22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KISAH CHAN<br />

dimuntahkan, telan sedikit-sedikit, karena<br />

sangat mahal harganya.<br />

Berbaring beberapa hari di ranjang,<br />

akhirnya pelan-pelan mulai bisa berjalan,<br />

juga bisa melompat, saya mendengar suara<br />

tangisan bayi.<br />

Adik saya lahir, saya berumur 12<br />

tahun.<br />

Selama ini Jiechen ingin bertanya<br />

pada beliau, “Pernah ada orang yang mau<br />

mengambil adik sebagai anak angkat, tetapi<br />

mengapa Ibu justru mengirim saya ke vihara di<br />

atas gunung?”<br />

Setiap tahun hanya 1-2 kali bertemu<br />

beliau. Setiap kali bertemu, ingin rasanya<br />

bertanya pada beliau. Tetapi selalu saja<br />

muncul perasaan yang tak bisa diungkapkan<br />

yang menyebabkan Jiechen tidak mampu<br />

membuka mulut.<br />

Masih ingat, waktu pertama kali naik<br />

ke atas gunung, beliau berjalan di depan.<br />

Saya berkata, selanjutnya saya tidak<br />

akan memanjat pohon lagi.<br />

Beliau tidak menjawab, juga tidak<br />

menoleh ke belakang, hanya menggenggam<br />

tangan saya kuat-kuat. Samar-samar masih<br />

terbayang, saya dengan sekuat tenaga<br />

berusaha melepaskan diri dari genggamannya.<br />

Beliau menatap saya dengan serba salah, ingin<br />

menggandeng tapi tidak berani.<br />

Ada orang yang ingin melepaskan<br />

diri dari genggamanmu, karena dia ingin<br />

meninggalkan dirimu; ada juga orang yang<br />

ingin melepaskan diri dari genggamanmu,<br />

karena membenci dirimu yang tidak bersedia<br />

menggenggamnya.<br />

Saya ingat ketika bersujud di depan<br />

shifu, tidak ingat berapa kali menggerakkan<br />

kepala menyentuhkan kening ke lantai, yang<br />

saya tahu hanyalah waktu itu tidak ada satupun<br />

gerakan kepala yang saya lakukan secara suka<br />

rela.<br />

Terdengar desahan suara shifu, shifu<br />

manggut-manggut tanpa bersuara, sedang ibu<br />

tertawa sambil menangis.<br />

Berdiri di bawah pintu vihara, melihat<br />

beliau membalikkan badan dan pergi menjauh,<br />

itulah untuk pertama kalinya kami berpisah.<br />

Beliau tidak menoleh ke belakang, saya<br />

yang menoleh, berjalan mengikuti shifu yang<br />

cacat tangannya, memasuki tempat yang<br />

sebelumnya bukan dunia saya.<br />

Bulu angsa yang melayang mengikuti<br />

hembusan angin, kecil dan tidak berarti,<br />

dengan lembut menempel di atas papan nama<br />

SINAR DHARMA<br />

Vihara Tianming.<br />

Apakah hati Ibu juga tiada hentinya menoleh ke<br />

belakang seperti saya?<br />

Pertanyaan itu menggelayuti Jiechen sedemikian<br />

lamanya, namun tidak berani menanyakannya<br />

pada para shifu karena tidak terpikir dari mana<br />

bisa mendapatkan jawabannya. Tidak semua<br />

pertanyaan bisa diungkapkan untuk mendapatkan<br />

jawabannya. Ada pertanyaan yang jawabannya<br />

harus dicari sendiri.<br />

Pernah terpikir untuk berganti memakai<br />

jubah umat perumah tangga lalu pergi mencari<br />

orang yang tidak dikenal untuk menanyakan<br />

jawabannya, mungkin saja umat perumah tangga<br />

lebih memahami masalah duniawi dibanding<br />

para bhiksu. Tapi akhirnya tidak jadi pergi juga.<br />

Katakanlah pergi pun, berapa banyak orang yang<br />

tahu Jiechen adalah bhiksu?<br />

Bhiksu bingung digelayuti masalah duniawi,<br />

apakah ini hal yang aneh? Sebenarnya tidak aneh.<br />

Bila berdasarkan kriteria Sutra, mungkin saja<br />

ini adalah hal yang aneh, tapi kalau menurut<br />

kriteriamu, mungkin ini cuma sebuah masalah<br />

kecil.<br />

Perbedaan antara kau dan aku tak lebih hanya<br />

sebuah aksara saja!<br />

Di malam hari juga sering tidak bisa tidur,<br />

sembunyi-sembunyi mengeluarkan buku di bawah<br />

ranjang yang tidak seharusnya dibaca oleh bhiksu,<br />

mencari jawaban, sejilid dua jilid, tidak ada hasil<br />

sama sekali.<br />

Beranggapan dengan bermeditasi menenangkan<br />

batin bisa mendapatkan jawabannya, tetapi<br />

jawaban itu juga tidak pernah didapatkan. Jiechen<br />

selama ini menganggap pelatihan dirinya masih<br />

kurang.<br />

Suatu hari menonton televisi di vihara, sinyalnya<br />

kurang bagus, tidak seperti di kota yang sudah<br />

memakai televisi kabel. Hanya bisa menerima<br />

beberapa stasiun pemancar, juga banyak bintikbintik<br />

putih. Terdengar di televisi ada orang sedang<br />

bertanya, “Anda ingin tahu apa jawabannya?”<br />

Jawaban yang tidak mampu dipahami di dalam<br />

ruang Chan akhirnya ketemu di sini.<br />

Saat itu juga Jiechen tidak bingung lagi.<br />

Menghadapi masalah yang tidak bisa diubah<br />

hasilnya, jelaslah bahwa jawaban itu sudah bukan<br />

hal yang penting lagi.<br />

Sudah tidak ada kebencian, apa itu benar-benar<br />

kekosongan? Mengapa demi beliau harus berlari di<br />

tanah bersalju? Ternyata masih ada rasa cinta!<br />

Sudah tidak ada kebingungan? Tentu saja masih<br />

ada, hanya saja Jiechen menyembunyikannya di<br />

lubuk hatinya.<br />

Mengelus-elus bekas luka di kepala yang hampir<br />

merenggut nyawa Jiechen, sudah tidak begitu<br />

kentara, ini persoalan waktu saja.<br />

93<br />

93 SINAR / SINAR DHARMA DHARMA / 93

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!