Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Sinto Gendeng lalu alihkan pandangan pada nenek<br />
berhidung seperti paruh burung kakak tua. “Hai! Kau<br />
rupanya! Mataku tidak lamur! Tidak dimakan rayap tidak<br />
dimakan belatung! Tiga puluh tahun lalu kau bernama Ni<br />
Serdang Besakih. Apakah sekarang masih memakai nama<br />
itu. Atau sudah ditukar sesuai perkembangan jaman? Tiga<br />
puluh tahun lalu waktu Raja Tua masih memerintah, kau<br />
adalah penyanyi keraton yang kesohor! Hik... hik. Apakah<br />
sekarang kau masih suka menyanyi? Hik... hik... hik.”<br />
“Sinto, aku tahu kau suka guyon. Tapi saat ini bukan<br />
tempatnya bicara konyol. Kami sedang menghadapi satu<br />
urusan besar. Tidak ada hujan tidak ada angin mengapa<br />
kau tahu-tahu muncul di sini?!” Ni Serdang Besakih bicara<br />
dengan suara bernada keras.<br />
“Kau keliru sobatku,” jawab Sinto Gendeng sambil<br />
sunggingkan seringai buruk mengejek. “Hujan bukannya<br />
tidak ada, tapi belum turun. Kalau angin sedari tadi sudah<br />
bertiup, apa kau tidak mendengar tidak merasa? Heh,<br />
kalau katamu kita bersahabat kau bisa menerangkan apa<br />
urusan besar yang tengah kalian hadapi.”<br />
“Kami akan mengatakan kalau ada jaminan darimu<br />
bahwa kau bukan mata-mata kerajaan!” yang bicara<br />
adalah Kecik Turangga alias Hantu Buta Senja.<br />
“Mata Bengkak! Keren amat bicaramu! Kalau aku<br />
jaminkan nyawa, kau mau menjaminkan apa?<br />
Dengkulmu?! Atau dua matamu yang bengkak menjijikkan<br />
itu? Ih! Amit-amit jabang tuyul! Hik... hik... hik!” Sinto<br />
Gendeng tertawa gelak-gelak. “Sekarang katakan apa<br />
urusan kalian!”<br />
“Kami tidak akan mengatakan!” jawab Kecik Turangga.<br />
Wajahnya di balik topeng merah mengelam. Lalu dia<br />
berbisik pada Ni Serdang Besakih. “Kalau rencana pertama<br />
batal, kita harus melakukan rencana kedua.”<br />
“Kau tak usah khawatir.” Jawab si nenek berhidung<br />
seperti paruh burung kakak tua. “Orang yang hendak<br />
membantu kita itu sudah ada di sini.”<br />
Sinto Gendeng tertawa. “Mata Bengkak gerunjulan!