Perang Undang-undang dan Kelembagaan Persaingan Usaha Suatu Negara dalam PerspektifDaya Saing Bangsa Menghadapi Pasar Bebas dan Globalisasisejak deregulasi tahun 1985 sampai tahun 1995 telah menunjukkan hasil yangdiharapkan. Industrialisasi telah menciptakan transformasi struktur industrike sektor modern. Demikian pula, pertumbuhan nilai tambah sektor industrimanufaktur pada periode setelah deregulasi meningkat melebihi rata-ratanasional.Perjalanan kebijakan pembangunan ekonomi yang berlaku atau paling tidakdiusahakan pada era orde baru digambarkan oleh Emil Salim, 1 sebagaipendulum atau jarum jam yang bergerak ke kiri dan ke kanan, dari liberalke sosialis dan ke arah liberal lagi tetapi, menurut teknokrat orde baru itu,akhirnya mencapai titik keseimbangan di tengah-tengah yang disebutnya SistemEkonomi Pancasila, yaitu sistem pasar yang dikendalikan melalui intervensinegara. Dari perspektif dua pendekatan kapital dan manusia sebagai modalutama, sistem ekonomi orde baru tampaknya cenderung pada pendekatankapital pascakolonial, tetapi ciri-cirinya tetap sama dengan pendekatan kapitalkolonial,meminjam istilah Hatta. Dengan meminjam istilah Peter B Evans, 2pembangunan yang terjadi adalah pembangunan ketergantungan (dependentdevelopment). Dualisme sosial-ekonomi yang merupakan ciri ekonomi kolonialtetap berlangsung, bahkan dalam derajat yang lebih parah. PerekonomianIndonesia bergantung pada luar negeri dalam hal modal dan teknologi.Tahun 1973-1974, Indonesia mengalami boom minyak pertama, negaramendadak mendapat harta kekayaan luar biasa besarnya. Sebagaimanadiamati Richard Robinson dan Jeffrey Winters, 3 rezeki minyak yang melimpahberfungsi untuk menyisihkan kaum teknokrat-ekonom dari posisi merekasebagai perancang utama kebijakan ekonomi. Dengan dukungan negara,sejumlah industri hulu padat modal dibangun atas nama membangunkapasitas perekonomian Indonesia untuk berdiri sendiri. Proyek penjalinansecara struktural dan menyeluruh berbagai sektor ekonomi Indonesia dibawah pimpinan negara —dulu disebut dengan “Indonesia Incorporation”-mendapat dukungan kuat kelompok teknokrat insinyur (dan banyak ditentangkaum teknokrat ekonom). Dan akhirnya BJ Habibie muncul dengan modelpembangunan melalui 8 wahana industri strategis yang berteknologi tinggitanpa memperhatikan apa yang disebut oleh para ekonom sebagai faktorcomparative advantage perekonomian Indonesia. 4Di sisi lain, pembangunan nasional, pada masa Soeharto sangat sentralistik,mengandalkan keunggulan komparatif SDM murah dan kekayaan sumber dayaalam, tanpa implementasi UU dan kelembagaan yang mengawasi persaingan1 Lihat Emil Salim, Ekonomi Pancasila. Prisma-LP3ES tahun 19792 Lihat, Peter B Evans, Dependent Development: The Alliance of Multinational, State, and Local Capitalin Brazil (New Jersey: Princenton, University Press, 1979).3 Lihat, Richard Robinson, Indonesia: The Rise of Capital (Sydney: Allen and Unwin, 1986); Jeffrey A Winters,Power in Motion: Capital Mobility and the Indonesian State (Ithaca: Cornell University Press, 1996).4 Lihat, Ian Chalmers dan Vedi R Hadiz (eds), The Politics of Economic Development in Indonesia:Contending Perspective (London: Routledge, 1997), terutama Bab 3 dan Bab 7; Vedi R Hadiz, KrisisEkonomi Dunia dan Indonesia (Prisma No.1. 2009).124 Jurnal Persaingan USaha
Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, MSusaha yang sehat, sehingga sarat dengan praktik oligopoli dan monopoli,korupsi, kolusi/persekongkolan dan nepotisme.Strategi industrialisasi banyak mengandalkan akumulasi modal, perlindungan(proteksi), dan padat teknologi tinggi telah menimbulkan polarisasi dandualisme dalam proses pembangunan. Fakta menunjukkan bahwa di dalamsektor manufaktur yang modern hidup berdampingan kelompok yang tidakdilindungi (non-protected industry) dan yang dilindungi (protected industry).Dualisme dalam sektor manufaktur tersebut tampak nyata jika dilihat darikinerjanya. Kelompok perusahaan besar dan protektif tumbuh karena fasilitasyang mereka terima, sementara yang lain harus bersaing dengan kemandiriandan daya saingnya.Industri nasional juga berkarakter pada dikotomi antara pelaku-pelaku usahaberorientasi ekspor yang efisien dan pelaku-pelaku usaha yang tidak efisien danberorientasi ke dalam negeri. Pelaku usaha yang tidak efisien dilindungi olehtarif impor yang relatif tinggi dan juga perlindungan bukan-tarif. Konsumenpembeli produk manufaktur di dalam negeri harus membayar lebih tinggidibandingkan tingkat harga internasional. Di lain pihak, kelompok pelakuusaha yang dominan di dalam negeri yang menikmati perlindungan daripemerintah, tidak mampu bersaing dengan produk-produk sejenis dari luarnegeri. Sebagai contoh produk-produk yang dilindungi pada era Orde Baruseperti besi-baja, logam, kertas, dan sebagainya.Dalam derajat tertentu, pembangunan pada masa orde baru, perlu diakuitelah menghasilkan kemajuan-kemajuan ekonomi seperti stabilitas moneter,pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (rata-rata 7 persen per tahun),peningkatan pendapatan masyarakat disertai dengan pengurangan derajatkemiskinan dan pembentukan modal masyarakat. Suatu hal yang belumbanyak berubah dalam pembangunan ekonomi nasional di era orde baru,atau boleh dikatakan konstan dalam semua perkembangan diuraikan di atas,adalah ketidakberdayaan rakyat dalam mengontrol sumber daya ekonomiIndonesia supaya tidak dipergunakan untuk memupuk modal pribadi denganpraktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dan cara-carayang mengakibatkan kemiskinan masyarakat dengan dalih nasionalisme/proteksionisme atau pasar bebas.Perekonomian Indonesia menjadi semakin terproteksi dan tidak efisien. Modalasing dibatasi lewat sejumlah kebijakan yang merintangi masuknya merekadalam berbagai sektor perekonomian yang mengharuskan investor asingmengikutsertakan mitra dalam negeri. Pada masa orde baru itu pula, akibatkebijakan pemberian monopoli serta subsidi dan kredit negara secara sangattidak transparan, muncul konglomerat-konglomerat raksasa semacam SalimGroup.Tahun 1980-1985, terjadi lagi perubahan penting dalam perekonomianIndonesia, yaitu berakhirnya boom minyak secara mendadak. Perubahan iniEdisi 4 - Tahun 2010125
- Page 3 and 4:
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHAREP
- Page 5 and 6:
Daftar isi131531496589107121Editori
- Page 7 and 8:
Jurnal Komisi Edisi 4 kali ini meng
- Page 9 and 10:
Edisi 4 - Tahun 20101
- Page 11 and 12:
DR. Sukarmi, SH, MHSebagaimana tela
- Page 13 and 14:
DR. Sukarmi, SH, MH1. Program pengu
- Page 15 and 16:
DR. Sukarmi, SH, MHmekanisme pasar
- Page 17 and 18:
DR. Sukarmi, SH, MHse illegal tidak
- Page 19 and 20:
DR. Sukarmi, SH, MHHukum persaingan
- Page 21 and 22:
Edisi 4 - Tahun 201013
- Page 23 and 24:
DR. Sukarmi, SH, MHharmonis antara
- Page 25 and 26:
DR. Sukarmi, SH, MHBab IITINJAUAN T
- Page 27 and 28:
DR. Sukarmi, SH, MHB. METODE PENULI
- Page 29 and 30:
DR. Sukarmi, SH, MH(state auxiliary
- Page 31 and 32:
DR. Sukarmi, SH, MHadanya pemidanan
- Page 33 and 34:
DR. Sukarmi, SH, MHmenggunakan land
- Page 35 and 36:
DR. Sukarmi, SH, MHBab IVPENUTUPA.
- Page 37 and 38:
Edisi 4 - Tahun 201029
- Page 39 and 40:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 41 and 42:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 43 and 44:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 45 and 46:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 47 and 48:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 49 and 50:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 51 and 52:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 53 and 54:
DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, M
- Page 55 and 56:
Edisi 4 - Tahun 201047
- Page 57 and 58:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)dan seba
- Page 59 and 60:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)terhadap
- Page 61 and 62:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)perekono
- Page 63 and 64:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)Regulasi
- Page 65 and 66:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)penyalah
- Page 67 and 68:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)seperti
- Page 69 and 70:
Benny Pasaribu, PhD. (Ekon)DAFTAR P
- Page 71 and 72:
Edisi 4 - Tahun 201063
- Page 73 and 74:
Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMt
- Page 75 and 76:
Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMB
- Page 77 and 78:
Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMa
- Page 79 and 80:
Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MM3
- Page 81 and 82: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MM3
- Page 83 and 84: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMp
- Page 85 and 86: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMk
- Page 87 and 88: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MM3
- Page 89 and 90: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMg
- Page 91 and 92: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMp
- Page 93 and 94: Ir. Dedie S. Martadisastra, SE, MMp
- Page 95 and 96: Edisi 4 - Tahun 201087
- Page 97 and 98: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 99 and 100: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 101 and 102: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 103 and 104: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 105 and 106: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 107 and 108: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 109 and 110: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 111 and 112: DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar,
- Page 113 and 114: Edisi 4 - Tahun 2010105
- Page 115 and 116: Ir. H. Tadjuddin NoersaidPada suatu
- Page 117 and 118: Ir. H. Tadjuddin NoersaidB. TUJUAN
- Page 119 and 120: Ir. H. Tadjuddin NoersaidBadan PBB
- Page 121 and 122: Ir. H. Tadjuddin Noersaidjuga berar
- Page 123 and 124: Ir. H. Tadjuddin Noersaiddapat meng
- Page 125 and 126: Ir. H. Tadjuddin NoersaidBab IVPENU
- Page 127 and 128: Edisi 4 - Tahun 2010119
- Page 129 and 130: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M
- Page 131: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M
- Page 135 and 136: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M
- Page 137 and 138: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M
- Page 139 and 140: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M
- Page 141 and 142: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M
- Page 143 and 144: Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, SE, M