You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
WIRO SABLENG<br />
AZAB SANG MURID 10<br />
KEMBALI pada Pendekar 212 <strong>Wiro</strong> <strong>Sableng</strong>. Jumat<br />
malam hari ke lima belas, menjelang pagi. Dalam<br />
bingungnya ditinggal Nyi Rento Mantili yang<br />
membawa lari Eyang Sinto Gendeng, <strong>Wiro</strong> tersentak ketika<br />
menyadari kalau saat itu tempat di mana dia berada telah<br />
dikurung puluhan orang. Dari seragam hitam dengan<br />
sulaman rumah joglo serta keris bersilang di dada kiri <strong>Wiro</strong><br />
segera maklum kalau orang-orang itu adalah mereka yang<br />
menyebut diri kerabat Keraton Kaliningrat.<br />
Di sebelah kanan berdiri seorang lelaki berusia sekitar<br />
empat puluhan, bertubuh tegap mengenakan pakaian<br />
bagus. Wajahnya yang gagah dihias sepasang alis tebal. Di<br />
kiri kanan lelaki ini berdiri mengapit dua orang kakek<br />
bermuka hitam dan sama-sama mengenakan jubah merah.<br />
Mereka bernama Ki Demang Timur dan Ki Demang Barat.<br />
Konon merupakan dua tokoh silat yang disegani di tanah<br />
Jawa sebelah barat.<br />
“Pendekar 212! Keraton Kaliningrat mengundangmu<br />
bertemu dengan segala kehormatan. Kami menjanjikan<br />
jabatan tinggi dengan segala kemuliaan. Tapi kau<br />
membunuh orang-orang kami.”<br />
<strong>Wiro</strong> tak segera menjawab ucapan orang. Dia<br />
perhatikan keadaan sekelilingnya, lalu perlahan-lahan<br />
bangkit berdiri. Walau lelaki muda dan dua kakek berjubah<br />
merah menjadi pusat perhatiannya namun <strong>Wiro</strong> juga<br />
berlaku waspada terhadap puluhan pengurung berpakaian<br />
serba hitam karena dia mengetahui orang-orang ini<br />
memiliki semacam ilmu kebal yang sulit ditembus pukulan.<br />
<strong>Wiro</strong> pernah berkelahi dengan dua anggota Keraton