You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
FOKUS<br />
Pengacara Udar Pristono,<br />
Tonin Tachta Singarimbun<br />
HASAN/DETIKCOM<br />
dibeli Rp 100 juta.<br />
Setelah pembelian itu, kata dia, keesokan<br />
harinya dia menang tender proyek halte bus<br />
Transjakarta. “Itu kan orang terpaksa membeli,<br />
melebihi harga yang diperoleh,” kata Eddy.<br />
“Itulah yang dianggap sebagai gratifikasi.”<br />
Pembelian mobil itu hanya salah satu transaksi<br />
tidak wajar yang ditemukan penyidik<br />
setelah memeriksa rekening bank Udar dan<br />
keluarganya. Eddy mengatakan Kejaksaan menemukan<br />
hampir setiap hari ada setoran masuk<br />
ke dua rekening keluarga Udar. Besarnya Rp 20<br />
juta hingga Rp 30 juta dan disetor oleh bawahannya<br />
berinisial W di Dinas Perhubungan DKI.<br />
Setoran itu dimulai sejak Udar menjabat<br />
Kepala Dinas Perhubungan pada Juni 2010.<br />
Anehnya, kata Eddy, “Ketika dia sudah tidak<br />
menjabat, tidak ada lagi setoran.”<br />
Kejaksaan menilai jumlah setoran itu tak<br />
sesuai dengan profil Udar sebagai pegawai<br />
negeri. “Sekian tahun itu hampir berjumlah Rp<br />
4-5 miliar, miliaranlah pokoknya,” kata Eddy.<br />
Saat ini Kejaksaan juga tengah menyidik<br />
keterlibatan Udar dalam kasus pengadaan bus<br />
Transjakarta. Kasus itu menjadi pintu masuk<br />
jaksa buat mengusut aliran uang tak wajar ke<br />
rekening Udar yang diduga kuat dimanfaatkan<br />
mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta<br />
itu untuk membeli properti.<br />
Udar dalam laporan kekayaan ke Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi pada 2012 menyatakan<br />
harta berupa tanah dan bangunan mencapai<br />
Rp 21 miliar dari total kekayaan Rp 26 miliar.<br />
Namun, dalam pemeriksaan oleh kejaksaan<br />
pada 2014, nilai properti Udar sudah naik jadi<br />
sekitar Rp 25 miliar.<br />
Nantinya Udar harus membuktikan keabsahan<br />
asal uangnya itu. “Kalau (Udar) tidak bisa<br />
membuktikan, patut diduga itu penghasilan<br />
yang tidak sah dan yang terkait dengan pekerjaan<br />
atau jabatan dia.”<br />
Soal penjualan Toyota Kijang itu, pengacara<br />
Udar, Tonin Tachta Singarimbun, membenarkan<br />
pembelinya memang pemilik perusahaan<br />
rekanan proyek Dinas Perhubungan. Namun<br />
ia berkeras transaksi itu wajar dan bukan suap.<br />
“Harganya memang Rp 100 jutaan. Kalau harga<br />
mobilnya Rp 1 miliar, baru itu namanya gratifikasi,”<br />
ujarnya.<br />
Penelisikan atas penjualan mobil itulah yang<br />
MAJALAH DETIK 30 MARET - 5 APRIL 2015