You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
“Tentu saja. Apalagi kalian berdua dulu menghadiahkan<br />
ciuman padanya. Aku yang tidak kebagian. Ha... ha... ha!”<br />
Wajah dua gadis kakak adik itu tampak berubah merah.<br />
“Aku sedih melihat kematian guru kalian. Kalian harus<br />
mengurus jenazahnya baik-baik...”<br />
“Kami akan membawa jenazah guru ke Kaliurang. Akan<br />
kami kubur dekat goa Cadasbiru.”<br />
“Aku ingin mengantar kalian. Tapi keadaanku begini<br />
rupa. Dua mungkin tiga tulang igaku patah. Biar aku<br />
menyusul saja...” Setan Ngompol usap-usap barisan tulang<br />
iganya sebelah kiri.<br />
“Apa masih ada keterangan lain yang hendak kau<br />
sampaikan?” tanya Liris Biru.<br />
Setan ngompol usap-usap kepalanya yang setengah<br />
botak dengan tangan kiri. Enak saja. Padahal tangan itu<br />
basah oleh air kencing. “Aku ingat ucapan guru kalian<br />
sebelum menghembuskan nafas penghabisan. Waktu itu<br />
dia bicara pada makhluk perempuan bayangan. Katanya<br />
jika Pendekar 212 inginkan muridnya, dia bisa memilih<br />
salah satu dari kalian.”<br />
Dua gadis cantik kakak beradik jadi tercekat<br />
mendengar ucapan Setan Ngompol itu.<br />
“Apakah...” Liris Biru hendak bertanya tapi kakaknya<br />
memotong.<br />
“Kami tidak jelas apa ucapanmu bisa dipercaya. Saat<br />
ini kami akan segera membawa jenazah guru ke<br />
Kaliurang.”<br />
“Kalau saja aku tidak cidera patah tulang begini rupa,<br />
pasti aku yang akan memanggul guru kalian. Membawanya<br />
ke Kaliurang.”<br />
“Kau bisa menolong kami dengan cara lain,” kata Liris<br />
Merah pula. “Cari Pendekar 212. Katakan sangkut paut<br />
dirinya dengan kitab yang menurutmu kini berada di<br />
tangan makhluk perempuan bayangan.”<br />
Habis berkata begitu, dibantu adiknya, Liris Merah<br />
naikkan jenazah Hantu Malam Bergigi Perak ke bahu<br />
kanan.