2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
internasional. Di lain pihak, kelompok<br />
pemberontak pun melakukan upaya-upaya<br />
pengingkaran atas kejahatan penyiksaan dan<br />
perlakuan kejam dan tidak manusiawi terhadap<br />
perempuan-perempuan yang diduga sebagai<br />
mata-mata pemerintah. Dengan mengatakan<br />
para perempuan tersebut adalah mata-mata<br />
pemerintah, kelompok pemberontak mengelak<br />
telah memaksa para perempuan yang mereka<br />
culik untuk berjalan jauh tanpa istirahat yang<br />
cukup. 16 Di samping itu upaya lain untuk<br />
menutup-nutupi kasus-kasus semacam ini<br />
adalah dengan mengancam para pembela hakhak<br />
perempuan yang ingin mengungkap<br />
sejumlah kasus-kasus penyiksaan. Baik militer/<br />
polisi dan kelompok pemberontak, kerap<br />
mengancam para pembela hak-hak perempuan<br />
dan hak asasi manusia yang vokal<br />
mengumumkan indikasi kuat tentang praktikpraktik<br />
penyiksaan, tindakan kejam,<br />
merendahkan martabat dan hukuman kejam<br />
yang melibatkan anggota mereka. 17<br />
Demikian pula dengan kasus-kasus serupa di<br />
wilayah non-konflik, pemerintah juga<br />
cenderung bersikap serupa. Kasus-kasus seperti<br />
ini cenderung disebut sebagai kasus-kasus<br />
kriminal biasa – istilah mereka kasus<br />
penganiayaan – sehingga penanganannya pun<br />
sangat tidak memuaskan para korban.<br />
Kecenderungan untuk menafikkan kasus-kasus<br />
ini juga terlihat yakni dengan upaya-upaya<br />
melindungi para tersangka dengan cara<br />
mementahkan kesaksian para korbannya<br />
kurang didukung dengan hasil otopsi. 18 Bahkan<br />
langkah-langkah perlindungan terhadap para<br />
korban oleh sejumlah organisasi perempuan<br />
dan hak asasi manusia pun kerap mereka kecam<br />
dengan berbagai alasan. 19 Akibatnya banyak<br />
sekali praktik-praktik pengendapan proses<br />
penyelidikan atas kejahatan ini atau pelaku lolos<br />
dari jeratan hukum karena kurang bukti atau<br />
penghukuman yang sangat minim bagi para<br />
pelaku, terjadi sepanjang lima tahun terakhir.<br />
Khusus untuk kasus-kasus penyiksaan,<br />
perlakuan kejam, tidak manusiawi<br />
merendahkan martabat dan hukuman kejam<br />
yang terjadi di dalam rumah tangga; upaya<br />
pemerintah untuk menutup-nutupinya masih<br />
sangat kuat seperti ketika orde baru masih<br />
berkuasa. Meski akhir <strong>2004</strong> ini parlemen<br />
mengesahkan undang-undang mengenai perlindungan<br />
perempuan dari tindak kekerasan dalam<br />
rumah tangga, pandangan dominan di kalangan<br />
pejabat pemerintah bahwa kejahatan untuk<br />
kategori ini adalah bukan kekerasan melainkan<br />
upaya suami mendidik istri, masih cukup kuat.<br />
Ketakutan bahwa para suami yang melakukan<br />
kekerasan akan dihukum cukup kuat<br />
berkembang sehingga ada upaya untuk<br />
menghentikan penerapan undang-undang<br />
kekerasan dalam rumah tangga ditangguhkan.<br />
Ini terlihat dengan sikap sebagian pihak di<br />
kalangan pejabat penegak hukum yang masih<br />
menunda pemberlakuan undang-undang ini<br />
dengan alasan belum adanya peraturan<br />
pemerintah tentang pekerja sosial. Padahal<br />
menurut para pembela hak-hak perempuan<br />
alasan penundaan ini sangat tidak masuk akal<br />
mengingat peraturan pemerintah tersebut<br />
bukanlah ketentuan hukum yang dapat<br />
menghambat penerapan dari undang-undang<br />
tersebut. 20<br />
KESIMPULAN<br />
Dari pemaparan tersebut menunjukkan<br />
bahwa praktik-praktik penyiksaan, perlakuan<br />
kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat<br />
dan hukum kejam, terjadi di seluruh level<br />
kehidupan. Kuatnya faham patriarki di tubuh<br />
pemerintahan yang kemudian diadopsi oleh<br />
masyarakat ke dalam relasi interaksi laki-laki<br />
dan perempuan sehari-hari, menjadi dasar<br />
pembenaran atas praktik-praktik kekerasan<br />
dalam kategori ini. Praktik-praktik kekerasan<br />
terhadap perempuan dalam penerapan darurat<br />
militer atau operasi militer kemudian diadopsi<br />
oleh para pemilik modal dalam menjalankan<br />
praktik kerja dengan buruh-buruh perempuan,<br />
dan oleh masyarakat dalam menjalankan relasi<br />
laki-laki dan perempuan tidak seimbang,<br />
menjadi akar utama atas terjadinya praktikpraktik<br />
kejahatan penyiksaan, perlakuan tidak<br />
manusiawi, merendahkan martabat dan<br />
hukuman kejam terhadap perempuan.<br />
Kondisi ini semakin diperburuk dengan<br />
minimnya inisiatif negara untuk mengambil<br />
langkah-langkah perlindungan dan<br />
penghormatan hak-hak perempuan dalam<br />
pelaksanaan agenda reformasi nasional.<br />
Minimnya produksi regulasi serta gagalnya<br />
mereduksi watak patriarki dalam struktur<br />
60 Bagian V