22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PENGALAMAN DHARMA<br />

saya bertanya kesana-sini, sementara waktu terus<br />

bergulir. Ternyata lokasi keberangkatan bus terletak<br />

di sisi yang agak jauh dari stasiun MRT dan saya pun<br />

bergegas membeli tiket dan naik ke bus, berharap<br />

masih keburu mengejar si pesawat.<br />

Perjalanan dari stasiun MRT ke airport memakan<br />

waktu sekitar 1 jam. Tiba di airport sudah sekitar<br />

pukul 14.20, masih harus mengambil bagasi saya<br />

yang dititipkan ke jasa penitipan, juga masih<br />

harus check-in boarding pass, dan berjalan ke<br />

lobi tunggu keberangkatan. Ketika saya check-in,<br />

mungkin sudah sekitar pukul 14.30, dan ternyata<br />

(sepertinya) mereka telah menjual kursi kelas<br />

ekonomi saya ke penumpang lain!! Mungkin mereka<br />

mengira jam segitu masih belum check-in, kayanya<br />

saya sudah membatalkan keberangkatan saya. Saya<br />

menyerahkan print-out tiket kelas ekonomi saya, dan<br />

mereka memberikan saya boarding pass kelas bisnis,<br />

VIP first class. Wow! Sungguh tidak bisa dipercaya.<br />

Tanpa banyak cin-cong, saya pun bergegas menuju<br />

lobi tunggu keberangkatan untuk boarding ke<br />

pesawat.<br />

Sesuatu yang nyaris celaka ketinggal pesawat,<br />

kesialan yang nyaris terjadi akibat kebingungan<br />

mencari bus ke bandara, eh malah membuahkan<br />

keberuntungan: mendapatkan kursi VIP first class.<br />

Tidak pernah saya bermimpi mendapatkan first class.<br />

Kursinya lebar dan empuk, tersedia video dan audio<br />

entertainment yang berisi film-film terbaru yang<br />

bisa kita pilih sekehendak hati, dan sajian menu<br />

makanannya yang wah, yang bisa kita pilih sesuka hati<br />

juga. Perutpun luar biasa kenyang setelah menikmati<br />

satu set sajian khususnya. Akan tetapi, entah kenapa<br />

saya malah merasa lebih doyan di kelas ekonomi.<br />

Memang di kelas bisnis ini pelayanannya luar biasa<br />

ekslusif. Akan tetapi, di kelas bisnis ini cuma ada<br />

beberapa orang (kurang dari 10 penumpang) yang<br />

rata-rata merupakan pengusaha mapan yang sudah<br />

berumur, kecuali 1 orang penumpang gelap yang<br />

kesasar, yaitu diri saya sendiri. Rasanya agak sepi,<br />

terlebih saya sudah seharian berkeliling Taipei<br />

sendirian, sambil hanya bisa iri ketika melihat<br />

pasangan muda-mudi yang bergandengan tangan<br />

dan foto-foto di pelataran Taipei 101, dan sekarang<br />

pikiran saya pun melayang-layang entah kemana<br />

meskipun duduk di kursi yang empuk. Memang gelora<br />

batin manusia itu sulit dijelaskan.<br />

Anyway, setelah mendarat di Narita, Tokyo, saya<br />

pun mencoba berjalan penuh wibawa meninggalkan<br />

kepala pesawat. Penumpang kelas bisnis memang<br />

selalu diprioritaskan untuk naik duluan dan juga<br />

turun duluan dari pesawat. Menjadi penumpang<br />

pertama yang turun, saya pun dengan bangga<br />

menuju tempat klaim bagasi, dan bermaksud untuk<br />

secepatnya pulang dan tidur. Bagasi saya pun ternyata<br />

keluar sebagai urutan pertama yang diturunkan dari<br />

pesawat, setelah mengambilnya, saya pun segera<br />

berjalan menuju gerbang imigrasi. Apa dinyana,<br />

20<br />

karena cuma saya seorang diri yang melewati<br />

pemeriksaan imigrasi (tidak ada penumpang<br />

lain di belakang saya), petugas imigrasi tersebut<br />

pun menyuruh saya membuka bagasi saya untuk<br />

diperiksa. Sial! Mungkin karena dia berpikir dia<br />

punya banyak waktu senggang untuk memeriksa<br />

karena tidak ada penumpang lain yang antri<br />

di belakang saya. Lagipula sepertinya petugas<br />

imigrasi tersebut adalah karyawan baru dan<br />

masih muda, mungkin dia ingin memamerkan<br />

dan menunjukkan kesungguhan dia bekerja. Ugh!<br />

Saya sudah deg-degan apakah emping, kerupuk,<br />

dan beberapa produk makanan yang saya bawa<br />

bisa lolos atau tidak, sebab di kartu deklarasi<br />

saya menuliskan tidak ada produk-produk yang<br />

mengandung hewan/ tumbuhan (padahal pakaian<br />

yang kita kenakan juga sebenarnya produk dari<br />

tumbuhan bukan? – ada-ada saja). Apakah ini<br />

indikasi perubahan dari keberuntungan (kursi VIP<br />

pesawat) menjadi ketidakberuntungan (denda<br />

imigrasi)? Fiuh, syukurlah saya diloloskan juga<br />

akhirnya, tanpa dikenakan denda maupun sanksi<br />

lainnya.<br />

Keberuntungan mendapatkan tiket murah<br />

menjadi ketidakberuntungan perdebatan alot<br />

dengan petugas imigrasi Taoyuan dan tidur di sofa<br />

bandara. Ketidakberuntungan mesti bermalam di<br />

bandara ini kemudian menjadi keberuntungan dan<br />

kesempatan berkeliling Taipei. Keberuntungan<br />

berkeliling Taipei hampir saja menjadi kesialan<br />

dan musibah ketinggalan pesawat. Musibah panik<br />

dan nyaris ketinggalan pesawat malah akhirnya<br />

membuahkan keberuntungan mendapatkan kursi<br />

VIP. Keberuntungan mendapat kursi VIP dan<br />

turun pertama dari pesawat nyaris saja berubah<br />

menjadi ketidakberuntungan tertahan/potensi<br />

terkena denda akibat bagasi diobok-obok di<br />

imigrasi Narita.<br />

Fiiuuuhhh!! Memang kadang keberuntungan<br />

dan ketidakberuntungan hanya dibatasi sekat<br />

tipis, sehingga kita perlu selalu mawas diri,<br />

waspada, dan melatih kesadaran (mindfulness).<br />

“Apakah suatu keberuntungan?” “Apakah<br />

suatu ketidakberuntungan?”<br />

SINAR DHARMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!