05.05.2015 Views

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAGIAN KETIGA<br />

Menguatnya Penggunaan Regulasi Keadaan<br />

Darurat dan Pengerahan Kekuatan Militer<br />

Kondisi Hak Asasi Manusia di Wilayah-wilayah<br />

Konflik<br />

PENGANTAR<br />

Masalah besar yang menghalangi<br />

pelaksanaan agenda penegakkan hak<br />

asasi manusia di Indonesia dalam<br />

lima tahun terakhir adalah menguatnya<br />

penggunaan regulasi keadaan darurat dan<br />

pengerahan kekuatan militer dalam penanganan<br />

persoalan sparatisme dan konflik sosial di<br />

beberapa tempat. Slogan menjaga ‘Negara<br />

Kesatuan Republik Indonesia’ dan<br />

‘menghancurkan provokator’ yang selalu<br />

disuarakan oleh para pejabat sipil dan militer<br />

ketika menyikapi persoalan sparatisme dan<br />

konflik sosial di beberapa daerah pada akhirnya<br />

membenarkan penerapan regulasi keadaan<br />

darurat dan pengerahan kekuatan militer<br />

sebagai jawaban atas tuntutan kemerdekaan di<br />

Aceh dan Papua dan penyelesaian aksi-aksi<br />

kekerasan oleh laskar-laskar bersenjata di<br />

Maluku, Poso dan Sampit.<br />

Memang di satu sisi sepenjang 1999-<strong>2004</strong><br />

pemerintah telah mengupayakan langkahlangkah<br />

penyelesaian persoalan separatisme dan<br />

konflik sosial melalui cara damai. Instruksi<br />

presiden tentang penyelesai masalah Aceh,<br />

Papua, Maluku dan Poso melalui cara-cara<br />

damai adalah langkah maju lainnya dari<br />

pemerintah. Langkah penting dan sangat<br />

menonjol adalah perjanjian penghentian<br />

permusuhan dengan Gerakan Aceh Merdeka<br />

untuk mencari solusi penyelesaian konflik Aceh<br />

yang sudah berlangsung selama lebih dari 20<br />

tahun terakhir. Perjanjian Malino I dan II untuk<br />

mendorong penyelesain persoalan konflik antar<br />

kelompok di Maluku dan Poso secara damai<br />

adalah langkah penting yang perlu dicatat.<br />

Sejumlah langkah-langkah penyelesaian secara<br />

damai ini secara siginifikan kemudian<br />

mengurangi intensitas kekerasan di sejumlah<br />

daerah konflik dalam kurun waktu yang lama.<br />

Dan sebaliknya, ketika upaya-upaya damai<br />

terhenti, kekerasan pun meningkat dan kembali<br />

membawa penduduk sipil berada dalam tekanan<br />

militer pemerintah, tentara pemberontak, milisi<br />

sipil dan laskar-laskar bersenjata.<br />

Tapi di sisi lain penerapan regulasi<br />

kedaruratan dan pengerahan kekuatan militer<br />

melemahkan upaya-upaya perbaikan kondisi<br />

hak asasi manusia nasional yang telah dirintis<br />

sejak tumbangnya Orde Baru. Namun demikian<br />

pembaharuan baru di bidang kebijakan ini tidak<br />

membuat negara menghentikan kejahatan<br />

pelanggaran hak asasi manusia terhadap<br />

penduduk sipil. Regulasi kedaruratan dan<br />

pengerahan kekuatan militer jelas-jelas<br />

membuat hukum hak asasi manusia nasional<br />

yang baru saja terbentuk itu tidak dapat<br />

diterapkan di daerah-daerah berkonflik.<br />

Penggelaran operasi militer di Papua dan<br />

pemberian kewenangan kepada pihak militer<br />

dan polisi untuk menyelesaikan pertikaian jelasjelas<br />

membenarkan langkah-langkah seperti<br />

membatasi ruang gerak, menghilangkan hak<br />

untuk mengeluarkan pendapat, dan<br />

membenarkan tindakan-tindakan<br />

menghilangkan nyawa orang untuk<br />

memulihkan keamanan dan ketertiban sipil.<br />

Pemberlakuan keadaan darurat militer dan<br />

pelaksanaan operasi militer di Aceh, yang<br />

merupakan operasi militer terbesar setelah<br />

invasi ke Timor Leste pada 1975, adalah<br />

semacam tanda kembali menguatnya<br />

Tutup Buku dengan “Transitional Justice”?<br />

29

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!