05.05.2015 Views

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

hukum hak asasi manusia dan ketiga adalah<br />

meratifikasi instrumen hak asasi manusia<br />

internasional. Sepanjang 1999-<strong>2004</strong><br />

pelaksanaannya jauh dari yang diharapkan<br />

banyak pihak. Parlemen dan eksekutif terlihat<br />

sangat tidak produktif dan lamban. Bahkan dari<br />

beberapa regulasi hak asasi manusia baru, secara<br />

substansi sangat lemah dan kabur. Berikut ini<br />

capaian dari pelaksanaan agenda pembaharuan<br />

hukum dalam bidang hak asasi manusia:<br />

a. Produksi Regulasi Hak Asasi Manusia<br />

Implementasi agenda produksi regulasi hak<br />

asasi manusia dimulai dengan pengesahan<br />

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang<br />

Hak Asasi Manusia. 15 Kemudian pasca terjadinya<br />

pelanggaran HAM yang berat di Timor Timur<br />

September 1999, pemerintah Abdurrahman<br />

Wahid kembali memproduksi regulasi hak asasi<br />

manusia yakni Undang-undang Nomor 26<br />

Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi<br />

Manusia. Sebelum undang-undang ini<br />

disahkan, pemerintahan Abdurrahman Wahid<br />

juga pernah membuat satu Peraturan<br />

Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor<br />

1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi<br />

Manusia. 16 Selanjutnya Undang-undang Nomor<br />

26 Tahun 2000 ini mengatur secara spesifik<br />

tentang yurisdiksi atas pengadilan HAM yaitu<br />

untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan<br />

kejahatan genosida. Rumusan tentang kejahatan<br />

genosida mendekati perumusan dalam Konvensi<br />

Anti Genosida sedangkan rumusan mengenai<br />

kejahatan kemanusiaan dalam undang-undang<br />

ini secara tegas mengacu pada Statuta Roma<br />

1998. Namun rumusan jenis kejahatan dalam<br />

undang-undang ini banyak mengandung<br />

kelemahan dan multi interpretatif karena tidak<br />

memasukkan elements of crimes yang akan<br />

menjadi landasan untuk menginterpretasikan<br />

pasal-pasal tersebut. Kritikan lainnya adalah<br />

tidak dimasukkannya kejahatan perang (war<br />

crimes) dalam yurisdiksi pengadilan HAM. 17<br />

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 ini juga<br />

memberikan pengaturan tentang perlindungan<br />

saksi dan korban dan pengaturan tentang<br />

jaminan reparasi kepada korban pelanggaran<br />

HAM yang berat serta ahli warisnya. Jaminan<br />

reparasi ini berupa adanya hak korban untuk<br />

mendapatkan kompensasi, restitusi dan<br />

rehabilitasi. Ketentuan secara lengkap untuk<br />

mengenai tata cara perlindungan saksi dan<br />

korban serta kompensasi, restitusi dan<br />

rehabilitasi kemudian dituangkan dalam<br />

Keppres Nomor 2 Tahun 2002 dan Keppres<br />

Nomor 3 Tahun 2002. 18<br />

Pasca penerbitan Undang-undang Nomor 26<br />

Tahun 2000, DPR selanjutnya tidak pernah<br />

membuat atau mengesahkan produk regulasi<br />

hak asasi manusia. Dan sebaliknya, DPR dan<br />

presiden secara bersama-sama banyak terlibat<br />

dalam pembuatan regulasi dan kebijakan yang<br />

bertentangan dengan hak asasi manusia. Baru di<br />

akhir masa kerjanya, DPR kembali<br />

memproduksi regulasi dalam bidang hak asasi<br />

manusia yakni mengesahkan Undang-undang<br />

Nomor 27 Tahun <strong>2004</strong> tentang Komisi<br />

Kebenaran dan Rekonsiliasi. 19 Undang-undang<br />

ini disahkan karena merupakan mandat yang<br />

diberikan MPR kepada presiden melalui TAP<br />

MPR Nomor V/MPR/2000 dan Undangundang<br />

Nomor 26 Tahun 2000. Undangundang<br />

ini sendiri mengatur tentang proses<br />

pencarian kebenaran pelanggaran HAM yang<br />

berat masa lalu melalui mekanisme extrajudicial.<br />

Dengan mandat mengungkap kebenaran<br />

atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia<br />

masa lalu, Komisi ini diharapkan mampu<br />

mengungkap berbagai pelanggaran hak asasi<br />

manusia di masa lalu, termasuk juga<br />

mengungkap kejahatan-kejahatan rezim yang<br />

sengaja digelapkan dan tidak mampu<br />

diungkapkan di pengadilan. Undang-undang<br />

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini juga<br />

mengatur tentang mekanisme kompensasi,<br />

restitusi dan rehabilitasi kepada korban dan juga<br />

permohonan amesti kepada pelaku. Persoalan<br />

amnesti inilah yang menjadi sasaran kritik dari<br />

berbagai pihak karena dianggap<br />

menguntungkan pelaku terlebih nasib korban<br />

akan reparasi kepada dirinya digantungkan<br />

kepada ada atau tidaknya amnesti kepada<br />

pelaku.<br />

b. Penghapusan Peraturan yang<br />

Bertentangan Dengan Hak Asasi Manusia<br />

Periode 1999-<strong>2004</strong> terdapat beberapa<br />

peraturan yang bertentangan dengan hak asasi<br />

manusia dihapuskan tetapi jumlahnya tidak<br />

begitu banyak. Peraturan-peraturan tersebut<br />

14 Bagian II

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!