2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ahwa Pemerintah daerah tidak memberikan<br />
dana kompensasi yang memadai. 31 Dengan<br />
hanya menyanggupi akan membayar uang<br />
kerohiman 500 ribu rupiah, Pemerintah Kota<br />
Jakarta Utara meminta warga untuk pindah.<br />
Bahkan untuk kasus-kasus penertiban para<br />
pedagang kakilima, hampir tidak ada<br />
kompensasi untuk mereka. Di Pulogadung,<br />
Jakarta Timur, para penduduk di wilayah<br />
tersebut mengaku hanya menerima uang 300<br />
ribu rupiah sebagai bentuk kompensasi dari<br />
Pemerintah Kota Jakarta Timur. Tak heran jika<br />
kemudian para korban ini banyak yang tidak<br />
mampu menyewa tempat tinggal baru. Bahkan<br />
dalam kasus-kasus penertiban pedagang<br />
kakilima, sebagian besar Pemerintah daerah<br />
jarang memberikan kompensasi, baik dalam<br />
bentuk uang ataupun lokasi baru.<br />
KESIMPULAN<br />
Penerapan desentralisasi daerah dalam<br />
kerangka otonomi daerah di Indonesia pada<br />
akhirnya justru melahirkan tindak kejahatan<br />
pelanggaran hak asasi manusia di tingkat<br />
daerah. Kebijakan-kebijakan Pemerintah daerah<br />
tidaklah berbeda dengan apa yang pernah<br />
dilakukan oleh pemerintah pusat pada masa<br />
lalu, yakni kental dengan penggunaan praktikpraktik<br />
kekerasan dalam proses pembangunan.<br />
Alasan memacu laju investasi yakni dengan<br />
mengundang investor ke daerah dan<br />
menggenjot pembangunan infrastruktur<br />
pemerintahan yang otonom kemudian menjadi<br />
tedeng aling-aling bagi pemerintah daerah untuk<br />
melakukan praktik-praktik pelanggaran hak<br />
asasi manusia di daerahnya sendiri. Otonomi<br />
daerah pun gagal membangun mekanisme perlindungan<br />
dan penegakan pelanggaran hak asasi<br />
manusia yang seharusnya turut dilakukan ketika<br />
membangun institusi dan struktur<br />
pemerintahan otonom. Akibat dari ini,<br />
penduduk lokal kembali harus menjadi bulanbulanan<br />
tindak kekerasan dan pelanggaran hak<br />
asasi manusia aparatur pemerintah propinsi dan<br />
kabupaten/kota.<br />
CATATAN:<br />
1<br />
Lih., Otonomi Daerah dan Iklim Usaha: Hasil Temuan<br />
Semeru, 3 April 2001.<br />
2<br />
Beberapa propinsi yang membelah diri antara lain:<br />
Jawa Barat, Riau, dan Sulawesi Utara, Maluku.<br />
Sementara pemekaran Kabupaten dan Kota hampir<br />
terjadi di seluruh propinsi di Indonesia.<br />
3<br />
Op.cit., Otonomi Daerah dan Iklim Usaha, 3 April<br />
2001.<br />
4<br />
Farid, Hilmar, Laporan Militerisasi di Indonesia, Juli<br />
<strong>2004</strong>, tidak diterbitkan untuk umum.<br />
5<br />
Hampir setiap propinsi pada awal-awal penerapan<br />
otonomi melakukan serangkaian studi banding ke luar<br />
negeri. Beberapa di antara mereka ini mendapatkan<br />
kritik yang luar biasa dari rakyatnya sendiri. Daerahdaerah<br />
itu antara lain, Jakarta, Kalbar, Kaltim, Riau, dan<br />
Padang.<br />
6<br />
Op.Cit., Otonomi Daerah dan Iklim Usaha, 3 April<br />
2001: Hampir 200 Perda diproduksi oleh Pemprop,<br />
lebih banyak mengatur tentang Pajak, Retribusi dan<br />
Pungutan Lain. Semua ini ditujukan agar dapat<br />
menangkap keuntungan dari seluruh potensi kekayaan<br />
lokal.<br />
7<br />
lih., “ Satpol PP Nganjuk Pegang Pistol,” Surya<br />
Online, 20 April <strong>2004</strong>; “Satpol PP Kota Palembang<br />
Dapat 15 Pistol,” Sinar Pagi, 9 Januari <strong>2004</strong>; “Diprotes<br />
Satpol PP Berpistol,” Jawapost.com, 15 Mei <strong>2004</strong>;<br />
8<br />
Dokumentasi ELSAM periode 1999-<strong>2004</strong><br />
menunjukkan hampir seluruh pemerintah daerah, baik<br />
propinsi maupun daerah, menggunakan Satpol PP<br />
dalam eksekusi-eksekusi penertiban yang sarat dengan<br />
tindakan kejam dan tidak manusiawi.<br />
9<br />
Di Jawa Barat, Satpol PP Kota Bandung membakar<br />
karya seni instalasi seniman Tisna Sanjaya tanpa<br />
alasan yang jelas. Karya-karya Tisna yang dibakar<br />
adalah karyat-karya yang bertema kritik sosial. Lih.<br />
“Tisna Jaya Melapor ke Polisi, Kasus Pembakaran<br />
Diselesaikan Secara Hukum,”<br />
Pikiran Rakyat Online, 11 Februari <strong>2004</strong>.<br />
10<br />
“Pedagang Kakilima Bentrok Dengan Petugas,<br />
Diduga Dimotori oleh Preman,” KCM, 19 April 2001.<br />
11<br />
“ Mahasiswa Tuntut Bupati Mundur,” Suara<br />
Merdeka, 29 Desember <strong>2004</strong><br />
12<br />
SK Gubernur tersebut menjelaskan institusi-intisusi<br />
daerah yang terlibat dalam operasi penertiban<br />
tersebut. Insitusi-institusi tersebut antara lain:<br />
Pembantu Gubernur Untuk Wilayah Kepuluan (selaku<br />
Ketua Tim), Kapolda Sultra, Danrem 143/HO, Bupati<br />
Buton, Bupati Kendari, Kakanwil Dephutbun Prop.<br />
Sultra, Ka. Dishut Prop. Sultra, Polisi Pamong Praja<br />
Pemerintah daerah Tk I Sultra, Brimob Polda Sultra,<br />
Polisi Hutan Janggawana TNRAW, dan Polres.<br />
13<br />
Presentasi Suara Nurani dalam pertemuan<br />
konsultasi mitra EED di Bogor, 12-15 Desember <strong>2004</strong>.<br />
14<br />
Wawancara dengan aktivis Walhi, di Jakarta 2003<br />
15<br />
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memastikan, pada<br />
<strong>2004</strong> penggusuran tetap terus dilakukan. “Penduduk<br />
Jakarta sudah over capacity. Jika tidak dilakukan<br />
penertiban, akan lebih parah,” kata Sutiyoso, di Balai<br />
Kota Jakarta. Lih., “<strong>2004</strong>, Penggusuran di Jakarta Tetap<br />
Tutup Buku dengan “Transitional Justice”?<br />
51