22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KISAH CHAN<br />

<br />

Hampir lupa tahun berapa, semestinya<br />

itu adalah peristiwa yang terjadi ketika Jiechen<br />

berumur 11 tahun. Waktu itu Jiechen masih belum<br />

menjadi bhiksu, tinggal di dusun yang terletak<br />

di gunung kecil, bersekolah di sekolah dasar di<br />

gunung itu. Tahun itu, meja dan kursi di sekolah<br />

diganti dengan yang baru. Tentu saja baru di sini<br />

hanyalah dalam pengertian relatif dibanding meja<br />

kursi yang lama. Semua adalah meja kursi bekas<br />

dari kota yang diberikan untuk kami.<br />

Duduk dan bergoyang-goyang tiada<br />

hentinya di atas kursi baru, rasanya sangat<br />

menyenangkan. Kursi yang lama, hanya digoyang<br />

dengan sedikit tenaga saja sudah akan berantakan.<br />

Di permukaan meja terdapat banyak bekas coretan<br />

para pemakainya yang terdahulu, seperti namanama<br />

siapa saja yang pernah berkunjung, juga ada<br />

coretan huruf-huruf kecil yang sangat rapat, yang<br />

mungkin adalah jawaban soal-soal ulangan.<br />

Penerangan di dalam kelas sangat baik<br />

karena di atas atap setidaknya ada sepuluh lokasi<br />

yang tembus cahaya.<br />

Kami mempunyai seorang guru wanita,<br />

satu-satunya guru di sekolah kami, semua pelajaran<br />

diajarkan oleh beliau. Beliau mudah marah, sering<br />

memarahi kami selama pelajaran. Suara beliau<br />

lantang, para murid enggan duduk di bagian depan<br />

karena telinga terasa tidak nyaman.<br />

Tidak jelas mulai kapan, ibu guru tibatiba<br />

tidak pernah memarahi kami lagi. Kadang<br />

kala malah tersenyum manis memberikan kami<br />

beberapa pujian, bersenandung ketika masuk ke<br />

dalam kelas. Selama pelajaran, beliau duduk di<br />

depan jendela sambil menatap terpaku keluar<br />

ruangan, diam tak bergerak sama sekali, sudut<br />

mulut beliau menampilkan sebuah senyum kecil,<br />

hal ini tak pernah terjadi sebelumnya.<br />

Akhirnya ibu guru menikah. Suami beliau<br />

bekerja di kota, dengan sendirinya ibu guru harus<br />

mengikuti sang suami.<br />

Di hari kepergiannya, ibu guru menangis.<br />

Seluruh anak di dalam ruangan kelas menatap<br />

dengan lugu, dulu kami yang menangis karena<br />

dimarahi beliau.<br />

Ibu guru berkata, saya akan pergi. Seorang<br />

teman sekonyong-konyong menangis, pelan-pelan<br />

92<br />

92 / SINAR DHARMA<br />

merambat ke teman-teman yang lain. Jiechen<br />

ingat, dia sendiri menangis dengan sedih,<br />

hanya saja tak tahu mengapa harus menangis.<br />

Setelah kepergiannya, ibu guru dari<br />

kota meminta bantuan orang mengirim permen<br />

untuk kami, setiap anak mendapat jatah 2-3<br />

butir permen.<br />

Ke mana larinya permen itu, Jiechen<br />

tidak ingat. Habis dimakan? Dimakan orang<br />

lain? Atau hilang?<br />

Tetapi kejadian ibu guru memukul<br />

tangan Jiechen dengan penggaris, tetap ingat<br />

hingga bertahun-tahun.<br />

Apakah semua orang itu seperti itu,<br />

hanya ingat keburukan orang lain, lupa akan<br />

kebaikan orang lain.<br />

Kesedihan atas kepergian ibu guru<br />

berlangsung selama satu hari penuh.<br />

Esok harinya, Jiechen berlari dan<br />

bermain ke atas gunung bersama para murid<br />

yang tidak memanggul tas.<br />

Di atas gunung terdapat sebatang<br />

pohon tua, ada yang bilang berumur 100 tahun,<br />

ada juga yang bilang 500 tahun.<br />

Anak-anak senang memanjat dahannya<br />

yang besar, lalu melihat rumah masing-masing<br />

yang berada di kejauhan. Tempat ini adalah<br />

puncak gunung, setiap dahan pohon dapat<br />

membuatmu memandang lebih jauh.<br />

Jiechen selama ini tak pernah lupa<br />

akan kejadian jatuh dari atas pohon karena<br />

dahan yang dicengkeramnya patah.<br />

Saya jatuh ke atas tanah dengan sangat<br />

keras, terdengar suara tawa orang-orang di<br />

sekitar. Saya ingin bangkit berdiri tapi tidak<br />

bertenaga. Saya memiringkan kepala melihat<br />

ke samping, semuanya berwarna merah gelap,<br />

ada yang menyebut nama saya dengan panik,<br />

ingatan saya putus sampai di sini.<br />

Terbangun di dalam ruangan yang<br />

penuh bertaburan bau cairan disinfektan, saya<br />

melihat beliau yang sedang hamil berbicara<br />

dengan dokter. Selama dokter berbicara,<br />

beliau terus menangis.<br />

Saya tidak terlalu lama berada<br />

di rumah sakit. Biaya rumah sakit di kota<br />

sangat mahal. Saya pulang ke rumah, tetap<br />

minum obat yang sangat pahit. Rasanya ingin<br />

memuntahkannya, tapi beliau memberitahu<br />

saya, obat yang sangat mahal ini tidak boleh<br />

SINAR DHARMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!