22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ARSITEKTUR BUDDHIS<br />

manusia yang sedang bermeditasi duduk.<br />

Kalau kita perhatikan, tata letak Pintu Gerbang, Ruang<br />

Buddha dan Ruang Dharma, berada dalam satu garis lurus,<br />

yang juga melambangkan posisi kepala, badan dan kaki.<br />

tanpa mengeluarkan ucapan.<br />

Sebenarnya pola tujuh bangunan<br />

ini juga diterapkan oleh tradisitradisi<br />

lain dalam Buddhisme<br />

Mahayana Tiongkok, hanya berbeda<br />

dalam nama dan fungsi. Seperti<br />

misalnya tujuh bangunan berikut:<br />

Pagoda, Balairung Buddha, Ruang<br />

Ceramah (pembabaran Sutra, sama<br />

seperti Ruang Dharma), Menara<br />

Genta, Menara Penyimpanan Sutra,<br />

Ruang Sangha dan Ruang Makan. Ada<br />

pula versi lain, seperti: Balairung<br />

Buddha, Ruang Chan, Ruang Makan,<br />

Balairung Sesepuh, Balairung Vihara<br />

(Pelindung Vihara), Menara Tambur<br />

dan Menara Genta.<br />

Yang menjadi pertanyaan kita<br />

adalah, mengapa harus berjumlah<br />

tujuh? Sebenarnya tidak harus tepat<br />

berjumlah tujuh. Tujuh di sini hanya<br />

menunjukkan jumlah bangunan<br />

utama dalam vihara. Pada mulanya<br />

tata letak tujuh bangunan vihara itu<br />

diibaratkan sebagai wajah Buddha<br />

merujuk pada posisi dahi, hidung,<br />

mulut, dua mata dan dua telinga.<br />

Di kemudian hari pola letak tujuh<br />

bangunan ini diidentikkan dengan<br />

analogi tubuh manusia, yakni<br />

kepala (Ruang Dharma), jantung<br />

(Balairung Buddha), alat kelamin<br />

(Pintu Gerbang), dua tangan (Ruang<br />

Sangha dan Ruang Gudang) serta<br />

dua kaki (Kakus dan Kamar Mandi).<br />

Angka “tujuh” ini menunjukkan<br />

kesempurnaan, analogi tujuh bagian<br />

tubuh manusia itu ibaratnya posisi<br />

62<br />

Tata Letak Bangunan Vihara era dan pasca Dinasti Ming<br />

Seiring dengan berjalannya waktu, pola letak tujuh<br />

bangunan vihara juga mengalami penyesuaian. Memasuki era<br />

Dinasti Ming (1368-1644), tata letak vihara Tiongkok menjadi<br />

bentuk standar, bahkan wujud rupang di setiap vihara pun<br />

juga hampir seragam. Secara garis besar, vihara masih<br />

menggunakan arah selatan dan utara sebagai garis poros, jika<br />

berjalan dari selatan ke arah utara, kita bisa menyaksikan<br />

urutan bangunan-bangunan seperti berikut: Pintu Gerbang,<br />

Balairung Raja Dewa, Balairung Maha Buddha, Ruang Dharma,<br />

Ruang Kepala Vihara dan Menara Penyimpanan Sutra. Untuk<br />

sisi timur dan barat: Balairung Vihara, Balairung Sesepuh,<br />

Balairung Guan Yin, Balairung Buddha Baishajya-guru dan lain<br />

sebagainya.<br />

Sisi timur juga berfungsi sebagai tempat tinggal anggota<br />

Sangha yang meliputi Ruang Sangha, Ruang Dapur, Ruang<br />

Makan, Ruang Minum Teh dan Ruang Gudang. Ruang utama<br />

di sisi barat adalah Ruang Chan, sebuah ruang yang berfungsi<br />

menampung bhiksu kelana dari empat penjuru.<br />

Pintu Gerbang<br />

Pintu Gerbang ini disebut juga Shan Men (Pintu Gunung)<br />

atau San Men (Pintu Tiga).<br />

Disebut Pintu Gunung karena dahulunya banyak vihara<br />

yang didirikan di atas gunung, di kemudian hari meski vihara<br />

beralih ke dataran rendah, namun nama Shan Men itu tetap<br />

melekat menjadi ikon nama pintu gerbang vihara.<br />

Pintu Gunung ini terbagi menjadi tiga pintu, karena<br />

itulah dinamakan juga sebagai Pintu Tiga. Pintu Gunung<br />

melambangkan pintu gerbang tempat umat dari dunia<br />

berkondisi memasuki Nirvana yang mutlak, dari dunia awam<br />

menuju kesucian/kemurnian batin, dari kekotoran batin<br />

melangkah memasuki pencerahan, serta dari gelap menuju<br />

terang.<br />

SINAR DHARMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!