2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
terhadap hak asasi manusia itu direproduksi<br />
atau diproduksi dengan alasan tingginya potensi<br />
konflik di berbagai daerah, seperti<br />
perkembangan masalah di Aceh dan Papua, atau<br />
konflik antar etnis atau bernuansa agama yang<br />
terjadi di Maluku, Poso dan Kalimantan. Alasan<br />
lain dari dikeluarkannya kebijakan yang tidak<br />
respek terhadap hak asasi manusia itu adalah<br />
perlunya jaminan keamanan untuk investasi<br />
demi perbaikan kondisi ekonomi nasional.<br />
Kebijakan yang tidak respek hak asasi manusia<br />
ini pada gilirannya mengabaikan pula hak-hak<br />
perempuan. Pengiriman besar-besaran<br />
perempuan ke manca negara sebagai TKW<br />
adalah contoh nyata dari situasi ini.<br />
Keadaan lain yang membuat perlindungan<br />
dan pemenuhan hak asasi manusia lamban<br />
adalah belum terjadinya reformasi yang<br />
signifikan dalam institusi militer, intelijen dan<br />
kepolisian. Kelambanan itu terjadi karena<br />
kurangnya dukungan dari parlemen dan<br />
departemen terkait. Semua itu terjadi karena<br />
kuatnya kepentingan personal, terutama personal<br />
yang terlibat masalah pelanggaran hak<br />
asasi manusia dalam menentukan arah dari<br />
reformasi institusi-institusi tersebut. Akibatnya<br />
upaya Komnas HAM untuk melakukan<br />
penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia dan<br />
Pengadilan HAM untuk membuktikan<br />
terjadinya pelanggaran terbentur pada aturanaturan<br />
internal institusi-institusi tersebut. Di sisi<br />
lain peranan institusi keamanan dan pertahanan<br />
ini kian menjadi dominan tak kala konflik terus<br />
menerus berkembang, sementara itu para<br />
pejabat sipil dan parlemen tidak percaya diri<br />
menghadapi konflik tersebut.<br />
Peristiwa kekerasan yang terus terjadi dalam<br />
lima tahun belakangan ini telah memaksa lebih<br />
dari 3 juta penduduk meninggalkan kampung<br />
halamannya dan terpaksa hidup di kamp-kamp<br />
pengungsian dalam batas waktu yang tidak<br />
-terbatas. Setidaknya saat ini 3 juta orang korban<br />
tersebut hidup dalam kemiskinan dan sangat<br />
bergantung dengan uluran tangan pemerintah<br />
dan organisasi-organisasi kemanusiaan nasional<br />
maupun internasional. Para korban itu saat ini<br />
hidup dalam ancaman serangan busung lapar,<br />
kekurangan gizi, dan penyakit menular<br />
berbahaya lainnya. Dan celakanya, mayoritas<br />
dari korban tersebut adalah perempuan dan<br />
anak-anak.<br />
Di samping itu, dalam lima tahun ini<br />
langkah-langkah pembenahan ekonomi Indonesia<br />
patut untuk diperhatikan karena programprogram<br />
ini kerap berkontribusi terhadap<br />
berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi<br />
manusia di Indonesia. Program-program recovery<br />
ekonomi yang menitiktekankan pada<br />
pembuatan regulasi liberalisasi ekonomi Indonesia<br />
ini diketahui menjadi penyebab praktikpraktik<br />
pelanggaran dalam bentuk perampasan<br />
tanah petani dan masyarakat asli oleh<br />
perusahaan, penggusuran rumah/tempat tinggal<br />
masyarakat miskin kota, PHK, dan semakin<br />
buruknya akses penduduk atas fasilitas<br />
pendidikan dan kesehatan. Dengan<br />
mengatasnamakan memacu pertumbuhan<br />
ekonomi nasional atau daerah, pemerintah<br />
bersama-sama parlemen kemudian<br />
memberikan kekebalan kepada pemilik modal<br />
dalam bentuk jaminan modal dan pemenuhan<br />
seluruh kebutuhan-kebutuhan dari para<br />
pemodal tersebut. Praktis seluruh sektor<br />
ekonomi di pedesaan dan kota telah dikuasai<br />
oleh para pemilik modal, dan penduduk hanya<br />
menjadi pengisi tenaga kerja kasar di situs-situs<br />
ekonomi besar.<br />
Meskipun Indonesia telah meratifikasi<br />
instrumen internasional tentang hak-hak<br />
perempuan, bahkan jauh sebelum gerakan hak<br />
asasi manusia di Indonesia menguat, namun<br />
tidak membuat kondisi perempuan dengan<br />
sendirinya membaik. Laporan adanya kasuskasus<br />
penyiksaan, tindakan tidak manusiawi,<br />
merendahkan martabat dan hukuman kejam<br />
terhadap kelompok perempuan terus<br />
meningkat hingga mengkhawatirkan banyak<br />
pihak. Peristiwa-peristiwa ini nyaris ditemukan<br />
di seluruh propinsi, tanpa melihat apakah<br />
propinsi tersebut masuk dalam kategori maju<br />
atau tidak. Para korbannya pun berasal dari<br />
semua tingkatan status sosial. Para pelaku dari<br />
kejahatan ini pun tidak melulu negara,<br />
melainkan sudah meluas hingga ke wilayah<br />
domestik. Di wilayah-wilayah konflik<br />
bersenjata, intensitas kejadiannya cukup tinggi<br />
dan sangat terkait erat dengan penggunaan<br />
strategi perang yang digunakan pihak-pihak<br />
yang bertikai. Sementara di wilayah non-konflik<br />
intensitas dari kejahatan ini juga cukup<br />
2 Bagian I