2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
2004 Human Rights Report - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
BAGIAN KEEMPAT<br />
Atas Nama Memacu Pertumbuhan Ekonomi<br />
dan Pembangunan Daerah: Kasus-Kasus<br />
Pengusiran Paksa Penduduk Lokal oleh<br />
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota di<br />
Indonesia Dalam Kerangka Otonomi Daerah<br />
PENGANTAR<br />
Banyak kalangan berharap otonomi daerah<br />
akan mendatangkan perbaikan kondisi<br />
hidup rakyat di berbagai daerah di Indonesia.<br />
Salah satunya adalah perbaikan terhadap<br />
kondisi hak asasi manusia. Namun setelah lima<br />
tahun proses otonomi itu berjalan harapan itu<br />
sepertinya kian pudar. Faktor penting yang menyebabkan<br />
belum terealisasinya perlindungan<br />
dan pemenuhan hak-hak asasi masyarakat itu<br />
adalah masih kuatnya kecendrungan<br />
keberpihakan penyelenggara pemerintahan<br />
terhadap kepentingan investasi atau modal.<br />
Keberpihakan penyelenggara negara di tingkat<br />
daerah terhadap kepentingan investor itu bisa<br />
dilihat dari kerapnya terjadi peristiwa<br />
penggusuran, pengabaian penyelesaian kasuskasus<br />
perampasan tanah masa lalu, penertiban<br />
pedagang informal dan penghilangan hak-hak<br />
penduduk asli untuk mengelola sumber-sumber<br />
kekayaan alamnya. Implementasi otonomi<br />
daerah yang keliru ini di sisi lain juga<br />
menimbulkan kesulitan bagi masyarakat kelas<br />
bawah untuk mendapatkan akses pada<br />
pelayanan publik yang baik, seperti kesehatan,<br />
pendidikan, perumahan dan pekerjaan. Gejala<br />
umum ini bisa kita temui di hampir seluruh<br />
provinsi dan kabupaten/kota saat ini.<br />
Secara umum bagian ini mencoba melihat<br />
bagaimana otonomi daerah itu<br />
dimplementasikan, terutama implikasinya<br />
terhadap pemajuan dan perlindungan hak asasi<br />
manusia di daerah. Selain itu juga mencoba<br />
menguraikan kemajuan-kemajuan di bidang<br />
hak asasi manusia yang telah mampu dicapai<br />
oleh implementasi otonomi daerah tersebut.<br />
IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI<br />
BERBAGAI DAERAH<br />
Desentralisasi kekuasaan merupakan<br />
tuntutan utama yang disuarakan oleh kelompok<br />
pro-reformasi di daerah-daerah. Kuatnya<br />
tuntutan desentralisasi itu bertolak dari<br />
pengalaman buruk di masa lalu ketika<br />
berhadapan dengan pemerintahan yang<br />
sentralis yang memonopoli seluruh urusan<br />
daerah. Sebagai langkah awal demokratisasi<br />
penyelengaraan negara, otonomi daerah<br />
diharapkan bisa mengurangi kemiskinan dan<br />
pemerataan pembangunan.<br />
Gelombang tuntutan yang terus membesar<br />
bahkan disertai ancaman untuk melepaskan diri<br />
dari NKRI, pada akhirnya membuat Jakarta<br />
harus meluluskan tuntutan tersebut. Dengan<br />
mengeluarkan UU Nomor 22 Tahun1999<br />
tentang Otonomi Daerah, Jakarta sepakat untuk<br />
melimpahkan sebagian besar kekuasaannya<br />
kepada pemerintah daerah. Untuk mendukung<br />
UU Nomor 22 Tahun1999, Jakarta kemudian<br />
mengeluarkan UU Nomor 25 Tahun 1999<br />
tentang Perimbangan Keuangan Antara<br />
Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejumlah<br />
regulasi dalam bentuk Keppres dan Inpres juga<br />
dikeluarkan oleh Jakarta untuk menunjang<br />
implementasi Otda. Selepas UU tersebut<br />
dikeluarkan, tepatnya sejak 2000, seluruh<br />
pemerintah daerah kemudian melakukan<br />
langkah-langkah persiapan sebagai<br />
pengejawantahan atas UU tersebut yakni<br />
mengambil langkah-langkah persiapan seperti:<br />
memproduksi perda yang akan menunjang<br />
proses Otda di tingkat daerah, melakukan<br />
pemekaran wilayah-wilayah administrasi,<br />
42 Bagian IV