19.11.2012 Views

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Gede Tapa Pamungkas bahwa kau akan meninggalkan<br />

rimba persilatan. Benar kau akan melakukan hal itu?”<br />

<strong>Wiro</strong> terdiam cukup lama. Menggaruk kepala akhirnya<br />

mengangguk perlahan. “Selama ini saya hanya melihat<br />

keculasan, ketidakadilan, kebejatan dan darah dalam<br />

rimba persilatan. Bahkan nyawa manusia terkadang lebih<br />

tidak berharga dibanding nyawa binatang. Apakah saya<br />

masih perlu ikut bergelimang di dalamnya?”<br />

Nyi Retno berdiri, menimang-nimang boneka kayu<br />

beberapa lama lalu berkata. “Kau tahu apa artinya<br />

pendekar, <strong>Wiro</strong>?”<br />

<strong>Wiro</strong> tak menjawab. Hanya menggaruk kepala dan<br />

menatap wajah cantik perempuan muda di depannya.<br />

“Menurutku, seorang pendekar diperlukan<br />

kehadirannya dalam rimba persilatan. Untuk menangani<br />

semua masalah yang kau sebutkan tadi. Kalau kau<br />

menghindar berarti kau tidak layak lagi menyandang<br />

sebutan pendekar. Kau lebih baik menjadi seorang petani.<br />

Atau nelayan...”<br />

<strong>Wiro</strong> menatap paras cantik Nyi Retno Mantili. Saat itu<br />

dia merasa tengah bicara dengan seorang yang sangat<br />

waras. Apakah perempuan muda ini sudah jernih<br />

pikirannya? Sudah sembuh dari sakit jiwanya?<br />

“Paling tidak saya akan menyelesaikan dulu semua<br />

tugas. Setelah itu...”<br />

“Termasuk tugas mencari gadis bernama Wulan Srindi<br />

dan mendapatkan kembali tusuk konde gurumu?”<br />

“Saya merasa tidak punya kewajiban mencari tusuk<br />

konde itu. Namun sebagai murid yang sudah diperintah<br />

saya tetap akan melakukan.” <strong>Wiro</strong> terdiam sebentar lalu<br />

bertanya. “Nyi Retno percaya kalau saya yang menghamili<br />

Wulan Srindi?”<br />

Nyi Retno tertawa panjang.<br />

“Kalau saya mempercayai hal itu, sejak semula saya<br />

tidak akan mau ikut ke mana kau pergi.”<br />

“Terima kasih Nyi Retno punya rasa percaya seperti itu.<br />

Saya merasa heran bagaimana Eyang Sinto percaya saya

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!