You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
apa yang aku bilang?!”<br />
“Sa... saya dengar, Nek. Sekali lagi mohon maafmu.<br />
Saya tidak tahu kalau berhadapan dengan tokoh rimba<br />
persilatan Eyang Sinto Gendeng.”<br />
Sinto Gendeng semburkan ludah susur ke muka orang<br />
hingga Perwira Muda kucak-kucak mata menahan perih.<br />
“Sekarang bawa pasukanmu. Tinggalkan tempat ini.<br />
Jangan lupa membawa prajurit tolol yang sudah jadi mayat<br />
itu!”<br />
Perwira Muda bangkit berdiri, memberi perintah pada<br />
anak buahnya.<br />
Ketika dia hendak berlalu Sinto Gendeng berkata.<br />
“Tunggu!” Si nenek kemudian berpaling pada Ki<br />
Tambakpati. “Sahabatku, perwira ini tadi menamparmu.<br />
Apakah kau tidak ingin membalas?”<br />
Ki Tambakpati menyeringai. “Bagaimana kalau kau saja<br />
yang mewakilkan?”<br />
Sinto Gendeng tertawa bergelak. Tak terlihat oleh<br />
Perwira Muda itu tangan kiri si nenek berkelebat.<br />
Plaakk!<br />
Perwira Muda yang kena tampar terpelanting jatuh ke<br />
tanah. Dua prajurit cepat membantunya berdiri. Ketika<br />
bangkit kelihatan pipi kanan perwira ini bengkak merah,<br />
mata lebam. Orang-orang kerajaan itu akhirnya tinggalkan<br />
hutan jati diikuti pandangan dan gelak tawa Ki Tambakpati<br />
dan Sinto Gendeng.<br />
“Sinto! Belasan tahun tidak bertemu, tahu-tahu kau<br />
muncul di sini! Gusti Allah akan memberimu pahala atas<br />
pertolonganmu terhadap diriku!”<br />
Sinto Gendeng tertawa mengekeh, berbalik lalu dua<br />
sahabat lama itu saling berpelukan.<br />
“Sinto, kau tahu. <strong>Murid</strong>mu <strong>Wiro</strong> belum lama<br />
meninggalkan tempat ini.” Menerangkan Ki Tambakpati.<br />
Sinto Gendeng bersikap tenang-tenang saja walau<br />
sebenarnya dia merasa terkejut.<br />
“Anak setan itu sendirian?” Si nenek bertanya.<br />
“Bersama seorang perempuan muda berwajah cantik,