2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
negara terus melakukan Proxy Violence 1<br />
terhadap perempuan di wilayah tersebut untuk<br />
dapat membongkar jaringan pemberontak.<br />
Kelompok bersenjata dengan dalih<br />
memperjuangkan kemerdekaan, memaksa<br />
perempuan untuk menjadi pekerja seks atau<br />
memaksa mereka untuk menikahi para serdadu<br />
di wilayah konflik, agar memperoleh informasiinformasi<br />
penting berkaitan dengan kekuatan<br />
tentara pemerintah.<br />
Bagian ini akan memaparkan tentang<br />
praktik-praktik penyiksaan terhadap<br />
perempuan yang telah menjadi endemik di Indonesia.<br />
Bagian ini juga bermaksud<br />
memaparkan tentang kaitan-kaitan kebijakan<br />
negara dalam lima tahun terakhir dengan<br />
peristiwa penyiksaan dan ill treatment.<br />
UPAYA-UPAYA PENEGAKAN HAK-HAK<br />
PEREMPUAN<br />
Tidak banyak upaya-upaya perbaikan hakhak<br />
perempuan di Indonesia dalam lima tahun<br />
terakhir, baik di legal reform, institusional reform<br />
maupun upaya-upaya penghukuman atas<br />
para pelaku kekerasan terhadap perempuan.<br />
Sebaliknya praktikpraktik<br />
kekerasan<br />
terhadap perempuan<br />
terus meningkat<br />
sejalan dengan<br />
sejumlah kebijakan<br />
yang diambil oleh<br />
negara terkait dengan<br />
agenda perbaikan<br />
ekonomi nasional,<br />
langkah-langkah<br />
penanganan wilayah<br />
konflik, maupun<br />
dalam penerapan<br />
k e b i j a k a n<br />
desentralisasi atau<br />
otonomi daerah.<br />
Langkah-langkah<br />
tersebut secara<br />
langsung atau tidak<br />
terkait erat dengan<br />
praktik-praktik<br />
kekerasan terhadap<br />
perempuan yang<br />
akan dijelaskan lebih<br />
detail dalam bagian lain dalam laporan ini.<br />
Secara umum, agenda perbaikan dan perlindungan<br />
hak-hak perempuan di level legislasi<br />
masih jauh dari yang diharapkan oleh banyak<br />
pihak. Problem-problem kekerasan terhadap<br />
perempuan yang belakangan muncul dalam<br />
skala yang massif dan meluas di tanah air tidak<br />
membuat produksi legislasi di tingkat nasional<br />
meningkat. Hal yang sama juga terjadi di daerah,<br />
ketika penerapan otonomi daerah tidak<br />
membuat parlemen lokal bersama-sama<br />
pemerintah propinsi dan kabupaten/kota<br />
terpacu untuk memproduksi regulasi khusus<br />
tentang perlindungan dan pencegahan praktikpraktik<br />
kekerasan terhadap perempuan, baik itu<br />
yang dilakukan oleh aparatur negara, kelompok<br />
pemberontak bersenjata, kelompok-kelompok<br />
bersenjata berbasis agama atau etnis maupun<br />
oleh perusahaan dan kelompok-kelompok<br />
pengaman sewaan. Akibatnya, di level nasional<br />
dan daerah hingga saat ini belum memiliki<br />
mekanisme perlindungan dan pencegahan<br />
perempuan dari praktik-praktik kekerasan.<br />
Setidaknya baru dua produk legislasi tentang<br />
perlindungan dan pencegahan di tingkat<br />
54 Bagian V