Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Tambakpati dengan tali mencelat mental paling jauh.<br />
Darah menyembur dari satu luka besar yang melintang di<br />
tenggorokannya! Prajurit ini roboh ke tanah, menggeliat<br />
beberapa kali lalu diam tak berkutik. Nyawanya amblas!<br />
Perwira Muda Kerajaan dan seluruh pasukan menjadi<br />
kaget juga ngeri luar biasa. Di hadapan mereka, tegak<br />
melindungi Ki Tambakpati seorang nenek bermuka nyaris<br />
seperti tengkorak sambil melintangkan tongkat kayu di<br />
depan dada. Empat tusuk konde perak bergoyang-goyang<br />
di atas batok kepala. Mata menatap menyorot galak pada<br />
Perwira Muda. Tangan kiri menggamit memberi isyarat agar<br />
Perwira Muda mendekatinya. Selain takut dan juga sadar<br />
kalau saat itu dia tengah berhadapan dengan seorang sakti<br />
luar biasa, seperti orang bodoh si Perwira Muda segera<br />
mendatangi.<br />
“Kau telah menuduh tanpa bukti sahabatku Ki<br />
Tambakpati. Kau juga telah menganiayanya. Kau ingin aku<br />
buatkan satu lobang bagus di jidatmu?”<br />
Tongkat di tangan si nenek melesat dan tahu-tahu<br />
ujungnya telah menempel di pertengahan kening Perwira<br />
Muda. Orang ini merasa keningnya seperti ditindih batu<br />
besar hingga dia terbanting jatuh punggung ke tanah.<br />
Ujung tongkat bergerak mengikuti, masih terus menempel<br />
di keningnya.<br />
“He... he... Perwira Muda, apa jawabmu?!”<br />
“Nek, saya mohon maafmu kalau telah berlaku tidak<br />
menyenangkan dirimu. Saya dan semua prajurit yang ada<br />
di sini hanya menjalankan perintah kerajaan.”<br />
“Siapa orang kerajaan yang memberi perintah<br />
padamu?” bentak si nenek.<br />
“Patih Kerajaan dan Cagak Lenting.” Jawab Perwira<br />
Muda.<br />
“Hemm... Kalian kembali ke kotaraja. Katakan pada<br />
Patih Kerajaan dan Cagak Lenting. Siapa di antara mereka<br />
berdua yang ingin mampus duluan?! Katakan aku Sinto<br />
Gendeng yang mengeluarkan ucapan!” Si nenek tusukkan<br />
ujung tongkat ke telinga kiri Perwira Muda. “Kau dengar