Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
FIGUR BUDDHIS<br />
yang ditekankannya tidaklah banyak. Tetapi dalam<br />
tugas menyemaikan corak batin sejati Buddha<br />
di tanah Tiongkok, Bodhidharma paham benar<br />
bahwa satu benih yang tertanam sudah lebih dari<br />
cukup. Bagaimanakah ia akan tumbuh, semua ini<br />
akan tergantung pada kondisi karma dari para<br />
praktisi di Tiongkok sendiri. Oleh karena itu,<br />
Bodhidharma tetap memberi pengajaran teknik<br />
meditasi kepada para siswa di Shaolin. Di samping<br />
itu, karena kegiatan meditasi berlangsung alot dan<br />
memakan waktu panjang, maka akan berakibat pada<br />
ketidakseimbangan antara batin dan fisik. Atas dasar<br />
ini, ia mulai mengajarkan teknik gerakan senam yang<br />
bertujuan untuk menguatkan fisik agar pelatihan<br />
dapat berjalan lebih kondusif. Konon senam ini<br />
diidentifikasi sebagai ilmu bela diri Karipayat dari<br />
India. Dari sinilah kemudian dikenal sebagai seni bela<br />
diri alias Kungfu Shaolin. Tetapi perlu ditambahkan<br />
di sini adalah bahwa seni bela diri Kungfu Shaolin<br />
meskipun berasal dari lingkup monastik Buddhisme,<br />
namun ia tidak mewakili secara langsung bagian dari<br />
prinsip pelatihan Dharma, apalagi dalam pencarian<br />
spiritual yang bertujuan membebaskan diri dari<br />
siklus Samsara. Namun secara tidak langsung, sistem<br />
latihan fisik yang diajarkan ini juga tidak terlepas<br />
dari kombinasi prinsip ajaran Chan dengan seni bela<br />
diri. Hal ini dapat ditelusuri dari sifat Dharma yang<br />
dapat ditemukan dari semua aspek kehidupan.<br />
Setelah mengajar selama 9 tahun dan memiliki<br />
beberapa murid utama, Bodhidharma merasa sudah<br />
tiba saatnya untuk mewariskan corak batin sejati ini<br />
kepada salah satu murid. Beliau lalu mengumpulkan<br />
beberapa murid dan bertanya, “Coba kalian jelaskan<br />
apa yang telah dicapai selama ini.”<br />
Bhiksu Daofu menjawab, “Dari apa yang aku<br />
lihat, tidak melekat pada kata-kata juga tidak<br />
mengabaikan kata-kata merupakan nilai fungsi dari<br />
Dharma.” Bodhidharma berkata, “Engkau mencapai<br />
sisi kulitku.”<br />
Selanjutnya Bhiksuni Nizongchi menjawab, “Dari<br />
pemahamanku, ibarat Ananda melihat Tanah Buddha<br />
Aksobhya, sekali melihatnya lalu tidak melihatnya<br />
lagi.” Bodhidharma berkata, “Engkau mencapai<br />
bagian dagingku.”<br />
Bhiksu Daoyu berkata, “Karena catur mahabhuta<br />
(empat unsur) bersifat kosong, pancaskandha (lima<br />
agregat) tidaklah eksis, maka dari pandanganku, tidak<br />
ada satu Dharma pun dapat dicapai.” Bodhidharma<br />
berkata, “Engkau mencapai bagian tulangku.”<br />
Terakhir, Bhiksu Huike melangkah ke hadapan<br />
Bodhidharma dan bersujud, lalu berdiri kembali<br />
ke posisinya tanpa mengeluarkan sepatah kata<br />
pun. Bodhidharma berkata, “Engkau memperoleh<br />
bagian sumsumku,” kemudian melanjutkan,<br />
“Tathagata mewariskan mata Dharma sejati ini<br />
kepada Y.A Maha Kasyapa, demikian silsilah ini<br />
terus diwariskan turun temurun hingga ke aku.<br />
Kini aku mewariskannya kepadamu. Lindungi dan<br />
SINAR DHARMA<br />
laksanakanlah. Engkau juga akan kuwariskan kasaya<br />
(jubah bhiksu) ini sebagai simbol atas kebenaran<br />
pewarisan ini.” Huike lalu berkata, “Mohon guru<br />
memberi petunjuk.” Bodhidharma lalu menjelaskan,<br />
“Corak Dharma diwariskan secara internal sebagai<br />
bukti pencapaian batin. Jubah diwariskan secara<br />
eksternal sebagai simbol penetapan metode praktik.<br />
Karena pada masa akan datang, rasa kecurigaan<br />
orang semakin meningkat, mereka akan berkata:<br />
aku berasal dari India, sedangkan engkau penduduk<br />
setempat, berdasarkan apa engkau dapat mewarisi<br />
Dharma ini, bagaimana engkau membuktikannya?<br />
Sekarang engkau telah menerima warisan jubah<br />
dan Dharma ini, bila ada yang menentangmu, maka<br />
tunjukkan jubah ini dan kata-kata yang kuberikan<br />
sebagai penjelasan bahwa perolehan ini tidaklah<br />
diragukan lagi. Setelah kemangkatanku dua ratus<br />
tahun kemudian, simbol warisan jubah ini tidak perlu<br />
dilanjutkan lagi. Dharma yang melingkupi seantero<br />
semesta ini, sungguh banyak yang mengetahuinya,<br />
tetapi sangat sedikit yang mempraktikkannya, sungguh<br />
banyak yang membicarakan teorinya, tetapi sangat<br />
sedikit yang dapat memahaminya. Di antara ribuan<br />
orang, ada juga orang yang merealisasikannya secara<br />
diam-diam. Beritakanlah [Dharma] ini, dan jangan<br />
merendahkan orang yang belum tercerahkan, karena<br />
sekali tersadarkan, mereka juga menjadi sama seperti<br />
apa yang telah dicapai orang tercerahkan. Sekarang<br />
dengarkanlah sajakku ini: Aku datang ke negeri ini,<br />
untuk menyebarkan Dharma dan membimbing orang<br />
yang tersesat. Sekuntum bunga akan tumbuh lima<br />
helai daun, akan berbuah secara alami.”<br />
Kemudian Bodhidharma melanjutkan, “Aku juga<br />
mewariskan kitab Lankavatara Sutra empat bab. Kitab<br />
ini juga merupakan pintu landasan batin dari Tathagata<br />
yang dapat membimbing para makhluk hidup masuk<br />
ke dalam pemahaman pencerahan. Semenjak berada<br />
di sini, aku telah keracunan makanan sebanyak lima<br />
kali, aku berusaha mengeluarkannya dan ketika<br />
membuangnya ke batu, batu itu langsung retak. Padahal<br />
kedatanganku dari India ke sini, karena melihat di negeri<br />
105<br />
SINAR DHARMA / 105