2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2000 dan kemudian disempurnakan melalui SK<br />
Ketua Komnas HAM Nomor 003/Komnas<br />
HAM/III/2000 tanggal 14 Maret 2000, KPP<br />
HAM kasus Tanjung Priok memiliki mandat<br />
menyelidiki sejumlah dugaan kejahatan<br />
terhadap kemanusiaan dalam peristiwa<br />
pembantaian warga Tanjung Priok pada tahun<br />
1984. Dukungan yang luar biasa yang datang<br />
dari berbagai elemen masyarakat, membuat tim<br />
ini cukup leluasa untuk mengumpulkan<br />
sejumlah bukti-bukti, baik dari korban maupun<br />
keterangan dari sejumlah para perwira militer.<br />
Dukungan yang luar biasa inilah yang membuat<br />
KPP-HAM Tanjung Priok berhasil<br />
membuktikan adanya tindak kejahatan<br />
terhadap kemanusiaan berikut menyerahkan<br />
daftar nama para para tersangkanya. Selanjutnya<br />
KPP HAM Tanjung Priok mengeluarkan<br />
beberapa rekomendasi yang salah satunya<br />
adalah meminta kepada presiden untuk segera<br />
membentuk pengadilan HAM ad hoc. 10 Namun<br />
seperti hasil rekomendasi KPP HAM lainnya,<br />
rekomendasi KPP HAM Tanjung priok ini,<br />
hanya rekomendasi pembentukan pengadilan<br />
saja yang dijalankan pemerintah.<br />
Sukses Komnas HAM dalam penyelidikan<br />
kasus Timor Timor dan Tanjung Priok tidak<br />
terulang kembali ketika menyelidiki kasus<br />
Trisakti-Semanggi I dan II (TSS) pertengahan<br />
2001. Keputusan politik DPR yang menyatakan<br />
bahwa ketiga kasus tersebut bukanlah peristiwa<br />
pelanggaran berat hak asasi manusia membuat<br />
para pelaku menolak untuk dimintai keterangan<br />
oleh Tim penyelidik yang dibentuk melalui<br />
Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/<br />
Komnas HAM/VII/2000 tanggal 27 Agustus<br />
2001. Akibatnya kinerja dari KPP HAM TSS ini<br />
menjadi sangat terbatas, sehingga sulit untuk<br />
mengakses dokumen-dokumen milik militer<br />
dan polisi. Sekalipun terjadi penolakan dari para<br />
pelaku, dengan mengumpulkan keterangan dari<br />
para korbannya akhirnya KPP HAM TSS<br />
berhasil membuktikan pelanggaran berat hak<br />
asasi manusia, dalam peristiwa penembakan<br />
mahasiswa di Kampus Trisakti dan Atmajaya.<br />
Namun kesimpulan ini kembali tidak<br />
berpengaruh apa-apa karena Kejaksaan Agung<br />
menolak untuk menindaklanjuti hasil<br />
penyelidikan Komnas HAM ke tingkat<br />
penyidikan dengan alasan berpijak pada<br />
statemen DPR tersebut.<br />
Penurunan dukungan politik terhadap Tim<br />
penyelidik kasus TSS, juga berimbas pada upaya<br />
Komnas HAM dalam penyelidikan kasus<br />
kerusuhan Mei 1998. Tim ad hoc Penyelidikan<br />
Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang dibentuk<br />
melalui Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor<br />
10.a/Komnas HAM/III/2003 tanggal 06 Maret<br />
2003, terbata-bata dalam melaksanakan<br />
tugasnya menyelidiki kasus pelanggaran berat<br />
hak asasi manusia dalam peristiwa kerusuhan<br />
13-15 Mei 1998. beberapa kesulitan mendasar<br />
adalah mendatangkan para perwira militer dan<br />
polisi yang diduga mengetahui latarbelakang<br />
peristiwa 13-15 Mei 1998 untuk dimintai<br />
keterangan serta mengakses dokumen milik<br />
militer dan polisi kala itu. Hingga laporan ini<br />
disusun tidak ada informasi lebih lanjut tentang<br />
hasil penyelidikan dan rekomendasi dari Tim<br />
ad-hoc Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei<br />
1998.<br />
Di samping menggunakan mekanisme pertanggungjawaban<br />
hak asasi manusia nasional,<br />
beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia<br />
di masa Soeharto juga diselidiki dengan<br />
mekanisme penyelidikan koneksitas atau<br />
mekanisme penyelidikan internal di institusi<br />
12 Bagian II