19.11.2012 Views

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

Wiro Sableng - Azab Sang Murid

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Patih Wira Bumi itu harap bersabar. Kita cari saat yang<br />

baik. Kalau kita kembali ke Gedung Kepatihan saat ini<br />

terlalu berbahaya. Pengawalan pasti sudah dilipat ganda.<br />

Di setiap pelosok para tokoh silat kerajaan pasti berjagajaga.<br />

Bagaimana pendapat Nyi Rento?”<br />

Perempuan muda bertubuh mungil itu pegang tangan<br />

<strong>Wiro</strong> yang mengusap kuduknya. Lama dia terdiam sebelum<br />

akirnya berkata dengan suara lirih.<br />

“Saya menurut apa katamu saja, <strong>Wiro</strong>. Saya letih. Saya<br />

ingin istirahat. Mari kita cari tempat yang aman. Maukah<br />

kau menggendong saya dan Kemuning?”<br />

<strong>Wiro</strong> tersenyum. Dia bungkukkan tubuh sedikit lalu<br />

menggendong Nyi Retno di depan dada. Dalam hati <strong>Wiro</strong><br />

berkata. “Pada siapa aku harus minta tolong? Bagaimana<br />

menjernihkan dan membuka pikiran perempuan ini. Bahwa<br />

Wira Bumi itu adalah suaminya? Mungkin hanya dengan<br />

cara mempertemukan Nyi Retno dengan Ken Permata?<br />

Tapi malam Satu Suro yang dikatakan Datuk Rao<br />

Basaluang Ameh itu masih lama. Sementara itu segala<br />

sesuatunya bisa terjadi. Heran, kenapa Datuk memerlukan<br />

waktu demikian lama untuk mempertemukan ibu dan<br />

anak?”<br />

Satu tangan hangat mengusap dagu <strong>Wiro</strong>. Tangan Nyi<br />

Retno.<br />

“<strong>Wiro</strong>, kau memikirkan apa?” tanya perempuan itu.<br />

Sambil melangkah <strong>Wiro</strong> menatap wajah Nyi Retno.<br />

Wajah itu tampak cantik sekali. Mata yang menatap<br />

bercahaya, bibir yang mengulum senyum, semua<br />

memancarkan ketulusan hati. Tak ada yang<br />

disembunyikan.<br />

Tiba-tiba saja <strong>Wiro</strong> merasakan dadanya berdebar.<br />

Hatinya bicara. “Ya Tuhan, bagaimana ini. Mengapa aku<br />

menjadi begitu sayang pada perempuan yang malang ini”<br />

<strong>Wiro</strong> tundukkan kepala. Sesaat lagi ciuman <strong>Wiro</strong> akan<br />

sampai, Nyi Retno pejamkan mata. Tapi yang dicium sang<br />

pendekar adalah boneka kayu dalam pelukan Nyi Retno.<br />

“<strong>Wiro</strong>, saya sedih sekali...” Ucap Nyi Retno perlahan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!