2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
itu diumumkan seminggu sebelum eksekusi.<br />
Bahkan sebagian korban mengaku bahwa surat<br />
edaran yang disebutkan pemerintah sebagai<br />
pengumuman, tidak bisa dianggap<br />
pengumuman karena lebih bernada ancaman. 21<br />
Di Jakarta, para korban penggusuran mengaku<br />
hanya diberikan waktu sekitar dua minggu oleh<br />
pemerintah untuk mengosongkan tempat<br />
tinggalnya. 22 Hal senada juga disebutkan oleh<br />
warga Penambungan, Makasar, di mana mereka<br />
mengaku tidak menerima pengumuman tertulis<br />
dari pemerintah daerah tentang rencana<br />
penggusuran kawasan pemukiman mereka. 23 Di<br />
Salatiga, para pedagang kakilima di sepanjang<br />
Jalan Sudirman-Salatiga mengaku tidak<br />
diberitahu bahwa wilayahnya akan digusur.<br />
Ketika akan berjualan di daerah tersebut, para<br />
pedagang tidak menjumpai gerobak-gerobak<br />
dagangan milik mereka. Setelah diusut, ternyata<br />
Satpol PP Pemerintah Kota Salatiga yang telah<br />
membawa gerobak dagangan milik mereka.<br />
2. Ketidakmauan Pemerintah Daerah<br />
Untuk Menggelar Debat Publik<br />
Demikian pula dengan kewajiban membuka<br />
ruang untuk memperdebatkan rencana tersebut<br />
ke publik, nyaris tidak terjadi. Pemerintah<br />
daerah selalu bersikukuh bahwa urusan<br />
penggusuran adalah urusan pemerintah dan<br />
bukan penduduk. Sehingga pendapat miring<br />
banyak pihak tentang penggusuran kerap<br />
diabaikan. Dan tak jarang pula Pemerintah<br />
daerah balik menuding pihak-pihak yang anti<br />
penggusuran sebagai provokator atau<br />
menunggangi. Di Jakarta, dalam menyikapi<br />
pendapat kritis masyarakat atas tindakan<br />
penggusuran yang dilakukannya, pemerintah<br />
DKI cenderung mengabaikannya. 24 Bahkan<br />
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan arogan<br />
menafikkan ketentuan ini dalam kasus-kasus<br />
penggusuran atas sejumlah kawasan ekonomi<br />
dan pemukiman yang dinyatakan liar. 25<br />
3. Ketidakadaan Proses Negosiasi<br />
Tidak berbeda dengan ketentuan<br />
sebelumnya, ketentuan untuk melakukan<br />
negosiasi dengan pihak-pihak yang akan diusir<br />
hingga mencapai kesepakatan, praktis juga<br />
diabaikan. Proses negosiasi yang disebut oleh<br />
pemerintah telah dijalankan sebenarnya bukan<br />
negosiasi melainkan memaksa penduduk untuk<br />
menerima harga tanah atau dana kerohiman<br />
semau mereka. Di Jakarta, para korban gusuran<br />
mengaku bahwa tidak ada proses negosiasi, yang<br />
ada pemberitahuan warga akan diberikan dana<br />
kompensasi yang sudah ditentukan jika mau<br />
pindah. Di Bekasi, para korban mengaku bahwa<br />
mereka tidak diajak negosiasi ketika petugas dari<br />
pemerintah kota Bekasi membongkar tempat<br />
berdagang mereka. Dengan menuturkan bahwa<br />
mereka sudah membayar sewa sebesar 500 ribu<br />
rupiah per bulan mereka heran dengan tindakan<br />
pembongkaran sepihak dari Pemerintah Kota<br />
Bekasi. 26 Di Yogyakarta, meski para pedagang<br />
kakilima di kawasan Abadi, Samirono, menolak<br />
untuk digusur Pemerintah Propinsi DIY tetap<br />
melakukan penggusuran atas kawasan<br />
tersebut. 27<br />
4. Pendeknya Pemberian Tenggat Waktu<br />
Selanjutnya ketentuan untuk memberikan<br />
tenggat waktu minimal enam bulan sebelum<br />
eksekusi, secara umum tidak pernah dijalankan.<br />
Praktik-praktik pengusiran selalu terjadi dua<br />
minggu setelah pernyataan resmi dari pejabat<br />
setempat. Bahkan di beberapa tempat proses<br />
pengusiran ini terjadi ketika si pemilik sedang<br />
pulang ke desa atau tidak ada di tempat. 28 Di<br />
Jakarta Utara, warga Kampung Nelayan di<br />
bantaran Kali Adem, Penjaringan, Jakarta Utara<br />
mengaku bahwa Pemerintah Kota Jakarta Utara<br />
tidak memberikan tenggat waktu yang memadai<br />
bagi mereka sebelum eksekusi penggusuran di<br />
wilayah mereka. Melalui Surat Edaran Camat<br />
Penjaringan Nomor 259/1003 yang terbit 19<br />
September 2000, dan dilanjutkan dengan surat<br />
pemberitahuan Walikota Jakarta Utara Nomor<br />
1622/077.7 tentang Pembongkaran, Pemerintah<br />
Kota Jakarta Utara memberi tenggat waktu 3 x<br />
24 Jam bagi penduduk untuk membongkar<br />
rumah-rumah mereka yang dinyatakan sebagai<br />
rumah-rumah liar. 29<br />
5. Kompensasi yang Tidak Memadai<br />
Pemberian kompensasi pun jauh dari nilai<br />
ekonomi yang berlaku saat kejadian dan tidak<br />
sebanding dengan kekayaan yang dimiliki oleh<br />
para korban sebelumnya. 30 Di Tanjung Priok,<br />
sejumlah warga Lorong W Barat mengaku<br />
50 Bagian IV