Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
DUNIA BUDDHIS<br />
kerajaan Kapilavastu bahwa Pangeran telah meninggal<br />
sebelum mencapai pencerahan disebabkan oleh<br />
pertapaan kerasnya. Mendengar kabar ini, Yasodhara<br />
langsung terjatuh ke tanah dan meratap sedih. Dewa<br />
Bodhidruma yang berada di dalam pohon Bodhi pergi<br />
menuju Kapilavastu dan mewartakan berita yang<br />
sebenarnya. “Bodhisattva Sakyamuni tidak mati, malah<br />
telah mencapai Penerangan Sempurna.” Yasodhara<br />
menjadi sangat bahagia sehingga akhirnya melahirkan<br />
seorang putra, yang diberi nama Rahula dari asal<br />
kata “Rahu” (gerhana), demikian disebutkan dalam<br />
Mulasarvastivada Vinaya.<br />
Yang dilakukan Bodhisattva, dilakukan pula oleh<br />
Yasodhara. Yang terjadi dalam diri Yasodhara, terjadi<br />
pula pada Petapa Siddharta. Ketika Bodhisattva<br />
melakukan pertapaan keras, Yasodhara juga<br />
melakukannya sehingga tubuh mereka menjadi kurus.<br />
Ketika Bodhisattva mulai meninggalkan pertapaan<br />
ekstrem, demikian juga Yasodhara. Ketika Bodhisattva<br />
ditinggalkan dan dicemooh oleh lima petapa temannya,<br />
Yasodhara juga diabaikan dan dicemooh oleh orangorang<br />
Sakya. Ketika Bodhisattva mencapai Pencerahan<br />
Sempurna, Yasodhara melahirkan putranya, Rahula.<br />
Semua makhluk berbahagia atas kejadian terakhir ini.<br />
Bodhisattva tidak pernah meninggalkan istrinya,<br />
walau fisik mereka terpisah, namun batin mereka<br />
tidak terpisah, bahkan berkembang bersama-sama.<br />
Demikian setianya Yasodhara, ketika ia ditinggal<br />
Pangeran Siddharta, banyak orang yang ingin<br />
melamarnya, di antaranya sepupu Siddharta,<br />
Devadatta, yang merupakan putra Raja Amritodana<br />
[saudara Raja Suddhodana], ia menolak semuanya.<br />
Devadatta yang sebelumnya telah kalah dari Siddharta<br />
dalam memenangkan perlombaan mendapatkan Putri<br />
Yasodhara [seperti yang tercantum dalam Mahavastu],<br />
melihat sebuah kesempatan ketika Siddharta<br />
meninggalkan istana. Devadatta memasuki kediaman<br />
Yasodhara dan merayunya. Namun tentu, Yasodhara<br />
menolaknya. Mendengar penolakan Yasodhara,<br />
Devadatta menjadi marah dan kemudian memfitnah<br />
Yasodhara melakukan perzinahan, sehingga menjadi<br />
hamil ketika Siddharta meninggalkannya. Devadatta<br />
kemudian memerintahkan agar Yasodhara dibunuh.<br />
Pertama-tama Devadatta melakukan eksekusi dengan<br />
cara menenggelamkan Yasodhara di kolam. Namun<br />
karena ia tidak bersalah dan penuh kebajikan,<br />
Yasodhara diselamatkan oleh raja naga. Kemudian<br />
Devadatta berusaha melemparkan Yasodhara ke<br />
dalam kobaran api, namun Yasodhara tidak mempan<br />
terhadap api, bahkan api tersebut berubah menjadi<br />
bunga. Usaha terakhir Devadatta untuk membunuh<br />
Yasodhara adalah dengan cara menjatuhkannya dari<br />
atas tebing, namun Yasodhara diselamatkan oleh<br />
seekor raja kera.<br />
Dalam Bhadrakalpavadana dikatakan bahwa<br />
Pangeran Siddharta meninggalkan kerajaan sebelum<br />
anaknya lahir. Ia menyentuh pusar Yasodhara dengan<br />
jempol kaki kanannya dan membuat ikrar agung agar<br />
Yasodhara terlindungi dari bahaya besar yang akan<br />
menimpanya di masa depan.<br />
Sebenarnya hati Bodhisattva juga pedih harus<br />
meninggalkan anak dan istrinya dalam upaya<br />
mencapai Penerangan Agung. Kita dapat mengetahui<br />
perasaan Siddharta ini dalam Vessantara Jataka dan<br />
beberapa Jataka dalam kitab Jatakamala.<br />
12<br />
12 / SINAR DHARMA<br />
Tindakan Pangeran Siddharta tersebut juga harus<br />
dipahami sebagai upaya kausalya dari Bodhisattva<br />
agar mampu memberi manfaat bagi semua makhluk:<br />
“….Karenanya, untuk membuat Gopa [Yasodhara]<br />
mengembangkan Bodhicitta, maka Bodhisattva<br />
mengambilnya sebagai istrinya. Pada masa Buddha<br />
Dipankara, Gopa berkata: ‘Saya berharap mulai<br />
sekarang dan selanjutnya, brahmacarin ini akan<br />
menjadi suami saya dan saya akan menjadi istrinya,<br />
bahkan pada masa di mana ia akan mencapai Ke-<br />
Buddhaan.’ Pada waktu itu, Bodhisattva, setelah<br />
menerima tujuh bunga teratai biru darinya,<br />
berkata, ‘Walau saya tidak ingin menerima hadiah<br />
SINAR DHARMA