05.05.2015 Views

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

telah melakukan tindak penyiksaan terhadap<br />

para tahanan tersangka peledakan bom untuk<br />

mengorek informasi tentang keberadaan<br />

jaringan tersebut. 19<br />

4. Orang Hilang dan Penemuan Mayat<br />

Kasus-kasus orang hilang di wilayah konflik<br />

juga menjadi perhatian banyak pihak khususnya<br />

sejumlah organisasi hak asasi manusia.<br />

Kejahatan penghilangan orang di daerah konflik<br />

terus meningkat tajam, terutama pasca<br />

pemberlakukan keadaan darurat maupun<br />

pengiriman-pengiriman satuan-satuan anti<br />

pemberontak di wilayah konflik. Beroperasinya<br />

satuan-satuan khusus anti pemberontak di Aceh<br />

dan Papua, diduga telah meningkatkan<br />

kejahatan penghilangan orang di Papua dan<br />

Aceh. Beberapa laporan organisasi hak asasi<br />

manusia lokal, menyebutkan adanya unit-unit<br />

militer yang bertugas menjemput orang-orang<br />

yang diduga anggota kelompok pemberontak.<br />

Di Papua, Theis Hiyo Eluay, Ketua Presidium<br />

Dewan Adat Papua, ditemukan tewas setelah<br />

beberapa hari sebelumnya dijemput di<br />

rumahnya oleh beberapa orang yang mengaku<br />

anggota kopasus. 20 Nasib serupa juga dialami<br />

oleh Wanggai, pemimpin populer Papua, 1998<br />

dan Willem Onde 2001. Di Aceh, puluhan<br />

keluarga mengaku anggota keluarganya hilang<br />

setelah sejumlah orang yang menumpangi<br />

mobil kijang berkaca gelap membawanya dari<br />

rumah. Sebagian dari orang-orang ini kemudian<br />

ditemukan tewas di areal persawahan,<br />

mengapung di sungai, bawah jembatan, tak jauh<br />

dari tempat tinggal mereka beberapa hari setelah<br />

mereka dinyatakan hilang. 21<br />

5. Pembatasan Ruang Gerak dan<br />

Pencabutan Hak Untuk Mengeluarkan<br />

Pendapat<br />

Pemberlakukan keadaan darurat,<br />

penggelaran operasi anti gerilya dan pemisahan<br />

penduduk atas dasar agama dan etnis, dengan<br />

otomatis menghilangkan hak-hak individu<br />

untuk bergerak dan mengeluarkan pendapat,<br />

seperti yang tercantum dalam konstitusi dan<br />

hukum hak asasi manusia nasional. Dengan<br />

alasan keamanan dan ketertiban, penguasa<br />

militer maupun sipil mengeluarkan sejumlah<br />

pembatasan dan pelarangan terhadap aktivitas<br />

penduduk di wilayah konflik. Strategi<br />

pemisahan antara penduduk sipil dengan<br />

kelompok pemberontak dan blokade wilayah<br />

yang dilancarkan pihak militer di Aceh dan<br />

Papua membuat penduduk lokal tidak bisa<br />

bepergian ke luar desa. Penguasa militer<br />

mengharuskan penduduk untuk mengurus<br />

surat jalan jika ingin bepergian ke luar desa, agar<br />

lolos dari pemeriksaan di setiap pos-pos militer<br />

yang mereka lalui. Aktivitas sosial penduduk,<br />

seperti penyelenggaraan pernikahan maupun<br />

acara-acara keagamaan harus mendapatkan izin<br />

dari penguasa militer atau sipil setempat, jika tak<br />

ingin acara mereka dibubarkan dan<br />

pengundangnya pun ditangkap dengan tuduhan<br />

makar. Pembatasan ini pun juga termasuk<br />

pelarangan orang luar daerah dan orang asing<br />

datang ke wilayah yang dinyatakan dalam<br />

keadaan darurat, sehingga membuat orang-orang<br />

lokal tidak bisa berhubungan dengan<br />

keluarga maupun sanak famili mereka yang<br />

tinggal di luar propinsi.<br />

Di Aceh, PDMD mengeluarkan maklumat<br />

berkaitan dengan pelarangan penyelenggaraan<br />

pertemuan publik, termasuk pengadaan training<br />

maupun workhsop-workshop, khususnya<br />

yang bertema hak asasi manusia. Di samping itu,<br />

PDMD juga melarang organisasi nonpemerintah<br />

(Ornop) internasional beroperasi di<br />

Aceh. PDMD juga membatasi keluar masuk orang<br />

ke Aceh, termasuk berlayar di perairan<br />

wilayah Aceh. Kebijakan-kebijakan ini<br />

kemudian berakibat pada semakin mengecilnya<br />

ruang gerak penduduk sipil baik dalam bidang<br />

politik, ekonomi sosial dan budaya. Seperti<br />

misal, banyak penduduk lokal yang tidak dapat<br />

mencari nafkah sehingga membuat mereka<br />

kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok. 22<br />

Beberapa kegiatan training yang dilakukan oleh<br />

institusi pemerintah sipil, organisasi<br />

kepemudaan dan organisasi hak asasi<br />

manusia di Aceh juga dibubarkan karena tidak<br />

memiliki izin dari penguasa militer setempat. 23<br />

Pembatasan ini juga melebar hingga<br />

pembatasan aktivitas organisasi hak asasi<br />

manusia dan penanganan pengungsi di Aceh,<br />

terutama organisasi-organisasi internasional.<br />

Tidak berbeda dengan Aceh, praktik-praktik<br />

pembatasan terhadap aktivitas politik, ekonomi,<br />

sosial dan budaya penduduk sipil<br />

Tutup Buku dengan “Transitional Justice”?<br />

37

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!