2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
tugas utama Kejaksaan adalah melakukan<br />
proses penuntutan terhadap tindak pidana<br />
untuk melindungi kepentingan umum.<br />
Meskipun terjadi perubahan yang cukup<br />
maju, namun demikian proses reformasi di<br />
institusi peradilan masih sulit untuk dijalankan<br />
di tataran praktis. Berbagai persoalan<br />
pelaksanaannya seperti belum adanya upaya<br />
sinkronisasi beberapa regulasi lain yang<br />
bertabrakan dengan regulasi satu atap ini<br />
membuat regulasi baru ini sulit diterapkan<br />
sepenuhnya. Di samping itu munculnya<br />
penolakan yang kuat dari institusi-institusi yang<br />
terkena proses reformasi ini membuat proses<br />
pelaksanaannya tertunda-tunda dan dijalankan<br />
setengah hati. Persoalan lainnya adalah kapasitas<br />
hakim, jaksa yang masih terbatas untuk<br />
menjalankan tugas dan fungsi baru yang<br />
diamanatkan oleh undang-undang baru. Ini<br />
terlihat dalam proses pengadilan sepanjang<br />
tahun 1999-<strong>2004</strong> yang mana masih dipengaruhi<br />
oleh kepentingan politik serta tidak mampu<br />
melepaskan diri dari pengaruh eksekutif.<br />
Pengadilan koneksitas kasus 27 Juli 1996 yang<br />
digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat<br />
merupakan contoh konkrit bagaimana<br />
pengadilan diciptakan untuk tujuan yang tidak<br />
sesuai dengan kenyataannya. Kegagalan<br />
pengadilan HAM ad hoc baik kasus Timor<br />
Timur maupun Tanjung Priok bukti lain<br />
tentang belum bebasnya institusi-institusi<br />
peradilan dari intervensi kekuasaan. Kapasitas<br />
hakim sangat lemah dalam menghadapai<br />
regulasi-regulasi yang baru. Di samping itu,<br />
Pendidikan hakim yang tidak berjalan pararel<br />
dengan perkembangan regulasi menyebabkan<br />
para hakim cenderung gagap untuk<br />
menerapkan regulasi baru, terlebih jika tidak<br />
ada petunjuk dari otoritas yang lebih tinggi<br />
(MA) tentang sebuah regulasi tertentu.<br />
Kebingunan hakim dalam menyikapi regulasi<br />
ternyata berimbas pada pemberian keadilan bagi<br />
korban. 35 Faktor lainnya adalah buruknya<br />
administrasi peradilan. Hal ini terlihat dari akses<br />
publik terhadap informasi perkembangan<br />
sebuah kasus ke pengadilan yang masih tertutup.<br />
Masalah administrasi pengadilan selama lima<br />
tahun terakhir atau paling tidak jika dilihat<br />
berdasarkan progressivitas penanganan kasus<br />
tidak ada perkembangan. Masalah-masalah<br />
yang sama selalu muncul dalam setiap<br />
penanganan perkara akibat dari lemahnya<br />
administrasi pengadilan. Jadual sidang yang<br />
tidak jelas baik mengenai waktu dan tempat,<br />
seringnya penundaan sidang, dan tidak jelasnya<br />
informasi mengenai perkembangan sebuah<br />
kasus di pengadilan adalah problem-problem<br />
klasik yang muncul akibat tidak berjalannya<br />
pembenahan administrasi pengadilan.<br />
Hal ini semakin lengkap ketika institusi<br />
Kejaksaan Agung menolak untuk mereformasi<br />
diri. Posisi Jaksa Agung yang masih berada di<br />
bawah eksekutif membuat institusi ini semakin<br />
menjauhkan diri dari upaya-upaya kemandirian<br />
kejaksaan. Di samping itu, masih kuatnya<br />
pengaruh pimpinan/atasan dalam institusi<br />
kejaksaan semakin meneguhkan bahwa lembaga<br />
ini belum mampu keluar dari watak militeristik<br />
warisan rezim lama. 36 Penanganan perkara yang<br />
harus selalu dikonsultasikan dengan atasan,<br />
bahkan dalam rencana penuntutan terhadap<br />
seorang terdakwa harus meminta persetujuan<br />
dari atasan, menyebabkan kinerja kejaksaan<br />
masih sarat dengan intervensi kekuasaan. Tidak<br />
gigihnya jaksa dalam melakukan pembuktian<br />
untuk membuktikan surat dakwaan adalah satu<br />
bukti bahwa masih adanya unsur intervensi<br />
yang besar terhadap institusi kejaksaan maupun<br />
para jaksa yang sedang bertugas. 37 Kegagalan<br />
penanganan kasus pelanggaran hak asasi<br />
manusia yang berat dalam beberapa pengadilan,<br />
menunjukkan adanya sejumlah persoalan<br />
lemahnya kapasitas/kompetensi di kalangan<br />
para jaksa. Sistem rekruitmen yang buruk,<br />
pendidikan jaksa yang tidak memadai dan<br />
minimnya program peningkatan kualitas jaksa<br />
disinyalir sebagai penyebab rendahnya kualitas<br />
jaksa.<br />
c. Reformasi Departemen Kehakiman dan<br />
Hak Asasi Manusia<br />
Di samping mereformasi institusi peradilan,<br />
proses reformasi ini juga diarahkan ke<br />
Departemen Hukum dan HAM, karena<br />
departemen yang sebelumnya bernama<br />
Departemen kehakiman ini dahulunya<br />
merupakan perpanjangan tangan dari ekskutif,<br />
yakni mengatur hakim dan sampai tahap mutasi<br />
hakim yang tidak mengikuti kemauan penguasa.<br />
Atas dasar inilah kemudian sejumlah<br />
kewenangan Departemen hukum dan HAM<br />
Tutup Buku dengan “Transitional Justice”?<br />
19