05.05.2015 Views

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

2004 Human Rights Report - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sesuai prinsip negara hukum yang demokratis maka<br />

pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan<br />

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan<br />

5<br />

Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan<br />

Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik<br />

Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri,<br />

Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita,<br />

dan Jaksa Agung, telah dibentuk Tim Gabungan<br />

Pencari Fakta (TGPF) pada tanggal 23 Juli 1998. Tim<br />

Gabungan ini bekerja dalam rangka menemukan dan<br />

mengungkap fakta, pelaku dan latar belakang peristiwa<br />

13-15 Mei 1998. TGPF terdiri dari unsur-unsur<br />

pemerintah, Komnas HAM, LSM, dan organisasi<br />

kemasyarakatan lainnya.<br />

6<br />

TGPF berkesimpulan bahwa telah terjadi tindak<br />

pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan<br />

perkosaan dan serangan seksual terhadap perempuanperempuan<br />

etnis cina dalam peristiwa 13-15 Mei 1998<br />

Lih. Laporan TGPF, Bab VI tentang Kesimpulan.<br />

7<br />

Ibid., Laporan TGPF Bab VII tentang Rekomendasi<br />

8<br />

Dasar hukum KPP HAM adalah Surat Keputusan<br />

Ketua Komnas HAM No.770/TUA/1999, kemudian<br />

disempurnakan dengan Surat Keputusan No.770/TUA/<br />

X/1999, dan disempurnakan kembali dengan Surat<br />

Keputusan. No.797/TUA/X/1999 tanggal, 22 Oktober<br />

1999.<br />

9<br />

Lih., Ringkasan Eksekutif Laporan Penyelidikan<br />

Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Timor Timur,<br />

Jakarta 31 Januari 2000, bagian Kesimpulan dan<br />

Rekomendasi.<br />

10<br />

Lih., Ringkasan Eksekutif Laporan Penyelidikan<br />

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Kasus Tanjung Priok,<br />

bagian Kesimpulan dan Rekomendasi.<br />

11<br />

Polri melakukan penyidikan sejak tanggal 22 Februari<br />

– 18 April 2000, selama penyidikan, Polri memeriksa<br />

106 orang saksi, baik dari kalangan sipil maupun<br />

militer. Lihat: Laporan Tim Kajian Komnas HAM<br />

12<br />

Pembentukan tim koneksitas ini didasari<br />

pertimbangan sebagai berikut: (i) Peristiwa 27 Juli 1996<br />

melibatkan warga sipil dan aparat keamanan; (ii) Baik<br />

Penyidik dari Polri sebagai rantai dari peradilan umum<br />

maupun penyidik Puspom TNI sebagai rantai dari<br />

Peradilan Militer sangat sulit untuk meraih<br />

kepercayaan masyarakat; (iii) Apabila ada tersangka<br />

dari Polri dan militer, kedua institusi tersebut sangat<br />

sulit untuk bertindak secara independen.<br />

13<br />

Akibat adanya kebijakan untuk menyelesaikan<br />

Peristiwa 27 Juli 1996 dalam pengadilan koneksitas,<br />

maka penyidikan pun harus dilakukan oleh penyidik<br />

koneksitas. Sehingga hasil penyidikan Polri terdahulu<br />

boleh dikatakan diulang lagi.<br />

14<br />

Sebelumnya Danpuspom TNI, Djasri Marin juga telah<br />

tiba di Papua untuk memimpin Tim Invenstigasi<br />

penyelidikan pembunuhan ini dengan 12 orang<br />

anggota atas perintah Panglima TNI.<br />

15<br />

UU ini terdiri dari 10 Bab dan 105 pasal. Secara tegas<br />

UU ini menyebutkan bahwa perlindungan, pemajuan,<br />

penegakan dan pemenuhannya terutama menjadi<br />

tanggung jawab pemerintah. Selanjutnya hak-hak<br />

yang dilindungi oleh UU meliputi hak untuk hidup, hak<br />

berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak<br />

mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak<br />

atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas<br />

kesejahteraan, dan hak turut serta dalam<br />

pemerintahan. Secara khusus pula UU ini mengatur<br />

tentang hak perempuan dan hak terhadap anak. UU ini<br />

juga mengatur tentang tugas Komnas HAM yang<br />

meliputi pengkajian, penelitian, penyuluhan,<br />

pemantauan dan mediasi tentang hak asasi manusia.<br />

Bagian khusus dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang<br />

HAM juga mengatur mengenai pengadilan HAM di<br />

mana untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat<br />

dibentuk pengadilan HAM dalam ruang lingkup<br />

pengadilan umum<br />

16<br />

Perpu ini lahir karena desakan yang kuat dari pihak<br />

Internasional tentang penggelaran pengadilan para<br />

pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur<br />

pasca Jajak Pendapat sesegera mungkin. Desakan itu<br />

melalui resolusi No. 1272 di mana Dewan Keamanan<br />

PBB mengutuk kekerasan yang terjadi di Timor-timur<br />

dan meminta semua pihak yang bertanggungjawab<br />

untuk dibawa ke Pengadilan Indoneisa melalui Menlu<br />

Alwi Shihab kemudian menyatakan bahwa mekanisme<br />

hukum nasional adalah mekanisme eksklusif untuk<br />

membawa pelaku pelanggaran HAM berat tersebut ke<br />

pengadilan.<br />

17<br />

Statuta Roma 1998 menyebutkan 4 jenis kejahatan<br />

yang termasuk kejahatan yang sangat serius yaitu: (i)<br />

kejahatan genosida, (ii) kejahatan terhadap<br />

kemanusiaan, (iii) kejahatan perang; dan (iv) kejahatan<br />

agresi.<br />

18<br />

Sebagai catatan, dua Keppres ini terbit sehari<br />

sebelum sidang pertama digelar di pengadilan HAM<br />

ad hoc Jakarta Pusat.<br />

19<br />

UU KKR sidahkan pada tanggal 7 September <strong>2004</strong><br />

dan diundangkan pada tanggal 6 Oktober <strong>2004</strong>.<br />

20<br />

Ketentuan tentang referendum ini dibentuk untuk<br />

memperkuat atau mempersulit adanya perubahan<br />

UUD 1945 yang pada masa rezim orde baru sangat<br />

disakralkan. Dengan adanya ketentuan tentang referendum<br />

ini maka perubahan atas UUD 1945<br />

memerlukan syarat-syarat tambahan dan akan<br />

mempersulit jika akan melakukan perubahan UUD<br />

1945.<br />

21<br />

Lihat putusan Mahkamah Konstitusi nomor 011-017/<br />

PUU-I/2003 yang menyebutkan bahwa UU nomor 12<br />

tahun 2003 (Pasal 60 huruf G) mengenai larangan<br />

anggota organisasi terlarang menjadi anggota DPR,<br />

DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan<br />

UUD 1945 dan beberapa ketentuan mengenai hak asasi<br />

manusia.<br />

22<br />

Lihat Program Ran HAM <strong>2004</strong> –2009.<br />

23<br />

Konvensi-konvensi tersebut disahkan dengan UU<br />

No. 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention<br />

No. 138 concerning minimum age for admission to<br />

employment (konvensi ILO mengenai usia minimum<br />

untuk diperbolehkan bekerja) dan UU No. 21 tahun<br />

1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 111<br />

concerning discrimination in respect of employment<br />

and occupation (konvensi ILO mengenai diskriminasi<br />

dalam pekerjaan dan jabatan) dan UU No. 1 Tahun 2000<br />

tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 concern-<br />

26 Bagian II

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!