Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
WIRO SABLENG<br />
AZAB SANG MURID 7<br />
MALAM gelap dan sejuk<br />
Saat yang indah memadu cinta<br />
Tapi apa nikmatnya<br />
Bercinta dengan perempuan gila<br />
Suara nyanyian ditutup dengan tawa bergelak.<br />
<strong>Wiro</strong> tersentak kaget. Nyi Retno Mantili cepat meluncur<br />
turun dari dukungan sang pendekar. Di dalam gelap, hanya<br />
terpisah kurang dari sepuluh langkah <strong>Wiro</strong> dan Nyi Retno<br />
melihat seorang perempuan muda berwajah putih<br />
berambut kacau balau tak karuan, mengenakan pakaian<br />
biru gelap, tegak sambil rangkapkan dua tangan di depan<br />
dada. Di pinggang tergantung enam buah kendi hitam<br />
berisi minuman keras. Sebuah tusuk konde perak tersemat<br />
di dada kiri baju birunya.<br />
“Nyi Bodong... Ah, bukan dia!” Ucapan <strong>Wiro</strong> tertahan.<br />
“Nyi Bodong seorang nenek, yang ini masih muda belia.”<br />
“<strong>Wiro</strong>, apakah kau lupa pada istri sendiri?!” Gadis<br />
bermuka putih berpakaian biru bertanya dengan wajah<br />
didongakkan, mata memandang tak berkesip pada <strong>Wiro</strong>.<br />
Seruas senyum bermain di bibir.<br />
Kejut <strong>Wiro</strong> bukan alang kepalang.<br />
“Aku, kau... Ah, bukan. Kau bukan Nyi Bodong, betul?”<br />
Si muka putih tertawa. “Bukan, betul, bukan, betul! Kau<br />
ini bicara apa? Aku Wulan Srindi istrimu. Apa kau tidak<br />
mengenali istrimu lagi? <strong>Wiro</strong>, perkawinan kita telah<br />
membuahi seorang jabang bayi berusia hampir tiga bulan.<br />
Apa kau tidak gembira mendengar kabar ini?”<br />
“Wulan Srindi!” ucap <strong>Wiro</strong>. Kagetnya masih belum<br />
hilang. “Apa yang terjadi dengan dirimu. Mengapa wajahmu