22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Setiap menjelang pergantian tahun sistem<br />

kalender lunisolar, masyarakat Tionghoa<br />

dari berbagai wilayah berbondong-bondong<br />

mempersiapkan diri menyambut datangnya tahun<br />

baru, yang juga pertanda awal datangnya musim<br />

semi. Imlek yang artinya Penanggalan Bulan,<br />

menjadi agenda tapak kehidupan bangsa Tionghoa<br />

dalam mengarungi detak-detik jam, hari, bulan<br />

dan tahun. Setelah beraktivitas sepanjang tahun,<br />

mereka pun menginginkan adanya rehat sejenak,<br />

reuni, dan menjalin kebersamaan.<br />

Bagi masyarakat Tionghoa, Tahun Baru<br />

Imlek (selanjutnya kita sebut Imlek) disikapi<br />

dengan segudang pengharapan yang sarat akan<br />

makna. Semua diekpresikan dalam bentukbentuk<br />

simbolik, seperti misalnya dalam legenda<br />

munculnya penyebutan kata Nian (Tahun). Konon<br />

pada zaman dahulu di suatu daerah muncul seekor<br />

makhluk (dalam wujud seperti barongsai) yang<br />

memakan hasil panen dan mencelakai penduduk<br />

desa. Penduduk desa menjadi ketakutan dan<br />

hanya dapat menghindari kejaran Nian dengan<br />

menaruh makanan di depan pintu rumah mereka.<br />

Namun suatu saat mereka melihat bahwa Nian<br />

lari ketakutan karena melihat seorang anak<br />

kecil mengenakan baju berwarna merah. Sejak<br />

itulah setiap menjelang pergantian tahun baru,<br />

masyarakat Tionghoa akan memasang pernikpernik,<br />

seperti kertas merah, lampion dan lain<br />

sebagainya, dengan nuansa merah. Pada sisi<br />

lain, nuansa merah dalam kebudayaan Tiongkok<br />

memang mewakili simbol Yang (positif).<br />

Imlek dikaitkan sebagai hari raya keagamaan,<br />

khususnya sebagai bagian dari hari besar agama<br />

Konghucu. Namun pada sisi lain, Imlek juga<br />

merupakan seremonial bagi semua lapisan<br />

masyarakat Tionghoa secara lintas batas tanpa<br />

memandang sisi agama, suku dan budaya. Oleh<br />

karena itu, Imlek dapat mengemban peran<br />

menjadi perayaan unilateral dan simbol persatuan.<br />

Salah satu indikatornya dapat dilihat bahwa pada<br />

akhirnya ia dapat diterima sebagai hari libur<br />

dan dirayakan secara nasional di Indonesia. Ini<br />

tidak semata-mata ditetapkan karena atas dasar<br />

toleransi, namun di balik makna Imlek itu sendiri,<br />

ia merupakan salah satu simbol yang mewakili<br />

cita-cita menuju harapan bagi persatuan,<br />

kebersamaan, kemakmuran dan keadilan sosial<br />

bagi setiap insan.<br />

Dalam sisi keagamaan, semua orang dapat<br />

merayakan Imlek sambil menjalankan ibadahnya<br />

tanpa harus merasa adanya perbenturan. Memang<br />

pada dasarnya Imlek bersifat inklusif dan kultural,<br />

sehingga dapat dijalankan oleh siapa saja.<br />

Sebagian orang menganggap Imlek juga sebagai<br />

hari raya umat Buddha. Benarkah demikian?<br />

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Imlek bukanlah<br />

perayaan yang bersifat keagamaan semata-mata.<br />

Namun bila dilihat secara historis, agama Buddha<br />

pernah menjadi agama utama yang dianut oleh<br />

sebagian besar masyarakat Tiongkok sejak lebih dari<br />

seribu tahun lamanya. Maka baik secara langsung<br />

maupun tidak langsung, Imlek menjadi bagian<br />

integral yang dirayakan oleh para umat Buddha<br />

di Tiongkok, sehingga Imlek dipandang identik<br />

dengan hari besar agama Buddha. Apalagi ada pula<br />

yang mengaitkannya dengan hari lahir Bodhisattva<br />

Maitreya. Menurut alm. Master Yinshun, ketetapan<br />

hari kelahiran Bodhisattva Maitreya pada tanggal<br />

tanggal 1 bulan 1 Imlek bukanlah kejadian historis.<br />

Hal ini ada kaitan dengan antusiasme pengharapan<br />

agar Maitreya dapat secepat mungkin muncul di<br />

dunia yang sedang mengalami kemerosotan, yang<br />

mana masa tercepat tentu saja adalah jatuh pada<br />

tanggal 1 di awal bulan dan tahun baru. Terlepas dari<br />

masalah kebenaran historis atau tidak, penyambutan<br />

dan pengharapan demikian itu dapat memberi efek<br />

semangat dan keceriaan yang sangat sepadan dengan<br />

nuansa Imlek.<br />

Selanjutnya, bagaimana semestinya umat Buddha<br />

memaknai perayaan Imlek itu sendiri? Pada dasarnya<br />

semua aspek budaya itu bersifat keduniawian,<br />

sedangkan intisari pembelajaran agama Buddha<br />

adalah menemukan jati diri sejati (Batin Pencerahan)<br />

yang bersifat transenden. Apakah ini menjadi hal<br />

yang saling berlawanan? Tentu tidak, karena selama<br />

proses pembelajaran itu, walaupun belum mencapai<br />

86<br />

SINAR DHARMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!