempuan] ini memiliki citta yang sebanding<br />
dengan dirimu, ia akan menjadi pendampingmu<br />
dalam berbagi hidup. Membantumu dengan<br />
semangat dan perbuatan yang sama<br />
[kusalakamma] dalam usahamu mencapai ke-<br />
Buddhaan, ia akan membahagiakanmu dalam<br />
setiap pikiran, perkataan dan perbuatannya, ia<br />
akan berpenampilan cantik dan menyenangkan,<br />
manis tutur katanya dan baik hati. Dalam<br />
usahamu mencapai ke-Buddhaan, dalam<br />
kelahiranmu yang terakhir, ia akan menjadi<br />
murid perempuan yang akan menerima<br />
warisan spiritual darimu [dhammadayada],<br />
menjadi seorang Arahanta, lengkap dengan<br />
kemampuan batin yang tinggi. Perempuan ini<br />
akan melakukan semua kusala dhamma bahkan<br />
seperti semua pemilik harta menyimpan harta<br />
mereka ke dalam kotak harta. Maka dari itu<br />
orang-orang akan menyokong perempuan yang<br />
engkau kasihi ini. Perempuan ini akan memiliki<br />
parami sempurna, ia akan melenyapkan<br />
kilesa bagaikan singa keluar dari kandangnya,<br />
dan akan mencapai bodhinana dalam kalpa<br />
Yang Tidak Terhitung mulai dari sekarang.”<br />
(Buddhavamsa)<br />
Dengan tekad mulia, selama 4 asamkhyeya<br />
kalpa serta 100.000 kali perputaran dunia<br />
[mahakalpa] dan selama 500 kelahiran pula,<br />
sepasang kekasih Bodhisattva Pangeran<br />
Siddharta dan Yasodhara bersama-sama<br />
mengarungi samsara demi menyempurnakan<br />
paramita. Selama 500 kelahiran pula mereka<br />
saling mengasihi, menyokong dan mencintai<br />
satu sama lain. Cinta mereka tidak ada<br />
bandingannya di dunia ini. Sulit sekali bagi<br />
suami istri untuk dapat terus bersama-sama<br />
di berbagai kelahiran, namun berkat kekuatan<br />
tekad Bodhisattva dan pasangannya, mereka<br />
berdua tidak terpisahkan walaupun harus<br />
menghadapi terjangan ombak samsara yang<br />
sangat ganas.<br />
II. Ikrar Suci Siddharta dan Yasodhara<br />
“Putraku [Pangeran Siddharta] dihiasi<br />
oleh kebajikan-kebajikan yang agung dan<br />
pengantinnya [Yasodhara] memiliki kualitas<br />
seperti dirinya; penyatuan dari dua makhluk<br />
suci ini, bagaikan penyatuan butter dengan<br />
ghee.” (Lalitavistara)<br />
10<br />
10 / SINAR DHARMA<br />
Memaknai kedatangan Waisak yaitu kelahiran, pencerahan<br />
dan Parinirvana Buddha Gautama, tentu tak terlepas dari<br />
bagaimana kita menyikapi kisah hidup Siddharta Gautama<br />
sejak dari kecil dibesarkan di istana hingga menjadi Buddha.<br />
Mungkin ada yang menganggap Pangeran Siddharta sebagai<br />
suami yang tidak bertanggung jawab dan tidak berperasaan<br />
karena meninggalkan istri dan anaknya. Siddharta tega<br />
meninggalkan Yasodhara yang telah bersama-sama dengannya<br />
sejak 4 asamkhyeya kalpa yang lalu, hidup sebagai sepasang<br />
suami istri yang saling mencintai sebanyak 500 kelahiran.<br />
Dalam kehidupan-kehidupan lampaunya, Bodhisattva<br />
hampir selalu mengajak serta istrinya untuk menjalani<br />
kehidupan pertapaan. Namun sekarang, di kehidupan<br />
terakhirnya, Bodhisattva menjadi petapa sendirian.<br />
Sebenarnya Pangeran meninggalkan istri dan anak bukan<br />
sekadar melepas keduniawian saja, namun untuk tujuan<br />
yang lebih mulia, yaitu membawa istri, anak serta semua<br />
makhluk menuju Nirvana, kebahagiaan abadi.<br />
Ketika Yasodhara (Gopa) bermimpi melihat tandatanda<br />
bahwa suaminya akan meninggalkan dirinya, ia<br />
kemudian meminta suaminya untuk berjanji, “Pangeran,<br />
kemanapun engkau pergi, bawalah aku bersamamu.”<br />
Pangeran Bodhisattva menjawabnya, “Tentu, ke mana pun<br />
aku pergi, aku akan membawamu.” (Sanghabhedavastu,<br />
Mulasarvastivada Vinaya)<br />
Namun Bodhisattva pergi meninggalkannya pada pagi esok<br />
SINAR DHARMA