Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
menegangkan itu berakhir. Dua gadis cantik berseru<br />
nyaring. Tubuh mereka melesat ke kiri dan ke kanan.<br />
Payung masih terkembang. Dengan gerakan-gerakan indah<br />
mereka meliuk-liukkan tubuh di udara dan perlahan-lahan<br />
turun ke panggung. Pemuda di paling atas menyusul turun<br />
dengan gerakan jungkir balik yang indah. Dua pemuda<br />
sebelah bawah berseru keras. Tangan masing-masing<br />
mengepal ke udara. Lalu keduanya melesat ke bawah,<br />
membuat gerakan jungkir balik satu kali dan melayang<br />
turun.<br />
Saat itulah satu sosok hijau entah dari mana datangnya<br />
ikut melesat ke bawah. Semua orang jadi terkejut. Kenapa<br />
orang yang turun jadi tiga? Sementara dua pemuda lagi<br />
masih ada di atas sana tengah bersiap-siap untuk<br />
melompat turun pula.<br />
Heboh besar melanda tempat pertunjukan itu sesaat<br />
kemudian. Dua orang pemuda yang melayang turun<br />
jejakkan kaki di lantai panggung dengan gerakan enteng.<br />
Sebaliknya sosok ke tiga yang mengenakan pakaian serba<br />
hijau jatuh terbanting dengan keras. Papan panggung<br />
patah. Bagian pinggang ke bawah orang berpakaian serba<br />
hijau ini amblas ke dasar panggung. Tubuh sebatas<br />
pinggang ke atas terhenyak di lantai papan. Darah<br />
mengucur dari kepalanya yang pecah.<br />
Dua gadis pemain akrobat menjerit dan lari ke bawah<br />
panggung. Hampir semua orang keluarkan seruan kaget.<br />
Patih Kerajaan Wira Bumi, seorang perwira tinggi dan<br />
beberapa orang tokoh silat istana segera melompat ke atas<br />
panggung.<br />
“Cagak Lenting!” Seru Patih Kerajaan. Walau kepala<br />
orang itu nyaris hancur namun Wira Bumi masih bisa<br />
mengenali siapa adanya orang yang sebagian tubuhnya<br />
tergelimpang di lantai panggung. Perwira Tinggi dan<br />
seorang tokoh silat segera menarik tubuh orang<br />
berpakaian serba hijau itu yang memang adalah Cagak<br />
Lenting alias Si Mata Elang.<br />
“Kanjeng Patih, ada sepotong kertas menempel di